Giliran Australia Gagal Bendung Resesi Akibat Pandemi Corona

Kamis, 03 September 2020 - 08:10 WIB
Foto/dok
SYDNEY - Pandemi Covid-19 bukan hanya mengancam kesehatan manusia, tapi juga menghantam perekonomian dunia. Akibat pandemi tersebut, hampir semua negara dunia mengalami resesi, termasuk negara maju. Kendati krisis yang terjadi tidak seberat krisis 1998.

Berbagai upaya yang dilakukan seperti mengeluarkan paket bantuan miliaran dollar AS demi menjaga stabilitas dan keberlangsungan ekonomi nasional tidak mampu membendung pertumbuhan negatif ekonomi riil. Australia menjadi negara teranyar yang melaporkan adanya pertumbuhan negatif. (Baca: Kepemimpinan KAMI Sudah Final, Struktur Anggota Segera Dibentuk)

Peristiwa itu tidak pernah menimpa Australia sejak hampir 30 tahun lalu. Seperti dilansir BBC, produk domestik bruto (PDB) Australia menyusut 7% pada kuartal kedua (Q2) dibandingkan Q1, terburuk sejak 1959.

Padahal, Australia pernah selamat dari krisis moneter pada 2008 mengingat perdagangan dengan China stabil. Tahun ini Australia tidak dapat mengelak. Selain terjadi bencana alam seperti kebakaran hutan yang sangat ekstrem, Australia juga terkena wabah virus corona Covid-19 yang menyebar luas ke negara lain.

Pertumbuhan ekonomi Australia menurun, menyusul rendahnya daya beli masyarakat. Sekalipun pemerintah dan bank sentral memberikan bantuan keuangan, sebagian bisnis dan perusahaan tidak mampu bertahan dan ambruk. Kendati begitu, Australia masih beruntung dibandingkan negara maju lain.



Sebelumnya negara-negara maju lain sudah mengumumkan resesi. Ekonomi Amerika Serikat (AS) menyusut hingga 9,5%, sedangkan Prancis dan Jepang masing-masing susut 13,8% dan 7,6%. Inggris bahkan mengalami penurunan hingga 20,4%. Dampaknya di lapangan besar. Selain daya belanja masyarakat menurun, banyak toko dan pabrik di berbagai sektor bangkrut. (Baca juga: Pesta Gay di Kuningan Jakarta Digerebek, Puluhan Pria Diamankan Polisi)

Seperti dilansir BBC, penurunan ini tidak terlepas dari kebijakan lockdown yang melumpuhkan aktivitas bisnis, investasi, dan ekonomi. Tak sedikit toko, hotel, restoran, bengkel, dan perusahaan yang tak dapat beroperasi. Sektor layanan jasa yang menyumbangkan 4/5 dari ekonomi Inggris juga menelan kerugian besar.

Pembatasan operasi pabrik juga menyebabkan produksi menjadi lambat. Penurunan itu terkonsentrasi pada April atau selama puncak lockdown. Dengan kondisi yang memburuk, Pemerintah Inggris berupaya memulihkan ekonomi dan membuka lockdown pada Juni. Namun, pertumbuhannya masih merangkak-rangkak.

Pemerintah Inggris mengatakan resesi ini akan menyebabkan lebih banyak pengangguran bulan depan. Antara April hingga Juni saja 220.000 orang telah dipecat. Kanselir Rishi Sunak mengatakan pemerintah akan menjelaskan situasi ini apa adanya dan tidak akan memberikan janji nonrealistis.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More