Analis: Filipina Akan Jadi Target Jika AS dan China Perang Nuklir
Senin, 26 Agustus 2024 - 15:02 WIB
“Militer Filipina juga harus memiliki sistem pertahanan udara yang memiliki persediaan amunisi yang signifikan. Selain itu, kemampuan peperangan elektronik sangat penting untuk melumpuhkan kemampuan penargetan mereka meskipun mereka memiliki keunggulan jangkauan," paparnya.
Sejak menjabat pada tahun 2022, Marcos telah menganut kebijakan luar negeri yang berpusat pada AS, dengan memberikan Washington akses ke sembilan lokasi militer berdasarkan Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA).
Namun, Espeña memperingatkan bahwa jika terjadi perang nuklir, China berpotensi melumpuhkan unit-unit AS yang beroperasi di garis depan ini, sehingga Filipina “terisolasi untuk berperang sendiri”.
Dia bersugesti angkatan bersenjata Filipina mungkin dapat melancarkan respons asimetris, dengan memanfaatkan kemampuan pasukan khusus negara itu untuk mengidentifikasi dan menargetkan lokasi peluncuran rudal utama.
Meningkatnya ketegangan nuklir juga telah memicu peringatan keras dari Rusia.
Pada bulan Juli, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa sistem persenjataan AS yang sekarang ditempatkan di Filipina dapat memprovokasi Moskow untuk melanjutkan produksi rudal dan berpotensi menyebarkannya di luar perbatasan Rusia.
Sistem peluncur rudal Typhon AS dikerahkan ke Filipina pada bulan April untuk latihan militer gabungan tahunan Balikatan kedua negara.
Sistem Typhon mampu menembakkan rudal antipesawat SM-6 dan Rudal Serang Darat Tomahawk, dengan jangkauan operasional masing-masing lebih dari 240 km (150 mil) dan 2.500 km.
Sistem Typhon tetap berada di Luzon utara untuk memungkinkan pasukan Filipina membiasakan diri dengan sistem tersebut.
Namun, Filipina tidak mungkin menjadi "target utama" jika terjadi konflik konvensional besar antara China dan AS, menurut Chris Gardiner, CEO Institute for Regional Security di Canberra, Australia.
Sejak menjabat pada tahun 2022, Marcos telah menganut kebijakan luar negeri yang berpusat pada AS, dengan memberikan Washington akses ke sembilan lokasi militer berdasarkan Enhanced Defence Cooperation Agreement (EDCA).
Namun, Espeña memperingatkan bahwa jika terjadi perang nuklir, China berpotensi melumpuhkan unit-unit AS yang beroperasi di garis depan ini, sehingga Filipina “terisolasi untuk berperang sendiri”.
Dia bersugesti angkatan bersenjata Filipina mungkin dapat melancarkan respons asimetris, dengan memanfaatkan kemampuan pasukan khusus negara itu untuk mengidentifikasi dan menargetkan lokasi peluncuran rudal utama.
Meningkatnya ketegangan nuklir juga telah memicu peringatan keras dari Rusia.
Pada bulan Juli, Presiden Rusia Vladimir Putin memperingatkan bahwa sistem persenjataan AS yang sekarang ditempatkan di Filipina dapat memprovokasi Moskow untuk melanjutkan produksi rudal dan berpotensi menyebarkannya di luar perbatasan Rusia.
Sistem peluncur rudal Typhon AS dikerahkan ke Filipina pada bulan April untuk latihan militer gabungan tahunan Balikatan kedua negara.
Sistem Typhon mampu menembakkan rudal antipesawat SM-6 dan Rudal Serang Darat Tomahawk, dengan jangkauan operasional masing-masing lebih dari 240 km (150 mil) dan 2.500 km.
Sistem Typhon tetap berada di Luzon utara untuk memungkinkan pasukan Filipina membiasakan diri dengan sistem tersebut.
Namun, Filipina tidak mungkin menjadi "target utama" jika terjadi konflik konvensional besar antara China dan AS, menurut Chris Gardiner, CEO Institute for Regional Security di Canberra, Australia.
tulis komentar anda