Saudi Tekan Bangladesh Keluarkan Paspor untuk Rohingya
Jum'at, 09 Oktober 2020 - 06:06 WIB
RIYADH - Arab Saudi mengancam mengembalikan para pekerja Bangladesh dari Saudi jika Bangladesh tidak mengeluarkan paspor untuk sekitar 54.000 Rohingya yang telah tinggal di Saudi selama puluhan tahun.
Menghadapi persekusi sistematis di Myanmar dan “pembersihan etnik”, puluhan ribu Rohingya mengungsi di Saudi hampir sejak 40 tahun silam.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Bangladesh AK Abdul Momen mengungkapkan bahwa Saudi meminta Dhaka memberikan paspor Bangladesh pada Rohingya itu karena Saudi tidak mau menampung orang tanpa negara.
“Banyak dari pengungsi itu tidak pernah datang ke Bangladesh dan tidak tahu tentang negara ini. Mereka tahu budaya Saudi dan bicara bahasa Arab,” kata Momen, dilansir Memo.
Myanmar menolak klaim komunitas Rohingya bahwa mereka asli dari negara bagian Rakhine dan Myanmar tak mengakui mereka sebagai warganegara.
Bangladesh menyatakan telah kesulitan menangani lebih dari satu juta pengungsi Rohingya. Meski demikian, Momen menyatakan paspor Bangladesh akan dikeluarkan pada Rohingya yang dapat membuktikan mereka pernah memilikinya.
Misi Bangladesh sejauh ini hanya menemukan sekitar 70 hingga 80 Rohingya di Saudi yang memegang paspor Bangladesh. “Arab Saudi tahu bahwa para pengungsi Rohingya itu warga Myanmar. Kerajaan harus bicara pada negara pertama terkait ini,” kata Momen.
Menurut Dhaka Tribune, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengklarifikasi bahwa Saudi tidak ingin mengirim kembali semua 54.000 Rohingya ke Bangladesh, namun Saudi ingin memastikan mereka memiliki kewarganegaraan karena sesuai hukum lokal, Rohingya tak bisa menjadi warga Saudi.
Deutsche Welle mengutip pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson Centre, Michael Kugelman, menyatakan Bangladesh mungkin berkompromi untuk menyelamatkan pasar tenaga kerjanya.
“Riyadh tahu bahwa para ekspatriat Bangladesh yang bekerja di kerajaan mengirimkan uang ke negara asalnya dan dianggap Dhaka sebagai aset ekonomi kunci,” ujar Kugelman.
“Mengancam untuk mengusir jumlah besar ekspatriat dapat mengirim bel alarm di Dhaka, memberi lebih banyak tekanan pada otoritas Bangladesh untuk mengambil langkah yang mereka lebih ingin tidak mengambilnya,” tutur dia.
Lebih dari dua juta warga Bangladesh bekerja di Saudi, mengirimkan lebih dari USD3,5 miliar dalam bentuk uang yang dikirimkan pulang tahun lalu. Uang tersebut menjadi sumber pendapatan bagi negara berkembang itu. (Baca Juga: RI pada Vanuatu: Berhenti Sebar Tuduhan Tanpa Fakta Soal Papua!)
Sejak pandemi virus corona, sebanyak 140.000 warga Bangladesh di Timur Tengah telah kembali pulang. Sebagian besar khawatir bahwa visa dan izin kerja mereka akan berakhir sebelum mereka dapat kembali bekerja ke luar negeri. (Baca Infografis: Azerbaijan Akui Gunakan Drone Turki di Konflik Nagorno-Karabakh)
Otoritas Bangladesh saat ini bernegosiasi dengan pemerintah Saudi untuk memperpanjang dokumen itu, meski belum jelas berapa banyak pekerja yang akan kembali dan apakah ada majikan yang mempekerjakan mereka. (Lihat Video: Paket Sabu dalam Tahu Goreng Ditangkap dari Seorang Wanita)
Menghadapi persekusi sistematis di Myanmar dan “pembersihan etnik”, puluhan ribu Rohingya mengungsi di Saudi hampir sejak 40 tahun silam.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) Bangladesh AK Abdul Momen mengungkapkan bahwa Saudi meminta Dhaka memberikan paspor Bangladesh pada Rohingya itu karena Saudi tidak mau menampung orang tanpa negara.
“Banyak dari pengungsi itu tidak pernah datang ke Bangladesh dan tidak tahu tentang negara ini. Mereka tahu budaya Saudi dan bicara bahasa Arab,” kata Momen, dilansir Memo.
Myanmar menolak klaim komunitas Rohingya bahwa mereka asli dari negara bagian Rakhine dan Myanmar tak mengakui mereka sebagai warganegara.
Bangladesh menyatakan telah kesulitan menangani lebih dari satu juta pengungsi Rohingya. Meski demikian, Momen menyatakan paspor Bangladesh akan dikeluarkan pada Rohingya yang dapat membuktikan mereka pernah memilikinya.
Misi Bangladesh sejauh ini hanya menemukan sekitar 70 hingga 80 Rohingya di Saudi yang memegang paspor Bangladesh. “Arab Saudi tahu bahwa para pengungsi Rohingya itu warga Myanmar. Kerajaan harus bicara pada negara pertama terkait ini,” kata Momen.
Menurut Dhaka Tribune, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengklarifikasi bahwa Saudi tidak ingin mengirim kembali semua 54.000 Rohingya ke Bangladesh, namun Saudi ingin memastikan mereka memiliki kewarganegaraan karena sesuai hukum lokal, Rohingya tak bisa menjadi warga Saudi.
Deutsche Welle mengutip pakar Asia Selatan di Woodrow Wilson Centre, Michael Kugelman, menyatakan Bangladesh mungkin berkompromi untuk menyelamatkan pasar tenaga kerjanya.
“Riyadh tahu bahwa para ekspatriat Bangladesh yang bekerja di kerajaan mengirimkan uang ke negara asalnya dan dianggap Dhaka sebagai aset ekonomi kunci,” ujar Kugelman.
“Mengancam untuk mengusir jumlah besar ekspatriat dapat mengirim bel alarm di Dhaka, memberi lebih banyak tekanan pada otoritas Bangladesh untuk mengambil langkah yang mereka lebih ingin tidak mengambilnya,” tutur dia.
Lebih dari dua juta warga Bangladesh bekerja di Saudi, mengirimkan lebih dari USD3,5 miliar dalam bentuk uang yang dikirimkan pulang tahun lalu. Uang tersebut menjadi sumber pendapatan bagi negara berkembang itu. (Baca Juga: RI pada Vanuatu: Berhenti Sebar Tuduhan Tanpa Fakta Soal Papua!)
Sejak pandemi virus corona, sebanyak 140.000 warga Bangladesh di Timur Tengah telah kembali pulang. Sebagian besar khawatir bahwa visa dan izin kerja mereka akan berakhir sebelum mereka dapat kembali bekerja ke luar negeri. (Baca Infografis: Azerbaijan Akui Gunakan Drone Turki di Konflik Nagorno-Karabakh)
Otoritas Bangladesh saat ini bernegosiasi dengan pemerintah Saudi untuk memperpanjang dokumen itu, meski belum jelas berapa banyak pekerja yang akan kembali dan apakah ada majikan yang mempekerjakan mereka. (Lihat Video: Paket Sabu dalam Tahu Goreng Ditangkap dari Seorang Wanita)
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda