China: Klaim COVID-19 dari Lab Sama Halnya Menuduh Irak Miliki Senjata Pemusnah Massal
Selasa, 08 Juni 2021 - 14:46 WIB
WASHINGTON - Kedutaan Besar China di Amerika Serikat mengecam apa yang mereka yakini sebagai tuduhan tidak berdasar bahwa COVID-19 bocor dari laboratorium di Wuhan. Kedutaan itu membandingkannya dengan tuduhan palsu tentang Irak memiliki senjata pemusnah massal.
Pada akhir Mei lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memerintahkan pejabat intelijen Amerika untuk membuat laporan yang memeriksa kembali asal-usul virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Dia mengatakan komunitas intelijen AS terpecah antara dua versi asal virus corona, yakni virus ditularkan ke manusia dari hewan atau virus berasal dari kecelakaan di laboratorium.
Intelijen Inggris juga tidak mengesampingkan teori COVID-19 bocor dari laboratorium.
Mengomentari hal itu, Beijing mengatakan bahwa para ilmuwan, bukan badan intelijen, yang harus dilibatkan dalam mencari tahu asal-usul COVID-19.
“Asal-usul COVID-19 adalah masalah sains dan harus dipelajari bersama oleh para ilmuwan di seluruh dunia, bukan dipolitisasi," kata juru bicara Kedutaan China di Amerika, Liu Pengyu pada Senin malam.
"Setiap kesimpulan harus ditarik sesuai dengan prosedur WHO [Organisasi Kesehatan Dunia] dan mengikuti metode berbasis sains. Kampanye untuk mempolitisasi studi tentang asal-usul dan mencoreng China tidak berbeda dengan kebohongan tentang Irak yang memiliki senjata pemusnah massal (WMD) 12 tahun lalu," ujarnya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (8/6/2021).
Sekadar diketahui, sesaat sebelum AS dan sekutunya menginvasi Irak pada Maret 2003, Menteri Luar Negeri AS saat itu Colin Powell mengatakan pada pertemuan Dewan Keamanan PBB bahwa dia menerima informasi langsung tentang teknologi untuk produksi senjata biologis yang diduga tersedia untuk pemimpin Irak saat itu, Saddam Hussein.
Untuk mendukung kata-kata itu, Powell mendemonstrasikan tabung reaksi dengan bubuk putih, mengeklaim bahwa itu berisi sampel senjata pemusnah massal yang diproduksi di pabrik Irak.
Namun kemudian terungkap bahwa Powell telah mendapat informasi yang salah dari intelijen AS dan tabung reaksi itu ternyata palsu.
Pada akhir Mei lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memerintahkan pejabat intelijen Amerika untuk membuat laporan yang memeriksa kembali asal-usul virus corona SARS-CoV-2 penyebab COVID-19.
Dia mengatakan komunitas intelijen AS terpecah antara dua versi asal virus corona, yakni virus ditularkan ke manusia dari hewan atau virus berasal dari kecelakaan di laboratorium.
Intelijen Inggris juga tidak mengesampingkan teori COVID-19 bocor dari laboratorium.
Mengomentari hal itu, Beijing mengatakan bahwa para ilmuwan, bukan badan intelijen, yang harus dilibatkan dalam mencari tahu asal-usul COVID-19.
“Asal-usul COVID-19 adalah masalah sains dan harus dipelajari bersama oleh para ilmuwan di seluruh dunia, bukan dipolitisasi," kata juru bicara Kedutaan China di Amerika, Liu Pengyu pada Senin malam.
"Setiap kesimpulan harus ditarik sesuai dengan prosedur WHO [Organisasi Kesehatan Dunia] dan mengikuti metode berbasis sains. Kampanye untuk mempolitisasi studi tentang asal-usul dan mencoreng China tidak berbeda dengan kebohongan tentang Irak yang memiliki senjata pemusnah massal (WMD) 12 tahun lalu," ujarnya, seperti dikutip Sputniknews, Selasa (8/6/2021).
Sekadar diketahui, sesaat sebelum AS dan sekutunya menginvasi Irak pada Maret 2003, Menteri Luar Negeri AS saat itu Colin Powell mengatakan pada pertemuan Dewan Keamanan PBB bahwa dia menerima informasi langsung tentang teknologi untuk produksi senjata biologis yang diduga tersedia untuk pemimpin Irak saat itu, Saddam Hussein.
Untuk mendukung kata-kata itu, Powell mendemonstrasikan tabung reaksi dengan bubuk putih, mengeklaim bahwa itu berisi sampel senjata pemusnah massal yang diproduksi di pabrik Irak.
Namun kemudian terungkap bahwa Powell telah mendapat informasi yang salah dari intelijen AS dan tabung reaksi itu ternyata palsu.
(min)
tulis komentar anda