Kekuatan Dalam Solidaritas, Demonstran Myanmar Terinspirasi oleh Hong Kong dan Thailand

Senin, 22 Maret 2021 - 05:08 WIB
Aksi protes menentang kudeta militer di Myanmar.
YANGON - Myat memberi hormat tiga jari "Hunger Games" sebagai tanda menentang aturan otoriter saat. Dia tidak sendiri, tapi bersama puluhan ribu pengunjuk rasa lainnya berkumpul di sekitar Pagoda Sule di pusat kota Yangon, Myanmar .

Pejalan kaki dan penjaga toko membalas hormat saat Myat dan rekan-rekan pengunjuk rasa menyanyikan lagu-lagu protes, sementara polisi hanya menyaksikan aksi mereka.



Aksi demonstrasi menentang kudeta di Myanmar sudah berlangsung selama lebih dari satu bulan. Para demonstran tidak gentar, meski otoritas keamanan Myanmar menggunakan cara-cara keras untuk menghalau mereka.



Salut tiga jari pertama kali diadopsi oleh para aktivis di Thailand yang juga menentang junta militer.

Sebelum bergabung dengan demonstrasi, Myat mengatakan dia membaca manual taktik protes Hong Kong yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Burma dan dibagikan ribuan kali di media sosial.

Secara online, beberapa penentang kudeta Myanmar 1 Februari terhubung dengan pengguna hashtag #MilkTeaAlliance yang mempertemukan para juru kampanye di Thailand dan Hong Kong.



"Kami melihat bagaimana kaum muda berpartisipasi dalam gerakan politik di negara-negara terdekat. Itu menginspirasi kami untuk terlibat," kata Myat, seperti dilansir Reuters.

Para pengunjuk rasa mengatakan kepada Reuters bahwa media sosial membantu mereka meminjam simbol dan ide dari tempat lain, seperti menggunakan flashmobs bergaya Hong Kong, tagar yang berubah dengan cepat dan karya seni meme yang berwarna-warni.

Untuk pertama kalinya di Myanmar, demonstrasi diikuti oleh Generasi Z yang tumbuh dengan kebebasan, kemakmuran dan akses teknologi yang lebih besar di negara yang tetap menjadi salah satu negara termiskin dan paling ketat di Asia Tenggara.



Mereka membentuk ikatan dengan aktivis yang mengambil alih pemerintahan Beijing di Hong Kong dan pemerintah Thailand dan monarki, yang dituduh memungkinkan dominasi militer selama beberapa dekade.

"Ada kekuatan dalam solidaritas. Milk Tea Alliance adalah gerakan solidaritas pan-Asia yang pada dasarnya terdiri dari orang-orang muda yang muak dengan penindasan pemerintah mereka," kata Sophie Mak, seorang peneliti dan aktivis HAM Hong Kong.

"Sekutu di luar negeri dapat memperkuat pesan dari para aktivis Myanmar, terutama ketika pemadaman komunikasi membuat sulit untuk mendapatkan informasi," sambungnya.

Pertukaran budaya kampanye politik diiringi dengan seni protes, dengan seniman grafis mempersiapkan karya untuk saling mendukung. Salah satu karya seni terbaru menunjukkan penambahan secangkir teh manis kental khas Myanmar ke dalam citra minuman teh susu dari Thailand, Hong Kong, dan Taiwan.



"Pemuda mendapatkan lebih banyak eksposur ke seluruh dunia selama lima tahun terakhir dari pemerintah sipil. Kami menyaksikan apa yang terjadi di Hong Kong dan Thailand dan itu berpengaruh besar pada gerakan hari ini," ujar Nadi, salah seorang perserta demonstrasi di Yangon.

Pertukaran ide itu sendiri berjalan dua arah. Kelompok protes pemuda terbesar di Thailand, Ratsadon, melakukan demonstrasi degan memukul panci dan wajan, sesuatu yang dilakukan pengunjuk rasa anti-kudeta Myanmar setiap malam sebagai cara untuk mengusir roh jahat. Tujuannya adalah untuk memprotes kedua pemerintah tersebut.

"Kami mengalami hal yang sama. Sekarang kami saling mendukung dan menginspirasi," kata Rathasat Plenwong, seorang pengunjuk rasa Thailand dan aktivis Milk Tea Alliance.
(esn)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More