AS Anggap Ukraina Tambang Emas Rp195.583 Triliun, Tak Akan Biarkan Rusia Menang Perang
Selasa, 11 Juni 2024 - 08:57 WIB
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) tidak bisa membiarkan Rusia meraih kemenangan dalam perang melawan Ukraina karena hal ini berarti kehilangan akses langsung terhadap aset mineral yang sangat besar.
Hal itu disampaikan Senator Amerika Lindsey Graham, politisi terkemuka Partai Republik asal South Carolina.
Dalam wawancara dengan program "Face the Nation" di CBS, Graham menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai seorang “megalomaniak” yang berupaya untuk menciptakan kembali Kekaisaran Rusia dengan kekuatan senjata, dimulai dari Ukraina.
Dia lebih lanjut mengeklaim bahwa jika Moskow memenangkan perang saat ini, maka mereka akan mengambil alih kekayaan Ukraina dan membaginya dengan China.
Graham menggambarkan prospek tersebut sebagai sesuatu yang konyol, dan menyarankan bahwa akan lebih baik jika apa yang dia anggap sebagai “tambang emas” tersebut tersedia bagi AS.
“Mereka memiliki mineral penting senilai USD10 triliun hingga USD12 triliun di Ukraina. Mereka bisa menjadi negara terkaya di seluruh Eropa," kata Graham, yang dilansir dari Russia Today, Selasa (11/6/2024).
Angka USD12 triliun senilai dengan lebih dari Rp195.583 triliun sesuai kurs sekarang ini.
"Jika kita membantu Ukraina sekarang, mereka bisa menjadi mitra bisnis terbaik yang pernah kita impikan, bahwa aset mineral penting senilai USD10 triliun hingga USD12 triliun dapat digunakan oleh Ukraina dan negara-negara Barat, bukan diberikan kepada Putin dan China,” kata Graham.
"Ini adalah masalah yang sangat besar mengenai bagaimana berakhirnya Ukraina. Mari kita bantu mereka memenangkan perang yang kita tidak mampu untuk kalah. Mereka sedang berada di tambang emas. Memberi Putin USD10 atau USD12 triliun untuk mineral penting yang akan ia bagikan dengan China adalah hal yang konyol," papar Graham.
Graham, yang sudah lama menjadi tokoh garis keras AS terhadap Rusia dan salah satu pendukung paling setia Ukraina di Senat AS, juga meminta negara-negara Barat untuk mempercepat penyitaan aset negara Rusia yang dibekukan senilai USD300 miliar.
Dia mengulangi tuntutannya agar Rusia ditetapkan sebagai “negara sponsor terorisme” berdasarkan hukum AS, sebuah usulan yang pada awal tahun ini memasukkan senator tersebut ke dalam daftar ekstremis dan teroris Moskow.
Sehari sebelum pernyataan Graham muncul, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban berpendapat bahwa Barat ingin Kyiv memenangkan konflik dengan Rusia sehingga negara-negara tersebut dapat mengontrol kekayaan Ukraina.
Dalam sebuah wawancara dengan Hir TV, Orban menuduh AS dan sekutunya melihat Ukraina sebagai sumber pendapatan yang berpotensi besar yang dapat mereka kendalikan, asalkan Rusia dikalahkan.
Dia juga mengatakan konflik ini merupakan dorongan besar bagi “pemasok senjata, kreditor, dan spekulan” Barat, dan berpendapat bahwa inilah alasan konflik ini berlangsung begitu lama.
Moskow telah berulang kali menyatakan selama konflik bahwa tujuannya adalah untuk melindungi penduduk Donbas yang sebagian besar berbahasa Rusia dari penganiayaan yang dilakukan oleh Kyiv, dan untuk memastikan keamanan Rusia sendiri sehubungan dengan ekspansi NATO ke perbatasannya.
Moskow tidak pernah menyatakan niatnya untuk mengambil alih sumber daya Ukraina, namun berulang kali menekankan bahwa wilayah bekas Ukraina yang memilih untuk bergabung dengan Rusia, termasuk Crimea, harus tetap berada di bawah kendalinya.
Hal itu disampaikan Senator Amerika Lindsey Graham, politisi terkemuka Partai Republik asal South Carolina.
Dalam wawancara dengan program "Face the Nation" di CBS, Graham menuduh Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai seorang “megalomaniak” yang berupaya untuk menciptakan kembali Kekaisaran Rusia dengan kekuatan senjata, dimulai dari Ukraina.
Dia lebih lanjut mengeklaim bahwa jika Moskow memenangkan perang saat ini, maka mereka akan mengambil alih kekayaan Ukraina dan membaginya dengan China.
Baca Juga
Graham menggambarkan prospek tersebut sebagai sesuatu yang konyol, dan menyarankan bahwa akan lebih baik jika apa yang dia anggap sebagai “tambang emas” tersebut tersedia bagi AS.
“Mereka memiliki mineral penting senilai USD10 triliun hingga USD12 triliun di Ukraina. Mereka bisa menjadi negara terkaya di seluruh Eropa," kata Graham, yang dilansir dari Russia Today, Selasa (11/6/2024).
Angka USD12 triliun senilai dengan lebih dari Rp195.583 triliun sesuai kurs sekarang ini.
"Jika kita membantu Ukraina sekarang, mereka bisa menjadi mitra bisnis terbaik yang pernah kita impikan, bahwa aset mineral penting senilai USD10 triliun hingga USD12 triliun dapat digunakan oleh Ukraina dan negara-negara Barat, bukan diberikan kepada Putin dan China,” kata Graham.
"Ini adalah masalah yang sangat besar mengenai bagaimana berakhirnya Ukraina. Mari kita bantu mereka memenangkan perang yang kita tidak mampu untuk kalah. Mereka sedang berada di tambang emas. Memberi Putin USD10 atau USD12 triliun untuk mineral penting yang akan ia bagikan dengan China adalah hal yang konyol," papar Graham.
Graham, yang sudah lama menjadi tokoh garis keras AS terhadap Rusia dan salah satu pendukung paling setia Ukraina di Senat AS, juga meminta negara-negara Barat untuk mempercepat penyitaan aset negara Rusia yang dibekukan senilai USD300 miliar.
Dia mengulangi tuntutannya agar Rusia ditetapkan sebagai “negara sponsor terorisme” berdasarkan hukum AS, sebuah usulan yang pada awal tahun ini memasukkan senator tersebut ke dalam daftar ekstremis dan teroris Moskow.
Sehari sebelum pernyataan Graham muncul, Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban berpendapat bahwa Barat ingin Kyiv memenangkan konflik dengan Rusia sehingga negara-negara tersebut dapat mengontrol kekayaan Ukraina.
Dalam sebuah wawancara dengan Hir TV, Orban menuduh AS dan sekutunya melihat Ukraina sebagai sumber pendapatan yang berpotensi besar yang dapat mereka kendalikan, asalkan Rusia dikalahkan.
Dia juga mengatakan konflik ini merupakan dorongan besar bagi “pemasok senjata, kreditor, dan spekulan” Barat, dan berpendapat bahwa inilah alasan konflik ini berlangsung begitu lama.
Moskow telah berulang kali menyatakan selama konflik bahwa tujuannya adalah untuk melindungi penduduk Donbas yang sebagian besar berbahasa Rusia dari penganiayaan yang dilakukan oleh Kyiv, dan untuk memastikan keamanan Rusia sendiri sehubungan dengan ekspansi NATO ke perbatasannya.
Moskow tidak pernah menyatakan niatnya untuk mengambil alih sumber daya Ukraina, namun berulang kali menekankan bahwa wilayah bekas Ukraina yang memilih untuk bergabung dengan Rusia, termasuk Crimea, harus tetap berada di bawah kendalinya.
(mas)
tulis komentar anda