Balas Dendam, Rusia Blacklist 8 Pejabat Uni Eropa
Sabtu, 01 Mei 2021 - 00:48 WIB
MOSKOW - Rusia memasukan delapan pejabat Uni Eropa (UE) ke dalam daftar hitam (blacklist) sebagai pembalasan atas sanksi blok itu atas pemenjaraan pemimpin oposisi Alexei Navalny .
Mereka yang masuk dalam daftar Rusia termasuk Presiden Parlemen Eropa David Sassoli dan Vera Jourova, wakil Presiden Komisi Eropa untuk nilai dan transparansi.
Daftar blacklist Rusia juga mencakup Ilmar Tomusk, kepala Inspektorat Bahasa Estonia; Ivars Abolins, ketua Dewan Media Elektronik Nasional Latvia; Maris Baltins, direktur Pusat Bahasa Negara Bagian Latvia; Jacques Maire.
Selain itu juga ada nama seorang anggota parlemen Prancis yang juga anggota Majelis Parlemen Dewan Eropa; Kepala jaksa negara bagian Berlin Jorg Raupach; dan Asa Scott, kepala divisi pertahanan dan keamanan kimia dan biologi di Badan Penelitian Pertahanan Swedia.
Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh Uni Eropa mencoba menghukum Moskow karena kebijakan luar negeri dan domestik yang independen serta mencoba menahan perkembangannya dengan pembatasan yang melanggar hukum. Ini terutama mengacu pada sanksi Uni Eropa yang diberikan pada enam pejabat Rusia pada bulan Maret lalu.
"Semua proposal kami untuk menyelesaikan masalah antara Rusia dan UE melalui dialog profesional langsung telah secara konsisten diabaikan atau ditolak," kata Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip dari AP, Sabtu (1/5/2021).
Sanksi Uni Eropa menargetkan pejabat Rusia yang terlibat dalam pemenjaraan Navalny, lawan dan kritikus Presiden Rusia Vladimir Putin yang paling gigih. Navalny ditangkap pada Januari lalu sekembalinya dari Jerman di mana dia menghabiskan waktu selama lima bulan untuk memulihkan diri dari keracunan zat saraf yang dia tuding dilakukan Kremlin - tuduhan yang ditolak pejabat Rusia. Laboratorium Eropa telah mengkonfirmasi bahwa Navalny diracuni.
Pada bulan Februari, Navalny dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara atas tuduhan melanggar ketentuan penangguhan hukuman saat dia berada di Jerman. Hukuman itu berasal dari dakwaan penggelapan tahun 2014 yang ditolak Navalny karena didorong secara politik.
Rusia telah menolak kritik Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa terhadap pemenjaraan Navalny dan tindakan keras Rusia terhadap aksi protes yang menuntut pembebasannya karena dianggap mencampuri urusan dalam negerinya.
Ketegangan terkait Navalny semakin memperburuk hubungan Rusia dengan Barat, yang jatuh ke posisi terendah pasca-Perang Dingin setelah aneksasi Rusia terhadap Semenanjung Crimea di Ukraina pada 2014. Hubungan itu semakin tegang karena tuduhan campur tangan Moskow dalam pemilu dan serangan peretasan oleh AS dan Uni Eropa.
Mereka yang masuk dalam daftar Rusia termasuk Presiden Parlemen Eropa David Sassoli dan Vera Jourova, wakil Presiden Komisi Eropa untuk nilai dan transparansi.
Daftar blacklist Rusia juga mencakup Ilmar Tomusk, kepala Inspektorat Bahasa Estonia; Ivars Abolins, ketua Dewan Media Elektronik Nasional Latvia; Maris Baltins, direktur Pusat Bahasa Negara Bagian Latvia; Jacques Maire.
Selain itu juga ada nama seorang anggota parlemen Prancis yang juga anggota Majelis Parlemen Dewan Eropa; Kepala jaksa negara bagian Berlin Jorg Raupach; dan Asa Scott, kepala divisi pertahanan dan keamanan kimia dan biologi di Badan Penelitian Pertahanan Swedia.
Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh Uni Eropa mencoba menghukum Moskow karena kebijakan luar negeri dan domestik yang independen serta mencoba menahan perkembangannya dengan pembatasan yang melanggar hukum. Ini terutama mengacu pada sanksi Uni Eropa yang diberikan pada enam pejabat Rusia pada bulan Maret lalu.
"Semua proposal kami untuk menyelesaikan masalah antara Rusia dan UE melalui dialog profesional langsung telah secara konsisten diabaikan atau ditolak," kata Kementerian Luar Negeri Rusia seperti dikutip dari AP, Sabtu (1/5/2021).
Sanksi Uni Eropa menargetkan pejabat Rusia yang terlibat dalam pemenjaraan Navalny, lawan dan kritikus Presiden Rusia Vladimir Putin yang paling gigih. Navalny ditangkap pada Januari lalu sekembalinya dari Jerman di mana dia menghabiskan waktu selama lima bulan untuk memulihkan diri dari keracunan zat saraf yang dia tuding dilakukan Kremlin - tuduhan yang ditolak pejabat Rusia. Laboratorium Eropa telah mengkonfirmasi bahwa Navalny diracuni.
Pada bulan Februari, Navalny dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara atas tuduhan melanggar ketentuan penangguhan hukuman saat dia berada di Jerman. Hukuman itu berasal dari dakwaan penggelapan tahun 2014 yang ditolak Navalny karena didorong secara politik.
Rusia telah menolak kritik Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa terhadap pemenjaraan Navalny dan tindakan keras Rusia terhadap aksi protes yang menuntut pembebasannya karena dianggap mencampuri urusan dalam negerinya.
Ketegangan terkait Navalny semakin memperburuk hubungan Rusia dengan Barat, yang jatuh ke posisi terendah pasca-Perang Dingin setelah aneksasi Rusia terhadap Semenanjung Crimea di Ukraina pada 2014. Hubungan itu semakin tegang karena tuduhan campur tangan Moskow dalam pemilu dan serangan peretasan oleh AS dan Uni Eropa.
(ian)
tulis komentar anda