AS: Boeing Dapat Dituntut atas Tragedi 737 MAX yang Tewaskan 346 Orang, Termasuk Lion Air di Indonesia
Rabu, 15 Mei 2024 - 15:32 WIB
SAN FRANCISCO - Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) pada Selasa mengatakan Boeing dapat dituntut atas dua kecelakaan 737 MAX yang menewaskan 346 orang pada 2018-2019.
Itu termasuk tragedi jatuhnya Lion Air di Laut Jawa, Indonesia, yang menwaskan 189 pada Oktober 2018.
Pejabat departemen tersebut, dalam sebuah surat kepada pengadilan federal di Texas, mengatakan Boeing melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum atas kecelakaan tersebut.
Sebaliknya, pihak Boeing mengatakan kepada AFP, Rabu (15/5/2024): "Kami yakin kami telah menghormati ketentuan perjanjian itu."
Perusahaan itu melanjutkan bahwa pihaknya berencana untuk mempertahankan diri.
Para pejabat AS mengatakan dalam surat mereka bahwa Boeing melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DFA). “Dengan gagal merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya,” kata mereka.
Pelanggaran seperti itu berarti Boeing dapat dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tersebut, menurut pejabat Departemen Kehakiman AS.
Pemerintah sedang mengevaluasi bagaimana tindakan selanjutnya dalam masalah ini dan telah mengarahkan Boeing untuk memberikan tanggapan pada 13 Juni.
Para pejabat AS juga berencana untuk berunding dengan keluarga korban tewas dalam kecelakaan Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302.
“Ini adalah langkah awal yang positif, dan bagi keluarga, ini adalah sebuah langkah yang akan datang dalam waktu yang lama,” kata pengacara Paul Cassell, yang mewakili keluarga korban kecelakaan.
Cassell menyerukan tindakan lebih lanjut dari Departemen Kehakiman dan menambahkan bahwa dia akan mencari rincian mengenai “perbaikan yang memuaskan” atas kesalahan Boeing.
Pada bulan Maret 2019, sebuah Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines jatuh di tenggara Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya.
Ini merupakan kecelakaan kedua dalam lima bulan yang dialami pesawat 737 MAX, lini produk yang dimaksudkan untuk menggantikan 737 NG.
Kecelakaan pertama, yang melibatkan MAX 8 yang dioperasikan oleh Lion Air, terjadi pada bulan Oktober tahun sebelumnya di Laut Jawa, Indonesia dan menyebabkan 189 orang tewas.
Kedua pesawat tersebut jatuh tak lama setelah lepas landas, dan penyelidikan kemudian menunjukkan adanya masalah dengan sistem penerbangan otomatis.
Pesawat tersebut untuk sementara dilarang terbang atau dilarang memasuki wilayah udara di seluruh dunia.
“Kami akan berhubungan dengan Departemen [Kehakiman] dengan sangat transparan, seperti yang kami lakukan sepanjang masa perjanjian,” kata Boeing dalam sebuah pernyataan kepada AFP.
Dikatakan bahwa hal ini juga termasuk "tanggapan terhadap pertanyaan mereka setelah kecelakaan Alaska Airlines 1282."
Ledakan dramatis di tengah penerbangan pada tanggal 5 Januari pada panel badan pesawat di pesawat Alaska Airlines memicu hengkangnya sejumlah pejabat tinggi Boeing—termasuk CEO Dave Calhoun, yang akan mengundurkan diri pada akhir tahun ini.
Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya produksi 737 MAX.
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) AS mendapat kritik tajam setelah jatuhnya dua pesawat Boeing 737 MAX pada tahun 2018 dan 2019.
Namun ketika Boeing menghadapi banyak pertanyaan dan audit di Amerika Serikat dan luar negeri, Boeing berulang kali meyakinkan para kritikus bahwa mereka bekerja “dengan transparansi penuh dan di bawah pengawasan” regulator FAA.
DPA (Department of Personnel & Administration) mewajibkan Boeing membayar denda dan ganti rugi sebesar USD2,5 miliar sebagai imbalan atas kekebalan dari tuntutan pidana terkait tuduhan yang menipu pemerintah selama sertifikasi MAX.
Seorang hakim federal di Texas awal tahun lalu menolak tuntutan keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX terhadap penyelesaian kriminal raksasa penerbangan AS tersebut, dan memutuskan untuk tidak memerintahkan perubahan pada DPA Januari 2021 yang kontroversial.
Keluarga-keluarga tersebut berpendapat bahwa peran Boeing dalam apa yang mereka sebut sebagai “kejahatan korporasi paling mematikan” dalam sejarah AS pantas mendapatkan hukuman pidana—untuk perusahaan tersebut dan para petingginya.
Itu termasuk tragedi jatuhnya Lion Air di Laut Jawa, Indonesia, yang menwaskan 189 pada Oktober 2018.
Pejabat departemen tersebut, dalam sebuah surat kepada pengadilan federal di Texas, mengatakan Boeing melanggar kewajiban berdasarkan perjanjian yang melindunginya dari proses hukum atas kecelakaan tersebut.
Sebaliknya, pihak Boeing mengatakan kepada AFP, Rabu (15/5/2024): "Kami yakin kami telah menghormati ketentuan perjanjian itu."
Perusahaan itu melanjutkan bahwa pihaknya berencana untuk mempertahankan diri.
Baca Juga
Para pejabat AS mengatakan dalam surat mereka bahwa Boeing melanggar kewajibannya berdasarkan perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DFA). “Dengan gagal merancang, menerapkan, dan menegakkan program kepatuhan dan etika untuk mencegah dan mendeteksi pelanggaran undang-undang penipuan AS di seluruh operasinya,” kata mereka.
Pelanggaran seperti itu berarti Boeing dapat dituntut atas segala pelanggaran hukum federal terkait kecelakaan tersebut, menurut pejabat Departemen Kehakiman AS.
Pemerintah sedang mengevaluasi bagaimana tindakan selanjutnya dalam masalah ini dan telah mengarahkan Boeing untuk memberikan tanggapan pada 13 Juni.
Para pejabat AS juga berencana untuk berunding dengan keluarga korban tewas dalam kecelakaan Lion Air Penerbangan 610 dan Ethiopian Airlines Penerbangan 302.
“Ini adalah langkah awal yang positif, dan bagi keluarga, ini adalah sebuah langkah yang akan datang dalam waktu yang lama,” kata pengacara Paul Cassell, yang mewakili keluarga korban kecelakaan.
Cassell menyerukan tindakan lebih lanjut dari Departemen Kehakiman dan menambahkan bahwa dia akan mencari rincian mengenai “perbaikan yang memuaskan” atas kesalahan Boeing.
Pada bulan Maret 2019, sebuah Boeing 737 MAX 8 yang dioperasikan oleh Ethiopian Airlines jatuh di tenggara Addis Ababa, menewaskan 157 orang di dalamnya.
Ini merupakan kecelakaan kedua dalam lima bulan yang dialami pesawat 737 MAX, lini produk yang dimaksudkan untuk menggantikan 737 NG.
Kecelakaan pertama, yang melibatkan MAX 8 yang dioperasikan oleh Lion Air, terjadi pada bulan Oktober tahun sebelumnya di Laut Jawa, Indonesia dan menyebabkan 189 orang tewas.
Kedua pesawat tersebut jatuh tak lama setelah lepas landas, dan penyelidikan kemudian menunjukkan adanya masalah dengan sistem penerbangan otomatis.
Pesawat tersebut untuk sementara dilarang terbang atau dilarang memasuki wilayah udara di seluruh dunia.
“Kami akan berhubungan dengan Departemen [Kehakiman] dengan sangat transparan, seperti yang kami lakukan sepanjang masa perjanjian,” kata Boeing dalam sebuah pernyataan kepada AFP.
Dikatakan bahwa hal ini juga termasuk "tanggapan terhadap pertanyaan mereka setelah kecelakaan Alaska Airlines 1282."
Ledakan dramatis di tengah penerbangan pada tanggal 5 Januari pada panel badan pesawat di pesawat Alaska Airlines memicu hengkangnya sejumlah pejabat tinggi Boeing—termasuk CEO Dave Calhoun, yang akan mengundurkan diri pada akhir tahun ini.
Hal ini juga mengakibatkan berkurangnya produksi 737 MAX.
Administrasi Penerbangan Federal (FAA) AS mendapat kritik tajam setelah jatuhnya dua pesawat Boeing 737 MAX pada tahun 2018 dan 2019.
Namun ketika Boeing menghadapi banyak pertanyaan dan audit di Amerika Serikat dan luar negeri, Boeing berulang kali meyakinkan para kritikus bahwa mereka bekerja “dengan transparansi penuh dan di bawah pengawasan” regulator FAA.
DPA (Department of Personnel & Administration) mewajibkan Boeing membayar denda dan ganti rugi sebesar USD2,5 miliar sebagai imbalan atas kekebalan dari tuntutan pidana terkait tuduhan yang menipu pemerintah selama sertifikasi MAX.
Seorang hakim federal di Texas awal tahun lalu menolak tuntutan keluarga korban kecelakaan Boeing 737 MAX terhadap penyelesaian kriminal raksasa penerbangan AS tersebut, dan memutuskan untuk tidak memerintahkan perubahan pada DPA Januari 2021 yang kontroversial.
Keluarga-keluarga tersebut berpendapat bahwa peran Boeing dalam apa yang mereka sebut sebagai “kejahatan korporasi paling mematikan” dalam sejarah AS pantas mendapatkan hukuman pidana—untuk perusahaan tersebut dan para petingginya.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda