Para PNS Amerika Terancam Pemecatan Massal karena Perintah Trump

Jum'at, 27 November 2020 - 17:35 WIB
Presiden AS Donald Trump. Foto/focus washington
WASHINGTON - Para pegawai negeri sipil (PNS) di Amerika Serikat (AS) terancam pemecatan massal melalui perintah eksekutif Oktober sebelum Presiden Donald Trump keluar Gedung Putih.

Untuk mengantisipasi hal itu, para anggota parlemen dari Partai Demokrat, grup pengawas dan serikat buruh berupaya menghalangi langkah Trump itu.

Para pimpinan dari 23 komite dan subkomite DPR meminta kepala dari 61 departemen dan agensi federal untuk memberikan "perhitungan lengkap" dari setiap rencana untuk mengklasifikasi ulang pekerja federal di bawah perintah 21 Oktober, yang membuat mereka rentan terhadap pemecatan.



Mereka juga meminta detail tentang siapa saja yang ditunjuk Trump secara politis yang telah dipekerjakan untuk pekerjaan karier atau sedang dipertimbangkan. (Baca Juga: Trump Bersedia Kosongkan Gedung Putih dengan Syarat)

Tanggapan awal akan dirilis 9 Desember, diikuti pembaruan per dua pekan, menurut surat yang dipelopori Ketua Komite Pengawasan dan Reformasi Carolyn Maloney. (Lihat Infografis: Mengenal Iglesia Maradoniana, Agama untuk Puja Maradona)

Surat pada Rabu itu muncul setelah 13 anggota Demokrat di DPR, termasuk Gerry Connolly, ketua Subkomite DPR untuk Operasi Pemerintah dan Pemimpin Mayoritas Steny Hoyer, pada Selasa mendesak pembatalan perintah dalam rancangan anggaran pengeluaran mereka berikutnya. (Lihat Video: Rizieq Shihab Dirawat di RS Ummi, Bogor)

Perintah Trump memungkinkan berbagai agensi untuk mengklasifikasikan ulang pekerja yang terlibat dalam pembuatan kebijakan ke kategori "Schedule F" tanpa perlindungan pekerjaan yang mereka miliki sekarang.

Badan-badan tersebut harus menyelesaikan peninjauan mereka paling lambat 19 Januari, sehari sebelum pelantikan Presiden AS terpilih Joe Biden.



Perintah Gedung Putih mengatakan Trump sedang mendorong perampingan birokrasi federal, meningkatkan akuntabilitas, dan membuatnya lebih mudah untuk membersihkan para PNS "yang berkinerja buruk."

Pemerintah federal AS saat ini mempekerjakan sekitar 2 juta orang.

Para pengkritik menyebut langkah itu sebagai bagian dari serangan yang masih berlangsung terhadap birokrasi pemerintah yang kurang memiliki keahlian dan keterampilan selama pemerintahan Trump.

“Menciptakan kategori baru pekerja federal akan membuat para PNS itu mengalami intimidasi dan tekanan politik yang tidak semestinya," ungkap ketua komite dalam surat mereka.

Dalam surat pada Selasa, Partai Demokrat mengatakan, “Perintah itu akan mempercepat perekrutan orang yang ditunjuk secara politik ke dalam pekerjaan tanpa memperhatikan prestasi dan menempatkan mereka dalam peran yang paling baik dilayani oleh pegawai sipil karier termasuk ekonom, ilmuwan, dan analis data."

DPR dan Senat Demokrat secara terpisah meminta Kantor Akuntabilitas Pemerintah di Kongres yang nonpartisan untuk memantau pelaksanaan perintah tersebut.

Mereka memperingatkan, peringah itu dapat mengakibatkan "eksodus massal" karyawan federal dalam beberapa pekan mendatang.

“Kantor Manajemen dan Anggaran Gedung Putih (OMB) telah meminta untuk mengklasifikasikan ulang 88% tenaga kerja dari 425 pekerja ke kategori baru,” ungkap laporan Real Clear Politics pekan ini.

OMB tidak menanggapi permintaan informasi berulang kali.

Perintah tersebut telah menuai kecaman dari Federasi Pegawai Pemerintah Amerika, yang mewakili 700.000 pekerja pemerintah federal dan Washington DC, dan Serikat Pekerja Perbendaharaan Nasional, yang mewakili 150.000 pekerja federal.

Seorang juru bicara Kantor Manajemen Personalia yang harus menandatangani reklasifikasi itu mengatakan periode peninjauan masih terbuka.

Biden berjanji membatalkan perintah eksekutif lainnya oleh Trump yang menargetkan para pekerja federal begitu dia menjabat.

Tetapi setiap langkah untuk membasmi loyalis Trump dapat melanggar larangan pemecatan orang karena afiliasi partisan, satu-satunya perlindungan layanan sipil yang tetap utuh untuk pekerja kategori Schedule F.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More