Israel Tuding Hizbullah Dalang Pengeboman Markas Zionis di Tyre pada 1982

Jum'at, 28 Juni 2024 - 20:45 WIB
Para pendukung Pemimpin Hizbullah Lebanon Sayyed Hassan Nasrallah mengibarkan bendera selama kampanye pemilihan umum di Tyre, Lebanon, 9 Mei 2022. Foto/REUTERS/Aziz Taher
TEL AVIV - Hasil penyelidikan Israel mengungkap serangan bom bunuh diri tahun 1982 di Lebanon selatan yang menewaskan puluhan tentara Israel dilakukan Hizbullah dan bukan kebocoran gas seperti yang diklaim sebelumnya oleh Israel.

Ledakan itu terjadi pada 11 November 1982 di kota pelabuhan Tyre, yang menargetkan markas besar militer Israel. Ledakan itu menewaskan 76 tentara Israel dan 15 tahanan Lebanon dan meratakan bangunan itu.

Itu adalah operasi pertama Hizbullah sejak didirikan pada tahun yang sama.



Israel telah lama bersikeras ledakan itu adalah akibat dari tabung gas yang meledak.

“Operasi itu dilakukan oleh Hizbullah dan bukan dari ledakan gas seperti yang diklaim badan-badan Israel hingga hari ini," ungkap kesimpulan Komite Investigasi Militer Khusus di Israel, yang dibentuk sekitar setahun yang lalu.

Temuan komite tersebut dilaporkan oleh surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth.

Yedioth Ahronoth mengatakan komite akan menyampaikan temuannya kepada kepala badan intelijen Israel, pemerintah, dan keluarga tentara yang tewas setelah menyelesaikan laporannya.

Penyelidikan tersebut mengatakan klaim Israel bahwa pengeboman itu adalah ledakan gas merupakan alasan untuk menutupi kegagalan negara itu dalam menghadapi kelompok Hizbullah yang baru lahir.

Menurut Yedioth Ahronoth, komite tersebut tidak hanya menyelidiki pengeboman itu sendiri, tetapi juga upaya Israel untuk menutupinya.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dilaporkan menulis surat kepada keluarga tentara yang tewas pada tahun 2021 untuk menegaskan kembali bahwa ledakan itu memang akibat kebocoran gas yang tidak disengaja, dan membantah klaim ini adalah kebohongan.

Namun, penyelidikan telah menunjukkan sebaliknya.

Gerakan Syiah Hizbullah didirikan pada tahun 1982 dengan bantuan Korps Garda Revolusi Islam Iran sebagai pasukan gerilya, pada tahun yang sama Israel melakukan invasi penuh ke Lebanon, mencapai Beirut.

Sejak saat itu, Hizbullah telah berkembang menjadi salah satu pasukan paramiliter paling terkemuka di dunia, dengan persenjataan yang setara dengan angkatan bersenjata nasional.

Hizbullah menolak menyerahkan persenjataannya selama Israel terus menjadi ancaman.

Israel dan Hizbullah telah berperang beberapa kali dan saat ini terlibat dalam bentrokan lintas perbatasan yang sengit yang mengakibatkan ratusan korban jiwa, kota-kota dan desa-desa yang hancur, dan puluhan ribu orang mengungsi di kedua sisi perbatasan.

Pertempuran terjadi bersamaan dengan perang Israel di Gaza. Hizbullah menolak menghentikan serangan sebelum gencatan senjata dicapai di Jalur Gaza.

Ada kekhawatiran regional dan internasional yang berkembang bahwa pertempuran tersebut dapat meningkat menjadi konflik regional yang besar-besaran.

(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More