Mansour Abbas, Kingmaker dan Tokoh Islam di Balik Penggulingan Netanyahu
Minggu, 06 Juni 2021 - 00:03 WIB
Cabang utara Gerakan Islam, yang dipimpin pemimpin terkemuka Sheikh Raed Salah, menolak berpartisipasi dalam pemilu Israel dan dilarang otoritas Israel pada 2015.
Secara historis, partai-partai Arab di Israel telah menolak memberikan suara kepada pemerintah Israel mana pun karena tidak mengakui hak-hak rakyat Palestina dan masih mempertahankan pendudukannya atas wilayah Palestina.
Tetapi partai Abbas telah melanggar tradisi ini dan bernegosiasi dengan partai-partai besar Israel untuk bergabung dalam upaya mereka membentuk pemerintahan baru, sebagai imbalan atas penyelesaian banyak masalah yang dialami orang-orang Arab yang tinggal di Israel.
"Garis merah kami adalah hak kami, apakah hak nasional atau sipil," ungkap Abbas dalam wawancaranya dengan Anadolu Agency setelah pemilu Israel pada Maret.
Dia menegaskan, "Kami tidak bernegosiasi atau berkompromi tentang hak-hak ini. Kami mungkin tidak dapat mencapai semuanya, tetapi kami tidak akan meninggalkannya."
Abbas lahir pada 22 April 1974 di desa Maghar di Israel utara. Dia kuliah di Universitas Ibrani di Yerusalem di Fakultas Kedokteran Gigi dan memimpin serikat mahasiswa Arab di universitas tersebut dari 1997-1998.
Pada 2007, dia terpilih sebagai sekretaris jenderal gerakan Islam di Israel selatan, dan pada 2010 dia terpilih sebagai wakil kepala gerakan tersebut.
Dia bergabung dengan Knesset (parlemen Israel) empat kali, dan pada 2019, dia bergabung Knesset dengan partainya Daftar Arab Bersatu.
Dalam pemilu Maret, partai Mansour memperoleh empat kursi di Knesset.
Abbas, bagaimanapun, menghadapi kritik dari partai-partai Arab lainnya di Israel, yang menuduhnya berenang melawan arus.
Secara historis, partai-partai Arab di Israel telah menolak memberikan suara kepada pemerintah Israel mana pun karena tidak mengakui hak-hak rakyat Palestina dan masih mempertahankan pendudukannya atas wilayah Palestina.
Tetapi partai Abbas telah melanggar tradisi ini dan bernegosiasi dengan partai-partai besar Israel untuk bergabung dalam upaya mereka membentuk pemerintahan baru, sebagai imbalan atas penyelesaian banyak masalah yang dialami orang-orang Arab yang tinggal di Israel.
"Garis merah kami adalah hak kami, apakah hak nasional atau sipil," ungkap Abbas dalam wawancaranya dengan Anadolu Agency setelah pemilu Israel pada Maret.
Dia menegaskan, "Kami tidak bernegosiasi atau berkompromi tentang hak-hak ini. Kami mungkin tidak dapat mencapai semuanya, tetapi kami tidak akan meninggalkannya."
Abbas lahir pada 22 April 1974 di desa Maghar di Israel utara. Dia kuliah di Universitas Ibrani di Yerusalem di Fakultas Kedokteran Gigi dan memimpin serikat mahasiswa Arab di universitas tersebut dari 1997-1998.
Pada 2007, dia terpilih sebagai sekretaris jenderal gerakan Islam di Israel selatan, dan pada 2010 dia terpilih sebagai wakil kepala gerakan tersebut.
Dia bergabung dengan Knesset (parlemen Israel) empat kali, dan pada 2019, dia bergabung Knesset dengan partainya Daftar Arab Bersatu.
Dalam pemilu Maret, partai Mansour memperoleh empat kursi di Knesset.
Abbas, bagaimanapun, menghadapi kritik dari partai-partai Arab lainnya di Israel, yang menuduhnya berenang melawan arus.
Lihat Juga :
tulis komentar anda