China Sudah Ungguli AS dalam Jumlah AL, Rudal Darat dan Sistem Rudal Udara
Rabu, 02 September 2020 - 10:25 WIB
WASHINGTON - Laporan terbaru Pentagon tentang kekuatan militer China telah menunjukkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah melampaui militer Amerika Serikat (AS) dalam hal jumlah Angkatan Laut, rudal darat, dan sistem pertahanan rudal udara canggih.
Kantor Pentagon mengeluarkan laporan tahunan "Military and Security Developments Involving the People's Republic of China (PRC)", yang merinci bagaimana sebuah negara yang diidentifikasi sebagai pesaing strategis utama Amerika Serikat itu telah maju. (Baca juga : Selain Pistol Buatan Turki, Tri Nugraha Juga Miliki 2 Senpi di Rumahnya )
Dokumen tersebut dimulai dengan merefleksikan bagaimana laporan milenial Pentagon dua dekade lalu sebagian besar menepis kebangkitan PLA, namun sekarang PLA berada di jalur untuk menjadi apa yang digambarkan oleh Presiden Xi Jinping sebagai "militer kelas dunia" sebelum pertengahan abad ini. (Baca: China Diserukan Usir atau Tabrak Kapal Perang India jika Masuk Laut China Selatan )
Pentagon mengartikan hal ini bahwa Beijing akan berusaha mengembangkan militer pada pertengahan abad yang setara dengan—atau dalam beberapa kasus lebih tinggi dari—militer AS, atau kekuatan besar lainnya yang dianggap Republik Rakyat China (RRC) sebagai ancaman. (Baca juga : Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya )
"PRC telah menyusun sumber daya, teknologi, dan kemauan politik selama dua dekade terakhir untuk memperkuat dan memodernisasi PLA hampir dalam segala hal," bunyi penilaian laporan Pentagon, seperti dilansir Newsweek, Rabu (2/9/2020).
"Faktanya, ditemukan bahwa China sudah lebih unggul dari Amerika Serikat dalam bidang-bidang tertentu seperti pembuatan kapal, rudal balistik dan rudal jelajah konvensional berbasis darat, dan sistem pertahanan udara terintegrasi," lanjut penilaian tersebut.
Soal kapal, menurut laporan Pentagon, China telah berhasil menumpuk Angkatan Laut terbesar di dunia dengan sekitar 350 kapal dan kapal selam, termasuk lebih dari 130 kapal perang permukaan utama.
Sebagai perbandingan, Angkatan Laut AS memiliki sekitar 293 kapal dalam kekuatan tempurnya. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )
Pada konferensi pers yang mendahului rilis laporan tersebut, Wakil Asisten Menteri Pertahanan Chad Sbragia mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat diperkirakan akan memiliki 10 kapal tambahan pada akhir tahun ini. "Bagaimanapun, pasti ada lebih banyak kekuatan Angkatan Laut daripada jumlah kapal," ujarnya.
"Saya juga akan menarik perhatian Anda ke sistem persenjataan dan penting untuk menyoroti keunggulan pembuatan kapal China dalam hal ukuran armadanya, baik dalam konteks ambisi modernisasi yang lebih luas, militer kelas virtual," paparnya.
“Ini tantangan jangka panjang dan tidak hanya dibatasi oleh satu variabel, yaitu jumlah kapal, kapasitas tonase, kapabilitas, lokasi, postur, aktivitas, dan aspek lainnya,” imbuh dia.
Mengenai topik kekuatan rudal, Sbragia mengatakan China merasa memiliki keunggulan asimetris atas kekuatan regional tidak terkecuali Amerika Serikat, dan perkembangan serta perluasannya telah signifikan.
Menurut laporan Pentagon, China juga memiliki lebih dari 1.250 rudal balistik yang diluncurkan di darat (GLBM) dan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat (GLCM) dengan jangkauan antara 500 dan 5.500 kilometer, atau sekitar 310 dan 3.420 mil.
AS sendiri dilarang memproduksi senjata semacam itu berdasarkan Perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF) 1987 dengan Rusia. Namun, Washington telah keluar dari perjanjian itu.
Sejak meninggalkan INF pada Agustus tahun lalu, AS telah menguji masing-masing GLCM kelas menengah dan satu GLBM dalam perkembangan yang menuai kritik dari China dan Rusia. (Baca juga: Hebat! Pesawat F-16 TNI AU Bisa Tembak 4 Target Sekaligus Tanpa Melihat )
Selain penyerangan, China juga berinvestasi dalam pertahanan, menetapkan apa yang oleh laporan Pentagon disebut sebagai "salah satu kekuatan terbesar di dunia dari sistem pertahanan rudal surface-to-air jarak jauh yang canggih. Ini termasuk S-400 Rusia yang canggih, S-300 dan sistem yang diproduksi di dalam negeri yang merupakan bagian dari arsitektur sistem pertahanan udara terintegrasi yang kuat.
Untuk pertama kalinya, Pentagon tahun ini merilis perkiraan stok nuklir China, yang diperkirakan berada di kisaran terendah 200-an buah hulu ledak. Namun, laporan kali ini mengatakan bahwa jumlah hulu ledak nuklir Beijing diproyeksikan akan menjadi setidaknya dua kali lipat selama satu dekade berikutnya.
AS sendiri diperkiraan memiliki 5.800 hulu ledak nuklir. China telah berhasil meningkatkan kesiapan pasukan nuklirnya dengan beralih ke postur peluncuran saat peringatan (LOW) dengan kekuatan berbasis silo yang diperluas. Namun, tidak seperti AS, China telah menjanjikan kebijakan yang melarangnya sebagai pengguna pertama senjata nuklir.
China berpendapat bahwa perbedaan besar dalam persenjataannya dibandingkan dengan Rusia dan AS berarti tidak perlu untuk bergabung dengan pakta kontrol senjata bilateral yang ada antara Moskow dan Washington meskipun ada keinginan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menahan kemampuan China. Trump dan para pejabat tingginya telah bergerak untuk melawan kebangkitan militer, politik dan ekonomi China, dengan menuduh Beijing melakukan pelanggaran keamanan, kemanusiaan, dan perdagangan.
Kantor Pentagon mengeluarkan laporan tahunan "Military and Security Developments Involving the People's Republic of China (PRC)", yang merinci bagaimana sebuah negara yang diidentifikasi sebagai pesaing strategis utama Amerika Serikat itu telah maju. (Baca juga : Selain Pistol Buatan Turki, Tri Nugraha Juga Miliki 2 Senpi di Rumahnya )
Dokumen tersebut dimulai dengan merefleksikan bagaimana laporan milenial Pentagon dua dekade lalu sebagian besar menepis kebangkitan PLA, namun sekarang PLA berada di jalur untuk menjadi apa yang digambarkan oleh Presiden Xi Jinping sebagai "militer kelas dunia" sebelum pertengahan abad ini. (Baca: China Diserukan Usir atau Tabrak Kapal Perang India jika Masuk Laut China Selatan )
Pentagon mengartikan hal ini bahwa Beijing akan berusaha mengembangkan militer pada pertengahan abad yang setara dengan—atau dalam beberapa kasus lebih tinggi dari—militer AS, atau kekuatan besar lainnya yang dianggap Republik Rakyat China (RRC) sebagai ancaman. (Baca juga : Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya )
"PRC telah menyusun sumber daya, teknologi, dan kemauan politik selama dua dekade terakhir untuk memperkuat dan memodernisasi PLA hampir dalam segala hal," bunyi penilaian laporan Pentagon, seperti dilansir Newsweek, Rabu (2/9/2020).
"Faktanya, ditemukan bahwa China sudah lebih unggul dari Amerika Serikat dalam bidang-bidang tertentu seperti pembuatan kapal, rudal balistik dan rudal jelajah konvensional berbasis darat, dan sistem pertahanan udara terintegrasi," lanjut penilaian tersebut.
Soal kapal, menurut laporan Pentagon, China telah berhasil menumpuk Angkatan Laut terbesar di dunia dengan sekitar 350 kapal dan kapal selam, termasuk lebih dari 130 kapal perang permukaan utama.
Sebagai perbandingan, Angkatan Laut AS memiliki sekitar 293 kapal dalam kekuatan tempurnya. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )
Pada konferensi pers yang mendahului rilis laporan tersebut, Wakil Asisten Menteri Pertahanan Chad Sbragia mengatakan kepada wartawan pada hari Senin bahwa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat diperkirakan akan memiliki 10 kapal tambahan pada akhir tahun ini. "Bagaimanapun, pasti ada lebih banyak kekuatan Angkatan Laut daripada jumlah kapal," ujarnya.
"Saya juga akan menarik perhatian Anda ke sistem persenjataan dan penting untuk menyoroti keunggulan pembuatan kapal China dalam hal ukuran armadanya, baik dalam konteks ambisi modernisasi yang lebih luas, militer kelas virtual," paparnya.
“Ini tantangan jangka panjang dan tidak hanya dibatasi oleh satu variabel, yaitu jumlah kapal, kapasitas tonase, kapabilitas, lokasi, postur, aktivitas, dan aspek lainnya,” imbuh dia.
Mengenai topik kekuatan rudal, Sbragia mengatakan China merasa memiliki keunggulan asimetris atas kekuatan regional tidak terkecuali Amerika Serikat, dan perkembangan serta perluasannya telah signifikan.
Menurut laporan Pentagon, China juga memiliki lebih dari 1.250 rudal balistik yang diluncurkan di darat (GLBM) dan rudal jelajah yang diluncurkan dari darat (GLCM) dengan jangkauan antara 500 dan 5.500 kilometer, atau sekitar 310 dan 3.420 mil.
AS sendiri dilarang memproduksi senjata semacam itu berdasarkan Perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF) 1987 dengan Rusia. Namun, Washington telah keluar dari perjanjian itu.
Sejak meninggalkan INF pada Agustus tahun lalu, AS telah menguji masing-masing GLCM kelas menengah dan satu GLBM dalam perkembangan yang menuai kritik dari China dan Rusia. (Baca juga: Hebat! Pesawat F-16 TNI AU Bisa Tembak 4 Target Sekaligus Tanpa Melihat )
Selain penyerangan, China juga berinvestasi dalam pertahanan, menetapkan apa yang oleh laporan Pentagon disebut sebagai "salah satu kekuatan terbesar di dunia dari sistem pertahanan rudal surface-to-air jarak jauh yang canggih. Ini termasuk S-400 Rusia yang canggih, S-300 dan sistem yang diproduksi di dalam negeri yang merupakan bagian dari arsitektur sistem pertahanan udara terintegrasi yang kuat.
Untuk pertama kalinya, Pentagon tahun ini merilis perkiraan stok nuklir China, yang diperkirakan berada di kisaran terendah 200-an buah hulu ledak. Namun, laporan kali ini mengatakan bahwa jumlah hulu ledak nuklir Beijing diproyeksikan akan menjadi setidaknya dua kali lipat selama satu dekade berikutnya.
AS sendiri diperkiraan memiliki 5.800 hulu ledak nuklir. China telah berhasil meningkatkan kesiapan pasukan nuklirnya dengan beralih ke postur peluncuran saat peringatan (LOW) dengan kekuatan berbasis silo yang diperluas. Namun, tidak seperti AS, China telah menjanjikan kebijakan yang melarangnya sebagai pengguna pertama senjata nuklir.
China berpendapat bahwa perbedaan besar dalam persenjataannya dibandingkan dengan Rusia dan AS berarti tidak perlu untuk bergabung dengan pakta kontrol senjata bilateral yang ada antara Moskow dan Washington meskipun ada keinginan oleh pemerintahan Presiden Donald Trump untuk menahan kemampuan China. Trump dan para pejabat tingginya telah bergerak untuk melawan kebangkitan militer, politik dan ekonomi China, dengan menuduh Beijing melakukan pelanggaran keamanan, kemanusiaan, dan perdagangan.
(min)
Lihat Juga :
tulis komentar anda