Armenia Resmi Akui Negara Palestina, Israel Terpukul

Sabtu, 22 Juni 2024 - 09:46 WIB
Orang-orang meneriakkan, Bebaskan Palestina, dalam protes untuk mendukung warga Palestina. Foto/REUTERS/Andreea Campeanu
YEREVAN - Armenia secara resmi mengakui negara Palestina, menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Armenia pada Jumat (21/6/2024).

Kementerian tersebut mengutip "situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza" di antara alasan di balik keputusannya.

Langkah Armenia itu disambut baik oleh Otoritas Palestina (PA) dan Hamas, serta memicu teguran dari Israel.

“Yerevan menolak kekerasan terhadap warga sipil dan penyanderaan,” ungkap pernyataan Kemlu Armenia.



Mereka menegaskan berkomitmen untuk membangun "rekonsiliasi abadi antara orang-orang Yahudi dan Palestina". Pernyataan itu menegaskan kembali dukungan Armenia untuk solusi "dua negara".

"Berdasarkan hal tersebut di atas dan menegaskan kembali komitmen kami terhadap hukum internasional dan prinsip-prinsip kesetaraan, kedaulatan, dan hidup berdampingan secara damai antar-masyarakat, Republik Armenia mengakui Negara Palestina," tegas pernyataan itu.

Otoritas Palestina yang berpusat di Ramallah, yang memiliki kewenangan terbatas di bawah pendudukan Israel di Tepi Barat, memuji pengakuan tersebut sebagai, "Penting bagi upaya yang bertujuan membangun stabilitas dan perdamaian di Timur Tengah dengan mengakhiri pendudukan ilegal Israel dan memastikan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri."



Hamas, otoritas penguasa de facto di Jalur Gaza, juga menyambut baik keputusan tersebut. "Langkah penting lainnya dalam perjalanan untuk membangun pengakuan internasional atas hak-hak dan aspirasi rakyat Palestina untuk mengakhiri pendudukan Zionis-Nazi dan mendirikan negara yang merdeka dan berdaulat penuh dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," ungkap pernyataan Hamas.

Kemlu Israel mengatakan pihaknya memanggil duta besar Armenia di Israel untuk "teguran keras".

Armenia termasuk di antara 121 negara yang mendukung resolusi di Majelis Umum PBB pada 27 Oktober yang menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, tempat genosida Israel kini telah menewaskan lebih dari 37.400 warga Palestina dan melukai 85.000 orang lainnya.

Pada tahun 2016, Serzh Sargsyan, presiden Armenia saat itu, mengatakan dia mendukung hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri dalam wawancara dengan saluran berita Lebanon, Al Mayadeen TV.

Dia menegaskan dirinya tidak pernah melakukan kunjungan resmi ke Israel.

“Banyak hal yang menghubungkan kami dengan rakyat Palestina. Saya tidak ingin mendalami sejarahnya, tetapi kami memiliki sikap yang sangat positif terhadap mereka," ungkap dia.

Hubungan Armenia-Palestina yang kuat memiliki sejarah yang panjang. Kehadiran Armenia di Yerusalem dimulai sejak abad ke-4 dan dianggap sebagai komunitas diaspora tertua yang masih hidup di luar Armenia.

Sejak tahun 1915 dan seterusnya, ketika 1,5 juta etnis Armenia dibantai di seluruh semenanjung Anatolia, komunitas tersebut membengkak karena ribuan korban melarikan diri dan bermukim kembali di kawasan Armenia di Yerusalem.

Namun populasinya telah menurun di tengah penganiayaan Israel dan ketidakstabilan ekonomi. Saat ini, ada 4.500 orang Armenia yang tinggal di Palestina, dibandingkan dengan 15.000 orang pada tahun 1948.

Masalah Keadilan Sejarah



Pengumuman Armenia mengikuti langkah serupa dari Spanyol, Irlandia, dan Norwegia, yang bulan lalu secara resmi mengakui negara Palestina.

Mereka bergabung dengan lebih dari 140 negara anggota PBB yang telah mengakui kenegaraan Palestina selama empat dekade terakhir.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menegaskan pengakuan tersebut merupakan “masalah keadilan historis”.

“Satu-satunya jalan menuju terciptanya perdamaian adalah pembentukan negara Palestina, yang hidup berdampingan dengan negara Israel,” ujar dia.

“Negara Palestina harus dapat berdiri dengan Tepi Barat dan Gaza yang dihubungkan oleh koridor dan dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” papar Sanchez.

Pengakuan tersebut memicu kemarahan dari para politisi Israel, yang mendorong mereka menarik duta besar mereka dari ketiga negara tersebut.

Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, menuduh Sanchez dari Spanyol sebagai “mitra hasutan” untuk “genosida” Yahudi. Pernyataan Katz itu jelas bertentangan dengan kenyataan karena Israel sendirilah yang kini melakukan genosida di Gaza.

Sebagian besar negara di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan mengakui negara Palestina.

Meskipun semakin banyak negara anggota Uni Eropa (UE) yang mengumumkan pengakuan, hanya 11 dari 27 negara yang telah mengambil langkah tersebut, termasuk Bulgaria, Siprus, Ceko, Hongaria, Polandia, Rumania, Slowakia, dan Swedia.

Khususnya, Prancis, Belgia, Denmark, Estonia, Yunani, Luksemburg, Portugal, Slovenia, dan Malta, negara-negara anggota UE yang tidak mengakui Palestina, termasuk di antara negara-negara yang memberikan suara mendukung upaya Palestina untuk menjadi anggota PBB pada 10 Mei.

Dalam beberapa pekan terakhir, Slovenia dan Malta telah mengindikasikan mereka berencana melakukan langkah yang sama.

Prancis terus menunda keputusannya, dengan Presiden Emmanuel Macron mengatakan dia sedang menunggu "waktu yang tepat" untuk mengambil langkah tersebut.

Posisi UE juga dipegang oleh negara-negara barat lainnya seperti Amerika Serikat dan Inggris yang menjadi pemasok senjata yang digunakan Israel untuk membantai warga Palestina.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More