Sosok Pelobi yang Disewa Junta Myanmar: Kelahiran Iran, Dibui di AS dan Eks Agen Mossad
Jum'at, 12 Maret 2021 - 00:00 WIB
JAKARTA - Ari Ben-Menashe, pelobi Israel-Kanada, menjadi sosok disorot media internasional setelah disewa junta militer Myanmar untuk membela kudeta mereka di hadapan dunia internasional. Yang mengejutkan, pelobi itu pernah dipenjara di Amerika Serikat (AS) hingga mengaku sebagai mantan agen Mossad Israel.
Ari Ben-Menashe merupakan pria kelahiran Iran. Dia pernah ditangkap dan dipenjara di AS pada 1989-1990 setelah dia mencoba menjual persenjataan Amerika ke Iran.
Dia, seperti dikutip Ynet, Kamis (11/3/2021), juga mengaku sebagai mantan agen Mossad dan penasihat perdana menteri Yitzhak Shamir, tetapi Israel membantah kedua klaim terakhir tersebut.
Pelobi dan perusahaannya itu dibayar USD2 juta (Rp28,7 miliar) oleh junta militer Myanmar untuk lobi-lobi internasionalnya. Nominal pembayaran ini terungkap dalam dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman AS.
Ari Ben-Menashe telah meremehkan kudeta di negara Asia Tenggara itu, dengan mengeklaim para jenderal akan segera meninggalkan politik. Dia dan perusahaannya menandatangani kontrak dengan rezim militer Myanmar pada 4 Maret, lebih dari sebulan setelah kudeta.
Salinan dokumen perjanjian yang dilihat AFP pada Rabu menyatakan perusahaan itu setuju untuk melobi Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Israel, Rusia dan negara-negara lain, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika dan organisasi internasional lainnya, atas nama republik Myanmar.
"Perjanjian antara para pihak adalah untuk pembayaran biaya dan pengeluaran sebesar USD2.000.000 AS yang harus dibayar oleh prinsipal asing kepada Registrant [Pendaftar] jika diizinkan secara hukum oleh yurisdiksi yang dikendalikan," bunyi dokumen tersebut, yang diterbitkan di situs web Departemen Kehakiman AS.
Bagian dari kewenangan perusahaan adalah untuk membantu menjelaskan situasi nyata di negara itu, sambil melobi untuk mencabut sanksi internasional.
Para jenderal Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda mengindahkan seruan untuk menahan diri di tengah meningkatnya kekerasan meskipun tekanan internasional meningkat, termasuk sanksi yang ditargetkan oleh kekuatan Barat.
Ben-Menashe, yang mengeklaim sebagai mantan pejabat Intelijen Militer Israel sebelumnya disewa oleh Robert Mugabe dari Zimbabwe dan penguasa militer Sudan. Dia mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa junta militer juga ingin memulangkan Muslim Rohingya yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, di tengah serangan terhadap minoritas itu, yang menurut para pejabat PBB adalah genosida.
Hampir satu juta orang Rohingya tinggal di kamp-kamp yang luas di Bangladesh, dengan banyak yang telah melarikan diri dari Myanmar setelah penumpasan berdarah militer pada tahun 2017.
Ben-Menashe mengatakan dia ditugaskan untuk menghubungi UEA dan Arab Saudi tentang repatriasi.
Myanmar telah diguncang oleh kerusuhan sejak kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan dan memicu pemberontakan massal yang menentang junta militer.
Hampir 2.000 orang telah ditangkap dan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi lebih dari 60 orang, karena pasukan keamanan berusaha untuk membubarkan perlawanan.
Kudeta dan tindakan keras militer yang brutal telah menimbulkan kecaman internasional yang luas, termasuk sanksi terhadap personel militer utama.
Ben-Menashe mengatakan dia dipekerjakan karena Barat "salah paham" dengan militer Myanmar.
“Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan Amerika Serikat, bukannya mencoba lebih dekat dengan China,” kata Ben-Menashe. "Mereka tidak ingin menjadi boneka China.”
Dia juga mengeklaim bahwa kepolisian, alih-alih militer, telah menanggapi reaksi dunia internasional tentang kerusuhan—meskipun bukti foto menunjukkan sebaliknya.
Menurutnya, para pemimpin militer sangat ingin kembali memberikan kekuasaan kembali kepada pemerintah sipil. “Mereka ingin sepenuhnya keluar dari politik,” katanya.”Tetapi ini adalah proses.”
Ari Ben-Menashe merupakan pria kelahiran Iran. Dia pernah ditangkap dan dipenjara di AS pada 1989-1990 setelah dia mencoba menjual persenjataan Amerika ke Iran.
Dia, seperti dikutip Ynet, Kamis (11/3/2021), juga mengaku sebagai mantan agen Mossad dan penasihat perdana menteri Yitzhak Shamir, tetapi Israel membantah kedua klaim terakhir tersebut.
Pelobi dan perusahaannya itu dibayar USD2 juta (Rp28,7 miliar) oleh junta militer Myanmar untuk lobi-lobi internasionalnya. Nominal pembayaran ini terungkap dalam dokumen yang diajukan ke Departemen Kehakiman AS.
Ari Ben-Menashe telah meremehkan kudeta di negara Asia Tenggara itu, dengan mengeklaim para jenderal akan segera meninggalkan politik. Dia dan perusahaannya menandatangani kontrak dengan rezim militer Myanmar pada 4 Maret, lebih dari sebulan setelah kudeta.
Salinan dokumen perjanjian yang dilihat AFP pada Rabu menyatakan perusahaan itu setuju untuk melobi Amerika Serikat (AS), Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Israel, Rusia dan negara-negara lain, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Uni Afrika dan organisasi internasional lainnya, atas nama republik Myanmar.
"Perjanjian antara para pihak adalah untuk pembayaran biaya dan pengeluaran sebesar USD2.000.000 AS yang harus dibayar oleh prinsipal asing kepada Registrant [Pendaftar] jika diizinkan secara hukum oleh yurisdiksi yang dikendalikan," bunyi dokumen tersebut, yang diterbitkan di situs web Departemen Kehakiman AS.
Bagian dari kewenangan perusahaan adalah untuk membantu menjelaskan situasi nyata di negara itu, sambil melobi untuk mencabut sanksi internasional.
Para jenderal Myanmar tidak menunjukkan tanda-tanda mengindahkan seruan untuk menahan diri di tengah meningkatnya kekerasan meskipun tekanan internasional meningkat, termasuk sanksi yang ditargetkan oleh kekuatan Barat.
Ben-Menashe, yang mengeklaim sebagai mantan pejabat Intelijen Militer Israel sebelumnya disewa oleh Robert Mugabe dari Zimbabwe dan penguasa militer Sudan. Dia mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa junta militer juga ingin memulangkan Muslim Rohingya yang melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh, di tengah serangan terhadap minoritas itu, yang menurut para pejabat PBB adalah genosida.
Hampir satu juta orang Rohingya tinggal di kamp-kamp yang luas di Bangladesh, dengan banyak yang telah melarikan diri dari Myanmar setelah penumpasan berdarah militer pada tahun 2017.
Ben-Menashe mengatakan dia ditugaskan untuk menghubungi UEA dan Arab Saudi tentang repatriasi.
Myanmar telah diguncang oleh kerusuhan sejak kudeta 1 Februari yang menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dari kekuasaan dan memicu pemberontakan massal yang menentang junta militer.
Hampir 2.000 orang telah ditangkap dan jumlah korban tewas telah meningkat menjadi lebih dari 60 orang, karena pasukan keamanan berusaha untuk membubarkan perlawanan.
Kudeta dan tindakan keras militer yang brutal telah menimbulkan kecaman internasional yang luas, termasuk sanksi terhadap personel militer utama.
Ben-Menashe mengatakan dia dipekerjakan karena Barat "salah paham" dengan militer Myanmar.
“Ada dorongan nyata untuk bergerak ke Barat dan Amerika Serikat, bukannya mencoba lebih dekat dengan China,” kata Ben-Menashe. "Mereka tidak ingin menjadi boneka China.”
Dia juga mengeklaim bahwa kepolisian, alih-alih militer, telah menanggapi reaksi dunia internasional tentang kerusuhan—meskipun bukti foto menunjukkan sebaliknya.
Menurutnya, para pemimpin militer sangat ingin kembali memberikan kekuasaan kembali kepada pemerintah sipil. “Mereka ingin sepenuhnya keluar dari politik,” katanya.”Tetapi ini adalah proses.”
(min)
tulis komentar anda