Senator AS Ancam Tindakan Militer terhadap ICC setelah Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu
Minggu, 24 November 2024 - 06:29 WIB
WASHINGTON - Senator Amerika Serikat (AS) Tom Cotton mengancam tindakan militer terhadap Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) setelah pengadilan tersebut mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
Cotton akan menggunakan hukum AS yang kontroversial yang dikenal sebagai “The Hague Invasion Act [Undang-Undang Invasi Den Haag]”.
Dalam pernyataan yang menghasut di media sosial, Cotton, yang didanai oleh Komite Urusan Publik Israel Amerika (AIPAC) yang terkenal kejam, menyatakan: “ICC adalah pengadilan yang tidak masuk akal dan Karim Khan adalah seorang fanatik yang gila.”
Karim Khan adalah kepala jaksa ICC yang memohon pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin rezim Zionis Israel atas kejahatan perang di Gaza, Palestina.
“Celaka baginya dan siapa pun yang mencoba menegakkan surat perintah yang melanggar hukum ini. Izinkan saya mengingatkan mereka semua: hukum Amerika tentang ICC dikenal sebagai Undang-Undang Invasi Den Haag karena suatu alasan. Pikirkanlah,” ancam Cotton, seperti dikutip Middle East Monitor, Minggu (24/11/2024).
The American Service-Members’ Protection Act (Undang-Undang Perlindungan Anggota Layanan Amerika), yang dijuluki “Undang-Undang Invasi Den Haag”, disahkan pada tahun 2002 untuk melindungi personel dan sekutu AS dari penuntutan ICC.
Undang-undang tersebut memberi wewenang kepada Presiden AS untuk menggunakan semua cara yang diperlukan dan tepat—termasuk kekuatan militer—untuk membebaskan personel Amerika atau sekutu yang ditahan oleh ICC di Den Haag.
Ancaman Cotton muncul setelah hakim praperadilan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan kemarin untuk Netanyahu dan Gallant atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanisaan di Gaza.
Keduanya dituduh menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya di Gaza.
Menurut ICC, pengadilan memutuskan ada alasan yang masuk akal bahwa pengepungan dan serangan Israel di Gaza menciptakan kondisi kehidupan yang diperhitungkan untuk menyebabkan kehancuran sebagian penduduk sipil.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden dengan cepat menolak keputusan ICC, di mana juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menyatakan kekhawatiran yang mendalam.
Para politisi AS dari kedua partai besar telah mengutuk putusan ICC, salah satunya Senator Lindsey Graham—sekutu Presiden terpilih Donald Trump—yang menyerukan penjatuhan sanksi terhadap pejabat ICC.
Negara-negara anggota ICC termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada telah mengindikasikan bahwa Netanyahu akan ditangkap jika dia memasuki negara mereka.
"Jika Netanyahu datang ke Inggris, kewajiban kami berdasarkan Konvensi Roma adalah menangkapnya berdasarkan surat perintah dari ICC,” kata Emily Thornberry, Ketua Komite Urusan Luar Negeri dari Partai Buruh.
Cotton akan menggunakan hukum AS yang kontroversial yang dikenal sebagai “The Hague Invasion Act [Undang-Undang Invasi Den Haag]”.
Dalam pernyataan yang menghasut di media sosial, Cotton, yang didanai oleh Komite Urusan Publik Israel Amerika (AIPAC) yang terkenal kejam, menyatakan: “ICC adalah pengadilan yang tidak masuk akal dan Karim Khan adalah seorang fanatik yang gila.”
Karim Khan adalah kepala jaksa ICC yang memohon pengadilan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap para pemimpin rezim Zionis Israel atas kejahatan perang di Gaza, Palestina.
“Celaka baginya dan siapa pun yang mencoba menegakkan surat perintah yang melanggar hukum ini. Izinkan saya mengingatkan mereka semua: hukum Amerika tentang ICC dikenal sebagai Undang-Undang Invasi Den Haag karena suatu alasan. Pikirkanlah,” ancam Cotton, seperti dikutip Middle East Monitor, Minggu (24/11/2024).
The American Service-Members’ Protection Act (Undang-Undang Perlindungan Anggota Layanan Amerika), yang dijuluki “Undang-Undang Invasi Den Haag”, disahkan pada tahun 2002 untuk melindungi personel dan sekutu AS dari penuntutan ICC.
Undang-undang tersebut memberi wewenang kepada Presiden AS untuk menggunakan semua cara yang diperlukan dan tepat—termasuk kekuatan militer—untuk membebaskan personel Amerika atau sekutu yang ditahan oleh ICC di Den Haag.
Ancaman Cotton muncul setelah hakim praperadilan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan kemarin untuk Netanyahu dan Gallant atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanisaan di Gaza.
Keduanya dituduh menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan dan kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya di Gaza.
Menurut ICC, pengadilan memutuskan ada alasan yang masuk akal bahwa pengepungan dan serangan Israel di Gaza menciptakan kondisi kehidupan yang diperhitungkan untuk menyebabkan kehancuran sebagian penduduk sipil.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden dengan cepat menolak keputusan ICC, di mana juru bicara Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, menyatakan kekhawatiran yang mendalam.
Para politisi AS dari kedua partai besar telah mengutuk putusan ICC, salah satunya Senator Lindsey Graham—sekutu Presiden terpilih Donald Trump—yang menyerukan penjatuhan sanksi terhadap pejabat ICC.
Negara-negara anggota ICC termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada telah mengindikasikan bahwa Netanyahu akan ditangkap jika dia memasuki negara mereka.
"Jika Netanyahu datang ke Inggris, kewajiban kami berdasarkan Konvensi Roma adalah menangkapnya berdasarkan surat perintah dari ICC,” kata Emily Thornberry, Ketua Komite Urusan Luar Negeri dari Partai Buruh.
(mas)
tulis komentar anda