AS Ancam Beri Sanksi Produsen Senjata yang Jual Senjata ke Iran
Kamis, 17 September 2020 - 03:09 WIB
WASHINGTON - Pemerintah Donald Trump mengancam memberlakukan sanksi Amerika Serikat (AS) kepada pada setiap produsen senjata internasional yang menjual produknya kepada Iran . Sanksi akan diterapkan ketika Washington melihat embargo senjata PBB untuk Teheran diberlakukan kembali.
Ancaman disampaikan oleh utusan khusus AS untuk Iran, Elliott Abrams, dalam briefing dengan wartawan beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan Amerika akan kembali ke PBB untuk mencoba mengembalikan sanksi terhadap Iran minggu depan. Upaya Washington ini, menurut laporan Reuters, Kamis (17/9/2020), berat karena kurangnya dukungan dari anggota Dewan Keamanan PBB. (Baca: Dewan Keamanan PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Dewan Keamanan PBB dengan tegas menolak upaya AS pada 14 Agustus lalu untuk memperpanjang embargo senjata internasional terhadap Iran melebihi batas kedaluwarsanya pada Oktober. Namun, Amerika Serikat terus melanjutkan upayanya berdasarkan interpretasi hukumnya sendiri.
Embargo senjata terhadap Iran pertama kali dijatuhkan pada 2007, jauh sebelum perjanjian nuklir Iran 2015 dibuat oleh AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran. Kesepakatan itu, yang menciptakan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, memberi Iran kelonggaran sanksi ekonomi dengan imbalan negara itu tidak mengembangkan senjata nuklir.
AS, yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, berpendapat bahwa embargo senjata tidak boleh dibiarkan berakhir karena Iran terus mendukung organisasi teroris. Tetapi Rusia dan China mengatakan AS tidak memiliki tempat untuk memberikan resolusi pada kesepakatan yang tidak lagi menjadi bagiannya, dan sekutu Eropa menyatakan keprihatinan bahwa memperpanjang embargo akan menyebabkan Iran menarik diri dari kesepakatan tersebut dan mulai mengembangkan senjata nuklir. (Baca juga: DK PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran, AS Kecewa Berat )
Dari 15 negara Dewan Keamanan PBB, 11 negara abstain, dua negara mendukung dan dua lainnya tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China—dua negara yang memberikan suara tidak—masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.
Ancaman disampaikan oleh utusan khusus AS untuk Iran, Elliott Abrams, dalam briefing dengan wartawan beberapa jam setelah Menteri Luar Negeri Michael Pompeo mengatakan Amerika akan kembali ke PBB untuk mencoba mengembalikan sanksi terhadap Iran minggu depan. Upaya Washington ini, menurut laporan Reuters, Kamis (17/9/2020), berat karena kurangnya dukungan dari anggota Dewan Keamanan PBB. (Baca: Dewan Keamanan PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran )
Dewan Keamanan PBB dengan tegas menolak upaya AS pada 14 Agustus lalu untuk memperpanjang embargo senjata internasional terhadap Iran melebihi batas kedaluwarsanya pada Oktober. Namun, Amerika Serikat terus melanjutkan upayanya berdasarkan interpretasi hukumnya sendiri.
Embargo senjata terhadap Iran pertama kali dijatuhkan pada 2007, jauh sebelum perjanjian nuklir Iran 2015 dibuat oleh AS, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, China, dan Iran. Kesepakatan itu, yang menciptakan berakhirnya embargo senjata pada Oktober 2020, memberi Iran kelonggaran sanksi ekonomi dengan imbalan negara itu tidak mengembangkan senjata nuklir.
AS, yang meninggalkan kesepakatan nuklir Iran pada 2018, berpendapat bahwa embargo senjata tidak boleh dibiarkan berakhir karena Iran terus mendukung organisasi teroris. Tetapi Rusia dan China mengatakan AS tidak memiliki tempat untuk memberikan resolusi pada kesepakatan yang tidak lagi menjadi bagiannya, dan sekutu Eropa menyatakan keprihatinan bahwa memperpanjang embargo akan menyebabkan Iran menarik diri dari kesepakatan tersebut dan mulai mengembangkan senjata nuklir. (Baca juga: DK PBB Tolak Perpanjang Embargo Senjata Iran, AS Kecewa Berat )
Dari 15 negara Dewan Keamanan PBB, 11 negara abstain, dua negara mendukung dan dua lainnya tidak. AS membutuhkan sembilan suara untuk menang, tetapi Rusia dan China—dua negara yang memberikan suara tidak—masing-masing memiliki hak veto dan akan mampu mengalahkan resolusi tersebut bahkan jika disahkan. Republik Dominika adalah satu-satunya negara yang memberikan suara mendukung AS.
(min)
tulis komentar anda