Inilah Detail Rencana Donald Trump Akhiri Perang Rusia-Ukraina
Jum'at, 13 September 2024 - 10:18 WIB
WASHINGTON - Donald Trump, calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) dari Partai Republik, memiliki usulan konkret untuk mengakhiri perang Rusia-Ukraina. Demikian disampaikan menurut pasangannya, Senator Ohio JD Vance.
Trump telah berulang kali mengatakan bahwa dia akan menghentikan perang dalam 24 jam jika terpilih sebagai presiden Amerika, yang terbaru disampaikan pada debat Selasa malam melawan capres Partai Demokrat Kamala Harris.
"Untuk mengakhiri perang, Anda membutuhkan seseorang yang pertama-tama ditakuti orang," kata Vance kepada mantan anggota pasukan khusus SEAL Angkatan Laut AS yang juga mantan kontraktor CIA Shawn Ryan dalam sebuah wawancara podcast.
"Anda perlu khawatir jika Donald Trump—atau amit-amit, Kamala Harris—mengatakan sesuatu, bahwa mereka benar-benar bersungguh-sungguh. Tetapi Anda mempercayainya dengan Donald Trump, Anda tidak mempercayainya dengan Kamala Harris. Itulah pencegahan," paparnya.
Ketika ditanya tentang seperti apa usulan perdamaian dari Trump, Vance menguraikan skenario yang menurutnya mungkin.
"Garis kontak saat ini akan menjadi zona demiliterisasi, diperkuat dengan sangat ketat agar Rusia tidak menyerang lagi,” katanya kepada Ryan, yang dikutip Russia Today, Jumat (13/9/2024).
Ukraina, urai Vance, akan tetap mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya, tetapi Rusia mendapat jaminan netralitas dari Ukraina."Tidak bergabung dengan NATO atau lembaga serupa lainnya," ujarnya.
Sementara itu, rekonstruksi Ukraina harus didanai terutama oleh Jerman dan negara-negara Uni Eropa, yang dituduh Vance sebagai penanggung jawab upaya perang Kyiv.
“Saya pikir pada akhirnya seperti itulah bentuknya,” paparnya.
"Karena mereka takut padanya [Trump] di Rusia. Mereka takut padanya di Eropa, karena dia benar-benar bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan," imbuh Vance.
Menurut Vance, Moskow, Kyiv, dan Uni Eropa semuanya ingin konflik berakhir. "Tetapi pertempuran terus berlanjut karena [Presiden AS Joe] Biden tertidur di belakang kemudi dan Harris tidak tahu apa yang sedang dilakukannya," katanya.
"Kebijakan mereka adalah menghamburkan uang untuk masalah ini, berharap Ukraina mampu mencapai kemenangan militer yang bahkan Ukraina katakan 'tidak dapat kita capai'," paparnya.
Sementara posisi Trump, kata Vance, harus kuat dan cerdas serta bernegosiasi untuk mengakhiri perang tersebut.
Kemudian dalam acara itu, Vance mengatakan dia muak menyia-nyiakan nyawa orang Amerika dengan menjadi polisi dunia dan menyebut kebijakan AS saat ini terhadap Rusia "bodoh".
Vance telah secara terbuka menentang pendanaan lebih lanjut AS untuk upaya perang Ukraina, menuduh Gedung Putih tidak memiliki rencana yang layak untuk kemenangan Kyiv.
Dalam opini di New York Times pada bulan April, dia berpendapat bahwa kemenangan akan membutuhkan lebih banyak pasukan daripada yang mungkin dapat dikerahkan Ukraina dan lebih banyak senjata daripada yang dapat diproduksi AS.
Rusia telah menyatakan kenetralan Ukraina sebagai salah satu tujuan utamanya.
Sementara itu, Kyiv telah mengesampingkan pembicaraan apa pun yang tidak didasarkan pada "formula perdamaian" Presiden Volodymyr Zelensky, daftar tuntutan maksimalis yang diejek Moskow sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
Trump telah berulang kali mengatakan bahwa dia akan menghentikan perang dalam 24 jam jika terpilih sebagai presiden Amerika, yang terbaru disampaikan pada debat Selasa malam melawan capres Partai Demokrat Kamala Harris.
"Untuk mengakhiri perang, Anda membutuhkan seseorang yang pertama-tama ditakuti orang," kata Vance kepada mantan anggota pasukan khusus SEAL Angkatan Laut AS yang juga mantan kontraktor CIA Shawn Ryan dalam sebuah wawancara podcast.
Baca Juga
"Anda perlu khawatir jika Donald Trump—atau amit-amit, Kamala Harris—mengatakan sesuatu, bahwa mereka benar-benar bersungguh-sungguh. Tetapi Anda mempercayainya dengan Donald Trump, Anda tidak mempercayainya dengan Kamala Harris. Itulah pencegahan," paparnya.
Ketika ditanya tentang seperti apa usulan perdamaian dari Trump, Vance menguraikan skenario yang menurutnya mungkin.
"Garis kontak saat ini akan menjadi zona demiliterisasi, diperkuat dengan sangat ketat agar Rusia tidak menyerang lagi,” katanya kepada Ryan, yang dikutip Russia Today, Jumat (13/9/2024).
Ukraina, urai Vance, akan tetap mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya, tetapi Rusia mendapat jaminan netralitas dari Ukraina."Tidak bergabung dengan NATO atau lembaga serupa lainnya," ujarnya.
Sementara itu, rekonstruksi Ukraina harus didanai terutama oleh Jerman dan negara-negara Uni Eropa, yang dituduh Vance sebagai penanggung jawab upaya perang Kyiv.
“Saya pikir pada akhirnya seperti itulah bentuknya,” paparnya.
"Karena mereka takut padanya [Trump] di Rusia. Mereka takut padanya di Eropa, karena dia benar-benar bersungguh-sungguh dengan apa yang dia katakan," imbuh Vance.
Menurut Vance, Moskow, Kyiv, dan Uni Eropa semuanya ingin konflik berakhir. "Tetapi pertempuran terus berlanjut karena [Presiden AS Joe] Biden tertidur di belakang kemudi dan Harris tidak tahu apa yang sedang dilakukannya," katanya.
"Kebijakan mereka adalah menghamburkan uang untuk masalah ini, berharap Ukraina mampu mencapai kemenangan militer yang bahkan Ukraina katakan 'tidak dapat kita capai'," paparnya.
Sementara posisi Trump, kata Vance, harus kuat dan cerdas serta bernegosiasi untuk mengakhiri perang tersebut.
Kemudian dalam acara itu, Vance mengatakan dia muak menyia-nyiakan nyawa orang Amerika dengan menjadi polisi dunia dan menyebut kebijakan AS saat ini terhadap Rusia "bodoh".
Vance telah secara terbuka menentang pendanaan lebih lanjut AS untuk upaya perang Ukraina, menuduh Gedung Putih tidak memiliki rencana yang layak untuk kemenangan Kyiv.
Dalam opini di New York Times pada bulan April, dia berpendapat bahwa kemenangan akan membutuhkan lebih banyak pasukan daripada yang mungkin dapat dikerahkan Ukraina dan lebih banyak senjata daripada yang dapat diproduksi AS.
Rusia telah menyatakan kenetralan Ukraina sebagai salah satu tujuan utamanya.
Sementara itu, Kyiv telah mengesampingkan pembicaraan apa pun yang tidak didasarkan pada "formula perdamaian" Presiden Volodymyr Zelensky, daftar tuntutan maksimalis yang diejek Moskow sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda