Penggantian Hakim Agung AS Tentukan Pertarungan Pemilu Presiden AS
Senin, 21 September 2020 - 13:15 WIB
WASHINGTON - Kematian anggota hakim Mahkamah Agung Ruth Bader Ginsburg mengguncang perpolitikan Amerika Serikat (AS). Penentuan dan pemilihan pengganti Ginsburg juga akan menentukan pertarungan Pemilu Presiden AS.
Kekosongan hakim agung dan penentuan hakim agung itu juga menjadi kartu kunci untuk mendukung kemenangan Presiden Donald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat.
Ginsburg dikenal sebagai hakim yang memperjuangkan hak-hak sipil, aborsi, imigrasi, dan perawatan kesehatan. Kematiannya memberikan kesempatan bagi Trump untuk memperluas mayoritas konservatif pada komposisi hakim agung. (Baca: DPR Akan Bahas Perppu Pilkada Jilid II)
Posisi hakim agung juga menyangkut keseimbangan ideologi di Mahkamah Agung yang menjadi pertarungan. Trump sangat berkepentingan untuk mengganti ikon liberal dengan hakim konservatif. Dia dan Republik berkepentingan untuk memberikan hadiah kepada pendukungnya dalam memilih hakim yang memiliki peluang untuk membatalkan hak aborsi.
Bagaimanapun ini menciptakan pertarungan politik brutal dan berisiko tinggi, yang terjadi pada saat AS sudah penuh dengan perselisihan partisan dan tekanan psikologis.
“Sela pada posisi hakim agung menjadi kartu buas pada pertarungan,” kata Jim Manley, mantan penasihat Senator Harry Reid yang pernah menjadi pemimpin Partai Demokrat di Senat dilansir Reuters.
Jika Trump berhasil menunjuk hakim agung dari kalangan konservatif, maka itu akan memicu perpecahan dan polarisasi AS kurang 50 hari sebelum pemilu. Trump sendiri akan menominasikan pengganti Ginsburg tanpa menunda. Pemilihan pengganti Ginsburg juga akan mengalihkan kritikan tajam terhadap pengelolaan pandemi virus korona dan resesi ekonomi. (Baca juga: Sahabat Nabi Tidak Bermazhab, Benarkah?)
“Itu akan menjadi pertarungan besar. Itu akan berdampak serius terhadap pemilu,” kata David Gergen, penasihat politik yang pernah menjabat pada empat presiden AS, baik Republik dan Demokrat. Selama Trump berkuasa, dia sudah menunjuk dua hakim konservatif, yakni Neil Gorsuch pada 2017 dan Brett Kavanaugh pada 2018. Mahkamah Agung saat ini dipandang memiliki mayoritas konservatif 5–4 dalam banyak kasus.
Demokrat mampu menggalang dana senilai USD60 juta dalam 19 jam sejak kematian Ginsburg pada Jumat lalu. Dana yang dikumpulkan melalui situs donasi online ActBlue menunjukkan Demokrat sangat berkepentingan untuk menentukan pengganti Ginsburg.
Pemimpin mayoritas Senat Partai Republik akan mendukung hakim yang dinominasikan Trump. Sementara Demokrat menyerukan agar kursi hakim agung dikosongkan hingga 20 Januari setelah ada keputusan pemenang Pemilu Presiden AS dan pelantikan presiden. Lobi penentuan hakim agung juga dilakukan lintas partai.
Dengan memilih pengganti Ginsburg, tentu membuat marah Demokrat yang akan mencatat bahwa Partai Republik menolak kesempatan mantan Presiden Barack Obama untuk mengisi kursi kosong pada 2016 selama berbulan-bulan. Di sisi lain, Partai Republik juga tidak akan menunggu karena berisiko membiarkan calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden menunjuk pengganti Ginsburg pada 2021. (Lihat videonya: Bom Pesawat Sukhoi TNI AU Jatuh ke Permukiman Warga di Takalar)
Semua mengindikasikan Partai Republik akan mencoba pilihan pertama. Kekhawatiran atas kemunafikan akan mencair saat janji pengadilan seumur hidup sedang berlangsung. “Ini masalah besar, pemilihan agung akan berlangsung cepat,” kata Manley. “Ada potensi nyata terjadinya perbedaan pendapat di antara Senat Republik. Namun, banyak yang ingin memberikan dukungan nominasi dari Trump,” ujarnya.
Ketika Trump terus tertinggal dalam jajak pendapat selama beberapa bulan terakhir, Demokrat ingin menjadikan pemilu presiden sebagai referendum bagi Trump khususnya respons terhadap pandemi korona. “Selama satu pekan, Donald Trump tidak berbicara tentang virus korona dan itu menjadi hal positif baginya,” ujar Joel Payne, pakar strategi politik Demokrat yang bekerja untuk pencalonan Hillary Clinton pada 2016. (Andika H Mustaqim)
Kekosongan hakim agung dan penentuan hakim agung itu juga menjadi kartu kunci untuk mendukung kemenangan Presiden Donald Trump dari Partai Republik dan Joe Biden dari Partai Demokrat.
Ginsburg dikenal sebagai hakim yang memperjuangkan hak-hak sipil, aborsi, imigrasi, dan perawatan kesehatan. Kematiannya memberikan kesempatan bagi Trump untuk memperluas mayoritas konservatif pada komposisi hakim agung. (Baca: DPR Akan Bahas Perppu Pilkada Jilid II)
Posisi hakim agung juga menyangkut keseimbangan ideologi di Mahkamah Agung yang menjadi pertarungan. Trump sangat berkepentingan untuk mengganti ikon liberal dengan hakim konservatif. Dia dan Republik berkepentingan untuk memberikan hadiah kepada pendukungnya dalam memilih hakim yang memiliki peluang untuk membatalkan hak aborsi.
Bagaimanapun ini menciptakan pertarungan politik brutal dan berisiko tinggi, yang terjadi pada saat AS sudah penuh dengan perselisihan partisan dan tekanan psikologis.
“Sela pada posisi hakim agung menjadi kartu buas pada pertarungan,” kata Jim Manley, mantan penasihat Senator Harry Reid yang pernah menjadi pemimpin Partai Demokrat di Senat dilansir Reuters.
Jika Trump berhasil menunjuk hakim agung dari kalangan konservatif, maka itu akan memicu perpecahan dan polarisasi AS kurang 50 hari sebelum pemilu. Trump sendiri akan menominasikan pengganti Ginsburg tanpa menunda. Pemilihan pengganti Ginsburg juga akan mengalihkan kritikan tajam terhadap pengelolaan pandemi virus korona dan resesi ekonomi. (Baca juga: Sahabat Nabi Tidak Bermazhab, Benarkah?)
“Itu akan menjadi pertarungan besar. Itu akan berdampak serius terhadap pemilu,” kata David Gergen, penasihat politik yang pernah menjabat pada empat presiden AS, baik Republik dan Demokrat. Selama Trump berkuasa, dia sudah menunjuk dua hakim konservatif, yakni Neil Gorsuch pada 2017 dan Brett Kavanaugh pada 2018. Mahkamah Agung saat ini dipandang memiliki mayoritas konservatif 5–4 dalam banyak kasus.
Demokrat mampu menggalang dana senilai USD60 juta dalam 19 jam sejak kematian Ginsburg pada Jumat lalu. Dana yang dikumpulkan melalui situs donasi online ActBlue menunjukkan Demokrat sangat berkepentingan untuk menentukan pengganti Ginsburg.
Pemimpin mayoritas Senat Partai Republik akan mendukung hakim yang dinominasikan Trump. Sementara Demokrat menyerukan agar kursi hakim agung dikosongkan hingga 20 Januari setelah ada keputusan pemenang Pemilu Presiden AS dan pelantikan presiden. Lobi penentuan hakim agung juga dilakukan lintas partai.
Dengan memilih pengganti Ginsburg, tentu membuat marah Demokrat yang akan mencatat bahwa Partai Republik menolak kesempatan mantan Presiden Barack Obama untuk mengisi kursi kosong pada 2016 selama berbulan-bulan. Di sisi lain, Partai Republik juga tidak akan menunggu karena berisiko membiarkan calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden menunjuk pengganti Ginsburg pada 2021. (Lihat videonya: Bom Pesawat Sukhoi TNI AU Jatuh ke Permukiman Warga di Takalar)
Semua mengindikasikan Partai Republik akan mencoba pilihan pertama. Kekhawatiran atas kemunafikan akan mencair saat janji pengadilan seumur hidup sedang berlangsung. “Ini masalah besar, pemilihan agung akan berlangsung cepat,” kata Manley. “Ada potensi nyata terjadinya perbedaan pendapat di antara Senat Republik. Namun, banyak yang ingin memberikan dukungan nominasi dari Trump,” ujarnya.
Ketika Trump terus tertinggal dalam jajak pendapat selama beberapa bulan terakhir, Demokrat ingin menjadikan pemilu presiden sebagai referendum bagi Trump khususnya respons terhadap pandemi korona. “Selama satu pekan, Donald Trump tidak berbicara tentang virus korona dan itu menjadi hal positif baginya,” ujar Joel Payne, pakar strategi politik Demokrat yang bekerja untuk pencalonan Hillary Clinton pada 2016. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda