Buntut Ledakan Beirut, Hizbullah Ancam Serang Israel
Sabtu, 15 Agustus 2020 - 14:28 WIB
BEIRUT - Pemimpin Hizbullah , Hassan Nasrallah mengatakan, pihaknya tengah menunggu hasil penyelidikan atas ledakan pelabuhan Beirut . Jika insiden itu ternyata merupakan tindakan sabotase oleh Israel , maka negara Zionis itu akan membayar dengan harga yang sama.
Berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi, Nasrallah mengatakan dua teori yang sedang diselidiki adalah bahwa kecelakaan atau sabotase menyebabkan ledakan amonium nitrat yang disimpan di gudang. Israel sendiri telah membantah terlibat dalam ledakan pada 4 Agustus lalu yang menewaskan 172 orang dan melukai 6.000 orang.
Nasrallah juga menuntut agar pemerintahan baru di Lebanon dibentuk dari partai politik tradisional.
Kabinet Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri pada Senin karena ledakan tersebut, yang secara luas disalahkan atas kelalaian dan korupsi oleh kelas penguasa negara itu.(Baca: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik )
Politik multi-kelompok di Lebanon didominasi oleh mantan panglima perang dari perang saudara 1975-1990 yang telah mengganti seragam militer mereka dengan jas, atau digantikan oleh kerabat.
Dalam pidatonya yang kedua sejak ledakan tersebut, Nasrallah menepis gagasan pemerintahan netral sebagai gagasan buang-buang waktu untuk negara di mana kekuasaan dan pengaruh didistribusikan menurut sekte agama.
"Kami tidak yakin ada (calon) netral di Lebanon bagi kami untuk membentuk pemerintahan (netral)," kata Nasrallah seperti dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (15/8/2020).
Sebaliknya, kepala Hizbullah itu menyerukan model pemerintahan yang telah bertahan selama bertahun-tahun, meskipun terjadi krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan serta tuntutan untuk perubahan.
"Kami menyerukan upaya untuk membentuk pemerintah persatuan nasional, dan jika itu tidak memungkinkan, maka pemerintah yang menjamin perwakilan seluas mungkin bagi para politisi dan pakar," ujar Nasrallah.
Berbicara dalam pidato yang disiarkan televisi, Nasrallah mengatakan dua teori yang sedang diselidiki adalah bahwa kecelakaan atau sabotase menyebabkan ledakan amonium nitrat yang disimpan di gudang. Israel sendiri telah membantah terlibat dalam ledakan pada 4 Agustus lalu yang menewaskan 172 orang dan melukai 6.000 orang.
Nasrallah juga menuntut agar pemerintahan baru di Lebanon dibentuk dari partai politik tradisional.
Kabinet Perdana Menteri Hassan Diab mengundurkan diri pada Senin karena ledakan tersebut, yang secara luas disalahkan atas kelalaian dan korupsi oleh kelas penguasa negara itu.(Baca: Pemerintahan Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik )
Politik multi-kelompok di Lebanon didominasi oleh mantan panglima perang dari perang saudara 1975-1990 yang telah mengganti seragam militer mereka dengan jas, atau digantikan oleh kerabat.
Dalam pidatonya yang kedua sejak ledakan tersebut, Nasrallah menepis gagasan pemerintahan netral sebagai gagasan buang-buang waktu untuk negara di mana kekuasaan dan pengaruh didistribusikan menurut sekte agama.
"Kami tidak yakin ada (calon) netral di Lebanon bagi kami untuk membentuk pemerintahan (netral)," kata Nasrallah seperti dikutip dari Al Arabiya, Sabtu (15/8/2020).
Sebaliknya, kepala Hizbullah itu menyerukan model pemerintahan yang telah bertahan selama bertahun-tahun, meskipun terjadi krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan serta tuntutan untuk perubahan.
"Kami menyerukan upaya untuk membentuk pemerintah persatuan nasional, dan jika itu tidak memungkinkan, maka pemerintah yang menjamin perwakilan seluas mungkin bagi para politisi dan pakar," ujar Nasrallah.
tulis komentar anda