Bakal Capres AS Pun Ditangkap Gara-gara Demo Pro-Palestina
Senin, 29 April 2024 - 08:43 WIB
WASHINGTON - Jill Stein, bakal calon presiden (capres) Amerika Serikat (AS) dari Partai Hijau (Green Party), telah ditangkap polisi saat demo pro-Palestina di Washington University di St Louis, Missouri.
Penangkapan Stein terjadi di tengah tindakan keras nasional terhadap demonstrasi anti-Israel.
Stein, manajer kampanyenya, dan wakil manajer kampanyenya termasuk di antara 100 orang yang ditahan polisi saat berkumpul di sebuah kamp protes di kampus Washington University pada hari Sabtu pekan lalu waktu setempat.
Rekaman video menunjukkan bakal capres perempuan berusia 73 tahun itu dibawa keluar dari kamp oleh tiga petugas polisi, tangannya terlihat diikat ke belakang dengan tali pengikat.
Kamp protes tersebut didirikan untuk menuntut universitas melakukan divestasi dari Boeing, yang memproduksi senjata yang digunakan oleh militer Israel untuk menyerang Gaza. Demikian disampaikan manajer kampanye Stein, Jason Call, dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Russia Today, Senin (29/4/2024).
“Kampanye Stein mendukung tuntutan mahasiswa dan protes damai serta pertemuan mereka di kampus,” kata Call.
“Protes mahasiswa untuk perdamaian dan kebebasan sipil selalu mewakili bagian terbaik dari kesadaran moral kolektif kita. Solidaritas," lanjut Call.
Kamp protes Washington University adalah satu dari sekitar empat lusin kamp yang didirikan di kampus-kampus di Amerika dan Kanada dalam beberapa pekan terakhir.
Selain menuntut agar universitas-universitas mereka melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Israel, para pengunjuk rasa juga meminta pemerintah AS untuk menghentikan dukungan finansial dan militernya kepada Israel atas perang di Gaza.
Petugas polisi menangkap ratusan pengunjuk rasa dalam penggerebekan di 21 kampus pada hari Rabu, kemudian ratusan lainnya dalam penyisiran serupa pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu.
Walaupun tindakan keras ini didukung oleh Partai Demokrat dan Partai Republik, namun langkah tersebut dikecam oleh kelompok sayap kiri progresif dan anggota Partai Republik yang berhaluan libertarian.
Aktivis pro-Israel mengeklaim bahwa protes tersebut bersifat anti-Semit, dan beberapa demonstran secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Hamas.
Dalam upaya untuk membenarkan penggerebekan polisi di sebuah kamp protes di Northeastern University di Boston pada hari Sabtu, otoritas kampus mengeklaim bahwa teriakan “Bunuh Orang Yahudi” terdengar di kamp pada malam sebelumnya.
Demonstran pro-Palestina membantah tuduhan tersebut.
Stein adalah seorang aktivis Yahudi-Amerika, dan sudah lama mengkritik Negara Israel. Dia menentang pembangunan pemukiman Yahudi di tanah Palestina, mendukung gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi), dan menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
Stein mencalonkan diri sebagai presiden AS pada tahun 2012 dan 2016, meraih lebih dari 1% suara populer dalam kontes tahun 2016 bersama Donald Trump dan Hillary Clinton.
Pada bulan November, dia mengumumkan bahwa dia akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun ini, menjanjikan reformasi lingkungan hidup dan kebijakan luar negeri baru berdasarkan diplomasi, hukum internasional, dan hak asasi manusia.
Penangkapan Stein terjadi di tengah tindakan keras nasional terhadap demonstrasi anti-Israel.
Stein, manajer kampanyenya, dan wakil manajer kampanyenya termasuk di antara 100 orang yang ditahan polisi saat berkumpul di sebuah kamp protes di kampus Washington University pada hari Sabtu pekan lalu waktu setempat.
Rekaman video menunjukkan bakal capres perempuan berusia 73 tahun itu dibawa keluar dari kamp oleh tiga petugas polisi, tangannya terlihat diikat ke belakang dengan tali pengikat.
Kamp protes tersebut didirikan untuk menuntut universitas melakukan divestasi dari Boeing, yang memproduksi senjata yang digunakan oleh militer Israel untuk menyerang Gaza. Demikian disampaikan manajer kampanye Stein, Jason Call, dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Russia Today, Senin (29/4/2024).
“Kampanye Stein mendukung tuntutan mahasiswa dan protes damai serta pertemuan mereka di kampus,” kata Call.
“Protes mahasiswa untuk perdamaian dan kebebasan sipil selalu mewakili bagian terbaik dari kesadaran moral kolektif kita. Solidaritas," lanjut Call.
Kamp protes Washington University adalah satu dari sekitar empat lusin kamp yang didirikan di kampus-kampus di Amerika dan Kanada dalam beberapa pekan terakhir.
Selain menuntut agar universitas-universitas mereka melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Israel, para pengunjuk rasa juga meminta pemerintah AS untuk menghentikan dukungan finansial dan militernya kepada Israel atas perang di Gaza.
Petugas polisi menangkap ratusan pengunjuk rasa dalam penggerebekan di 21 kampus pada hari Rabu, kemudian ratusan lainnya dalam penyisiran serupa pada hari Kamis, Jumat, dan Sabtu.
Walaupun tindakan keras ini didukung oleh Partai Demokrat dan Partai Republik, namun langkah tersebut dikecam oleh kelompok sayap kiri progresif dan anggota Partai Republik yang berhaluan libertarian.
Aktivis pro-Israel mengeklaim bahwa protes tersebut bersifat anti-Semit, dan beberapa demonstran secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap Hamas.
Dalam upaya untuk membenarkan penggerebekan polisi di sebuah kamp protes di Northeastern University di Boston pada hari Sabtu, otoritas kampus mengeklaim bahwa teriakan “Bunuh Orang Yahudi” terdengar di kamp pada malam sebelumnya.
Demonstran pro-Palestina membantah tuduhan tersebut.
Stein adalah seorang aktivis Yahudi-Amerika, dan sudah lama mengkritik Negara Israel. Dia menentang pembangunan pemukiman Yahudi di tanah Palestina, mendukung gerakan BDS (Boikot, Divestasi, dan Sanksi), dan menuduh Israel melakukan genosida di Gaza.
Stein mencalonkan diri sebagai presiden AS pada tahun 2012 dan 2016, meraih lebih dari 1% suara populer dalam kontes tahun 2016 bersama Donald Trump dan Hillary Clinton.
Pada bulan November, dia mengumumkan bahwa dia akan kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun ini, menjanjikan reformasi lingkungan hidup dan kebijakan luar negeri baru berdasarkan diplomasi, hukum internasional, dan hak asasi manusia.
(mas)
tulis komentar anda