Putin: Bermuka Dua, Para Pemimpin Barat Merasa Dipilih oleh Tuhan
Selasa, 17 Desember 2024 - 20:01 WIB
MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan negara-negara Barat terus bertindak seolah-olah mereka adalah wakil Tuhan di Bumi dengan mencoba mempertahankan dominasi global mereka melalui penerapan aturan-aturan yang bermuka dua.
Berbicara dalam pertemuan pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Senin (16/12/2024), Putin mencatat situasi militer dan politik di dunia tetap rumit dan tidak stabil, menunjuk pada pertumpahan darah di Timur Tengah dan wilayah-wilayah lain di dunia.
Presiden menyatakan pemerintahan Amerika Serikat (AS) saat ini, serta sebagian besar pemerintah Barat lainnya, masih berusaha mempertahankan hegemoni global mereka dan memaksa masyarakat internasional untuk bermain sesuai dengan "apa yang disebut aturan" mereka yang terus-menerus berubah dan terdistorsi dengan cara yang nyaman bagi mereka.
"Faktanya, hanya ada satu aturan yang stabil: tidak ada aturan bagi mereka yang membuat aturan, bagi mereka yang menganggap diri mereka sebagai pemimpin seluruh dunia, mereka yang menganggap diri mereka sebagai wakil Tuhan di Bumi, meskipun mereka sendiri tidak percaya pada Tuhan," tegas Putin.
Dia mengatakan, mereka yang menolak bermain sesuai aturan Barat akan menjadi sasaran perang hibrida dan "kebijakan penahanan," seperti yang telah dilakukan terhadap Rusia.
"Dalam upaya untuk melemahkan negara kita, untuk menimbulkan kekalahan strategis bagi kita, AS terus memompa rezim penguasa yang tidak sah secara de facto di Kiev dengan senjata dan uang, mengirim tentara bayaran dan penasihat militer dan dengan demikian mendorong eskalasi konflik lebih lanjut," ungkap presiden Rusia.
Dia juga menuduh Barat menanamkan rasa takut kepada warganya dengan secara efektif memprovokasi Rusia dan mendorongnya ke "garis merah" dan kemudian menggunakan respons itu untuk semakin menakut-nakuti penduduk mereka.
Putin menekankan dukungan Barat yang berkelanjutan untuk Ukraina, serta perluasan dan penyebaran senjata yang berkelanjutan di dekat perbatasan Rusia, mendorong Moskow ke titik di mana ia pada akhirnya tidak akan punya pilihan lain selain membalas.
Dia menyebutkan Rusia telah mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan keamanannya dan keamanan sekutunya, seperti memperbarui doktrin nuklirnya dan melengkapi angkatan darat, angkatan laut, dan pasukan nuklir strategisnya dengan senjata modern.
Pada bulan November, Rusia secara resmi merevisi doktrin nuklirnya, dengan menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir.
Menurut dokumen tersebut, Moskow berhak mengerahkan persenjataan nuklirnya terhadap serangan nuklir atau konvensional yang menimbulkan "ancaman kritis terhadap kedaulatan dan/atau integritas teritorialnya."
Doktrin yang direvisi tersebut juga menyatakan serangan terhadap Rusia oleh negara asing yang tidak memiliki senjata pemusnah massal, tetapi didukung oleh kekuatan nuklir, harus dianggap sebagai serangan gabungan oleh keduanya.
Berbicara dalam pertemuan pejabat tinggi Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Senin (16/12/2024), Putin mencatat situasi militer dan politik di dunia tetap rumit dan tidak stabil, menunjuk pada pertumpahan darah di Timur Tengah dan wilayah-wilayah lain di dunia.
Presiden menyatakan pemerintahan Amerika Serikat (AS) saat ini, serta sebagian besar pemerintah Barat lainnya, masih berusaha mempertahankan hegemoni global mereka dan memaksa masyarakat internasional untuk bermain sesuai dengan "apa yang disebut aturan" mereka yang terus-menerus berubah dan terdistorsi dengan cara yang nyaman bagi mereka.
"Faktanya, hanya ada satu aturan yang stabil: tidak ada aturan bagi mereka yang membuat aturan, bagi mereka yang menganggap diri mereka sebagai pemimpin seluruh dunia, mereka yang menganggap diri mereka sebagai wakil Tuhan di Bumi, meskipun mereka sendiri tidak percaya pada Tuhan," tegas Putin.
Dia mengatakan, mereka yang menolak bermain sesuai aturan Barat akan menjadi sasaran perang hibrida dan "kebijakan penahanan," seperti yang telah dilakukan terhadap Rusia.
"Dalam upaya untuk melemahkan negara kita, untuk menimbulkan kekalahan strategis bagi kita, AS terus memompa rezim penguasa yang tidak sah secara de facto di Kiev dengan senjata dan uang, mengirim tentara bayaran dan penasihat militer dan dengan demikian mendorong eskalasi konflik lebih lanjut," ungkap presiden Rusia.
Dia juga menuduh Barat menanamkan rasa takut kepada warganya dengan secara efektif memprovokasi Rusia dan mendorongnya ke "garis merah" dan kemudian menggunakan respons itu untuk semakin menakut-nakuti penduduk mereka.
Putin menekankan dukungan Barat yang berkelanjutan untuk Ukraina, serta perluasan dan penyebaran senjata yang berkelanjutan di dekat perbatasan Rusia, mendorong Moskow ke titik di mana ia pada akhirnya tidak akan punya pilihan lain selain membalas.
Dia menyebutkan Rusia telah mengambil langkah-langkah tambahan untuk memastikan keamanannya dan keamanan sekutunya, seperti memperbarui doktrin nuklirnya dan melengkapi angkatan darat, angkatan laut, dan pasukan nuklir strategisnya dengan senjata modern.
Pada bulan November, Rusia secara resmi merevisi doktrin nuklirnya, dengan menurunkan ambang batas penggunaan senjata nuklir.
Menurut dokumen tersebut, Moskow berhak mengerahkan persenjataan nuklirnya terhadap serangan nuklir atau konvensional yang menimbulkan "ancaman kritis terhadap kedaulatan dan/atau integritas teritorialnya."
Doktrin yang direvisi tersebut juga menyatakan serangan terhadap Rusia oleh negara asing yang tidak memiliki senjata pemusnah massal, tetapi didukung oleh kekuatan nuklir, harus dianggap sebagai serangan gabungan oleh keduanya.
Baca Juga
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda