Dinding Yerusalem Jadi Kanvas Politik Kesepakatan Normalisasi
Rabu, 16 September 2020 - 15:49 WIB
YERUSALEM - Dinding benteng Yerusalem digunakan untuk perang pesan antara Israel dan Palestina seiring kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain.
Dinding benteng itu awalnya dibangun untuk perlindungan saat perang. Kini selama upacara penandatanganan kesepakatan normalisasi di Gedung Putih, gambar bendera Israel , Bahrain, UEA dan Amerika Serikat (AS) diproyeksikan di dinding Kota Tua itu.
Dinding yang dibangun pada abad 16 oleh Sultan Turki Suleiman itu juga digunakan warga Palestina untuk menegaskan penolakan pada kesepakatan itu. Palestina menganggap kesepakatan itu sebagai pengkhianatan oleh negara-negara Arab yang seharusnya membela hak rakyat Palestina.
Sepekan setelah kesepakatan Israel- UEA diumumkan, Palestina membentangkan spanduk hitam bergambar Presiden Palestina Mahmoud Abbas di dinding dekat Gerbang Damaskus dengan tulisan “Pemilik yang Sah”.
“Kami menyeru pemerintah Abu Dhabi di Uni Emirat Arab untuk mundur pada sikap Arab dan Islam serta mundur dari kesepakatan memalukan,” papar spanduk Palestina itu.
Yerusalem diklaim oleh Israel dan Palestina sebagai ibu kota mereka. Kota itu pun menjadi jantung dalam konflik Israel dan Palestina. (Baca Juga: Netanyahu: Damai dengan Arab Pompa Jutaan Dolar ke Kas Israel)
Israel menganggap semua wilayah Yerusalem sebagai ibu kota abadi dan tak bisa dibagi-bagi. Yerusalem, termasuk dinding Kota Tua dicaplok Israel secara ilegal pada perang Timur Tengah 1967. (Baca Infografis: Burevestnik : Rudal Jelajah Nuklir Rusia dengan Jangkauan Global)
Namun Palestina ingin Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua sebagai ibu kota negara masa depan mereka, termasuk wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. (Lihat Video: Ratusan Pengunjung Kafe di Jepara Asyik Berjoget dan Tidak Mematuhi Protokol Kesehatan)
Dinding benteng itu awalnya dibangun untuk perlindungan saat perang. Kini selama upacara penandatanganan kesepakatan normalisasi di Gedung Putih, gambar bendera Israel , Bahrain, UEA dan Amerika Serikat (AS) diproyeksikan di dinding Kota Tua itu.
Dinding yang dibangun pada abad 16 oleh Sultan Turki Suleiman itu juga digunakan warga Palestina untuk menegaskan penolakan pada kesepakatan itu. Palestina menganggap kesepakatan itu sebagai pengkhianatan oleh negara-negara Arab yang seharusnya membela hak rakyat Palestina.
Sepekan setelah kesepakatan Israel- UEA diumumkan, Palestina membentangkan spanduk hitam bergambar Presiden Palestina Mahmoud Abbas di dinding dekat Gerbang Damaskus dengan tulisan “Pemilik yang Sah”.
“Kami menyeru pemerintah Abu Dhabi di Uni Emirat Arab untuk mundur pada sikap Arab dan Islam serta mundur dari kesepakatan memalukan,” papar spanduk Palestina itu.
Yerusalem diklaim oleh Israel dan Palestina sebagai ibu kota mereka. Kota itu pun menjadi jantung dalam konflik Israel dan Palestina. (Baca Juga: Netanyahu: Damai dengan Arab Pompa Jutaan Dolar ke Kas Israel)
Israel menganggap semua wilayah Yerusalem sebagai ibu kota abadi dan tak bisa dibagi-bagi. Yerusalem, termasuk dinding Kota Tua dicaplok Israel secara ilegal pada perang Timur Tengah 1967. (Baca Infografis: Burevestnik : Rudal Jelajah Nuklir Rusia dengan Jangkauan Global)
Namun Palestina ingin Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua sebagai ibu kota negara masa depan mereka, termasuk wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza. (Lihat Video: Ratusan Pengunjung Kafe di Jepara Asyik Berjoget dan Tidak Mematuhi Protokol Kesehatan)
(sya)
tulis komentar anda