Di Depan Pemimpin Arab, Abbas Salahkan Hamas atas Perang Brutal Israel di Gaza
Jum'at, 17 Mei 2024 - 10:51 WIB
MANAMA - Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas menyalahkan Hamas atas perang brutal Israel di Gaza sekarang ini. Itu disampaikan dalam KTT Liga Arab di Manama, Bahrain, pada Kamis.
Abbas mengatakan Hamas memberi Israel “dalih” untuk melancarkan perang brutal di Gaza dengan operasi militernya ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 yang dikenal sebagai Operasi Badai al-Aqsa.
“Operasi militer yang dilakukan Hamas melalui keputusan sepihak pada hari itu, 7 Oktober, memberi Israel lebih banyak dalih dan pembenaran untuk menyerang Jalur Gaza,” kata Abbas di depan para pemimpin Arab.
Dalam pidatonya di forum tersebut, Abbas mengatakan bahwa pemerintah Palestina belum menerima dukungan finansial yang diharapkan dari mitra internasional dan regional.
“Sekarang menjadi penting untuk mengaktifkan jaring pengaman Arab, untuk meningkatkan ketahanan rakyat kami dan memungkinkan pemerintah melaksanakan tugasnya,” kata Abbas, yang dilansir Al-Arabiya, Jumat (17/5/2024).
Pendanaan untuk Otoritas Palestina, yang memiliki pemerintahan terbatas di Tepi Barat yang diduduki Zionis Israel, telah berkurang drastis karena perselisihan mengenai transfer pendapatan pajak yang dikumpulkan oleh Israel atas nama Palestina.
Selain itu, kontribusi donor internasional dilaporkan menurun—turun dari 30 persen dari anggaran tahunan sebesar USD6 miliar menjadi sekitar 1 persen, menurut mantan Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammad Shtayyeh.
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Palestinian Center for Policy and Survey Research (PSR) pada bulan Desember lalu menunjukkan bahwa dukungan terhadap Hamas meningkat lebih dari tiga kali lipat di Tepi Barat dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Di Jalur Gaza, dukungan terhadap Hamas juga meningkat meskipun terjadi perang dan kondisi sulit yang dialami penduduk di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
"Selain itu, dukungan terhadap Presiden Mahmoud Abbas dan partai Fatahnya turun secara signifikan," kata lembaga tersebut.
“Hal yang sama juga berlaku untuk kepercayaan terhadap Otoritas Palestina secara keseluruhan, karena tuntutan pembubaran PA meningkat hingga hampir 60%, persentase tertinggi yang pernah tercatat dalam jajak pendapat PSR.”
Namun, angka yang paling mengejutkan adalah yang menyangkut Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
“Permintaan pengunduran diri Abbas meningkat hingga sekitar 90 persen, dan bahkan lebih tinggi lagi di Tepi Barat,” menurut jajak pendapat tersebut.
Ketika ditanya tentang operasi militer yang dilakukan Hamas di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, mayoritas—81% hingga 89% responden di Tepi Barat dan 69% di Jalur Gaza—mengatakan itu adalah “tanggapan terhadap serangan pemukim Israel terhadap Masjid al-Aqsa dan warga Palestina serta penahanan orang-orang Palestina di penjara Israel."
Selain itu, mayoritas—72% hingga 82% di Tepi Barat dan 57% di Jalur Gaza—mendukung keputusan Hamas untuk menyerang Israel.
Ketika ditanya apakah mereka menganggap Hamas melakukan kekejaman pada tanggal 7 Oktober, mayoritas menjawab tidak.
Lihat Juga: Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant Jadi Pukulan Keras bagi Israel
Abbas mengatakan Hamas memberi Israel “dalih” untuk melancarkan perang brutal di Gaza dengan operasi militernya ke Israel selatan pada 7 Oktober 2023 yang dikenal sebagai Operasi Badai al-Aqsa.
“Operasi militer yang dilakukan Hamas melalui keputusan sepihak pada hari itu, 7 Oktober, memberi Israel lebih banyak dalih dan pembenaran untuk menyerang Jalur Gaza,” kata Abbas di depan para pemimpin Arab.
Baca Juga
Dalam pidatonya di forum tersebut, Abbas mengatakan bahwa pemerintah Palestina belum menerima dukungan finansial yang diharapkan dari mitra internasional dan regional.
“Sekarang menjadi penting untuk mengaktifkan jaring pengaman Arab, untuk meningkatkan ketahanan rakyat kami dan memungkinkan pemerintah melaksanakan tugasnya,” kata Abbas, yang dilansir Al-Arabiya, Jumat (17/5/2024).
Pendanaan untuk Otoritas Palestina, yang memiliki pemerintahan terbatas di Tepi Barat yang diduduki Zionis Israel, telah berkurang drastis karena perselisihan mengenai transfer pendapatan pajak yang dikumpulkan oleh Israel atas nama Palestina.
Selain itu, kontribusi donor internasional dilaporkan menurun—turun dari 30 persen dari anggaran tahunan sebesar USD6 miliar menjadi sekitar 1 persen, menurut mantan Perdana Menteri Otoritas Palestina Mohammad Shtayyeh.
Dukungan untuk Abbas Merosot
Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Palestinian Center for Policy and Survey Research (PSR) pada bulan Desember lalu menunjukkan bahwa dukungan terhadap Hamas meningkat lebih dari tiga kali lipat di Tepi Barat dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Di Jalur Gaza, dukungan terhadap Hamas juga meningkat meskipun terjadi perang dan kondisi sulit yang dialami penduduk di wilayah kantong yang terkepung tersebut.
"Selain itu, dukungan terhadap Presiden Mahmoud Abbas dan partai Fatahnya turun secara signifikan," kata lembaga tersebut.
“Hal yang sama juga berlaku untuk kepercayaan terhadap Otoritas Palestina secara keseluruhan, karena tuntutan pembubaran PA meningkat hingga hampir 60%, persentase tertinggi yang pernah tercatat dalam jajak pendapat PSR.”
Namun, angka yang paling mengejutkan adalah yang menyangkut Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
“Permintaan pengunduran diri Abbas meningkat hingga sekitar 90 persen, dan bahkan lebih tinggi lagi di Tepi Barat,” menurut jajak pendapat tersebut.
Ketika ditanya tentang operasi militer yang dilakukan Hamas di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, mayoritas—81% hingga 89% responden di Tepi Barat dan 69% di Jalur Gaza—mengatakan itu adalah “tanggapan terhadap serangan pemukim Israel terhadap Masjid al-Aqsa dan warga Palestina serta penahanan orang-orang Palestina di penjara Israel."
Selain itu, mayoritas—72% hingga 82% di Tepi Barat dan 57% di Jalur Gaza—mendukung keputusan Hamas untuk menyerang Israel.
Ketika ditanya apakah mereka menganggap Hamas melakukan kekejaman pada tanggal 7 Oktober, mayoritas menjawab tidak.
Lihat Juga: Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant Jadi Pukulan Keras bagi Israel
(mas)
tulis komentar anda