Algojo Arab Saudi Ungkap Cara Penggal Terpidana: Gunakan Pedang Khusus, Tanpa Belas Kasihan
Minggu, 03 Maret 2024 - 09:06 WIB
RIYADH - Muhammad Saad al-Beshi adalah alojo khusus yang ditugaskan Kerajaan Arab Saudi untuk memancung atau memenggal para terpidana mati. Dia mengaku menjalankan tugas menggunakan pedang khusus dan tidak memiliki belas kasihan.
Eksekusi telah meningkat di Arab Saudi di bawah pemerintahan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Para aktivis hak asasi manusia (HAM) mengkritik meningkatnya eksekusi penggal dan penyaliban sebagai "pembunuhan tanpa henti".
Pihak berwenang Saudi telah mengeksekusi ratusan orang dalam pelaksanaan hukuman mati sejak masa jabatan Putra Mahkota dimulai pada tahun 2015. Hal ini mencapai tonggak sejarah baru yang menurut Amnesty International mengungkapkan pengabaian yang mengerikan terhadap hak untuk hidup oleh kerajaan tersebut.
Meskipun Pangeran Mohammed bin Salman berjanji akan membatasi penggunaan hukuman mati, jumlah pelaksanaan eksekusi justru meningkat hampir dua kali lipat sejak dia naik posisi, menurut LSM Reprieve.
Dari tahun 2010 hingga 2014 terdapat rata-rata 70,8 eksekusi per tahun, namun dari tahun 2015 hingga 2022 terdapat rata-rata 129,5 eksekusi per tahun—terjadi peningkatan sebesar 82 persen.
Tahun lalu, kerajaan tersebut melakukan setidaknya 172 eksekusi mati, meskipun ada janji baru dari Mohammed bin Salman untuk membatasi cakupan hukuman mati.
Arab Saudi bahkan memenggal 81 orang dalam satu hari pada bulan Maret 2022 sebagai bagian dari 193 eksekusi yang menurut Amnesty International dilakukan di negara tersebut—meskipun pihak berwenang mengatakan jumlahnya hanya 147 orang.
Mayoritas eksekusi negara di Arab Saudi masih dilakukan dengan pemenggalan pedang—terkadang diikuti dengan penyaliban tubuh—tetapi ada juga laporan mengenai narapidana yang dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam.
Algojo negara Arab Saudi, Muhammad Saad al-Beshi, telah merinci dengan tepat bagaimana eksekusi dijalankan. Sebagian besar dilakukan dengan salah satu pedangnya, terkadang dengan pistol.
Mereka yang akan dipenggal tidak dibius sama sekali, namun al-Beshi mengeklaim bahwa dia melakukan pekerjaannya dengan benar, di mana orang-orang dieksekusi tidak akan menderita lama.
"Jika saya membiarkan diri saya merasakan belas kasihan atau kasih sayang terhadap orang yang saya eksekusi, dia tidak akan mati pada pukulan pertama," katanya dalam wawancara dengan stasiun televisi Lebanon.
"Dia akan menderita. Jika hati berbelas kasih, tangan gagal. Ini bisa memakan waktu dua, tiga, empat, atau lima pukulan. Entah berapa banyak. Dia bahkan mungkin tidak mati,” lanjut dia, yang dilansir Mail Online, Minggu (3/3/2024).
Pria berusia 62 tahun itu mengatakan bahwa dia bahkan pernah memenggal beberapa temannya, namun menyatakan bahwa mereka sendiri yang menyebabkan diri mereka seperti itu.
Dia mengatakan ketika para tahanan tiba di lapangan eksekusi—yang terletak di pusat ibu kota; Riyadh, yang secara lokal dikenal sebagai "Chop Chop Square" sebelum dia memenggal kepala mereka.
Al-Beshi mengatakan dia juga akan melakukan amputasi anggota tubuh, sebuah hukuman yang menurutnya diuraikan dalam Al-Qur'an untuk pencuri.
Dia akan memotong tangan atau tangan dan kaki, dan terpidana hanya menerima anestesi lokal."Saya menggunakan pisau tajam khusus, bukan pedang. Ketika saya memotong tangan, saya memotongnya dari persendiannya. Kalau kaki-kakinya pihak berwenang tentukan mau lepas di mana, makanya saya ikuti saja,” jelasnya.
Ayah tujuh anak ini secara mengejutkan mengungkap bahwa keluarganya dilibatkan dalam pekerjaan tersebut, di mana anak-anaknya membersihkan pedangnya yang berlumuran darah setelah pemenggalan.
Dia mengaku bangga putranya mengikuti jejaknya setelah menjalani pelatihan menjadi algojo.
Al-Beshi mengatakan kepada Arab News tentang eksekusi pertamanya pada tahun 1998, yang mana dia menggunakan pedang ayahnya. "Penjahat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan satu pukulan pedang saya memenggal kepalanya. Itu berguling beberapa meter jauhnya," katanya.
"Banyak orang pingsan saat menyaksikan eksekusi. Saya tidak tahu mengapa mereka datang dan menonton jika mereka tidak berminat," ujarnya.
Arab Saudi tetap menerapkan hukuman mati untuk berbagai pelanggaran dalam tiga kategori hukum Islam: Qisas (retributif), Had (wajib) dan Ta'zir (diskresi).
Dalam kategori-kategori ini, hakim di Arab Saudi mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan perilaku apa yang dapat dianggap sebagai tindak pidana dan hukuman yang diakibatkannya, termasuk hukuman mati.
Eksekusi telah meningkat di Arab Saudi di bawah pemerintahan Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Para aktivis hak asasi manusia (HAM) mengkritik meningkatnya eksekusi penggal dan penyaliban sebagai "pembunuhan tanpa henti".
Pihak berwenang Saudi telah mengeksekusi ratusan orang dalam pelaksanaan hukuman mati sejak masa jabatan Putra Mahkota dimulai pada tahun 2015. Hal ini mencapai tonggak sejarah baru yang menurut Amnesty International mengungkapkan pengabaian yang mengerikan terhadap hak untuk hidup oleh kerajaan tersebut.
Meskipun Pangeran Mohammed bin Salman berjanji akan membatasi penggunaan hukuman mati, jumlah pelaksanaan eksekusi justru meningkat hampir dua kali lipat sejak dia naik posisi, menurut LSM Reprieve.
Dari tahun 2010 hingga 2014 terdapat rata-rata 70,8 eksekusi per tahun, namun dari tahun 2015 hingga 2022 terdapat rata-rata 129,5 eksekusi per tahun—terjadi peningkatan sebesar 82 persen.
Tahun lalu, kerajaan tersebut melakukan setidaknya 172 eksekusi mati, meskipun ada janji baru dari Mohammed bin Salman untuk membatasi cakupan hukuman mati.
Arab Saudi bahkan memenggal 81 orang dalam satu hari pada bulan Maret 2022 sebagai bagian dari 193 eksekusi yang menurut Amnesty International dilakukan di negara tersebut—meskipun pihak berwenang mengatakan jumlahnya hanya 147 orang.
Mayoritas eksekusi negara di Arab Saudi masih dilakukan dengan pemenggalan pedang—terkadang diikuti dengan penyaliban tubuh—tetapi ada juga laporan mengenai narapidana yang dijatuhi hukuman mati dengan cara dirajam.
Algojo negara Arab Saudi, Muhammad Saad al-Beshi, telah merinci dengan tepat bagaimana eksekusi dijalankan. Sebagian besar dilakukan dengan salah satu pedangnya, terkadang dengan pistol.
Mereka yang akan dipenggal tidak dibius sama sekali, namun al-Beshi mengeklaim bahwa dia melakukan pekerjaannya dengan benar, di mana orang-orang dieksekusi tidak akan menderita lama.
"Jika saya membiarkan diri saya merasakan belas kasihan atau kasih sayang terhadap orang yang saya eksekusi, dia tidak akan mati pada pukulan pertama," katanya dalam wawancara dengan stasiun televisi Lebanon.
"Dia akan menderita. Jika hati berbelas kasih, tangan gagal. Ini bisa memakan waktu dua, tiga, empat, atau lima pukulan. Entah berapa banyak. Dia bahkan mungkin tidak mati,” lanjut dia, yang dilansir Mail Online, Minggu (3/3/2024).
Pria berusia 62 tahun itu mengatakan bahwa dia bahkan pernah memenggal beberapa temannya, namun menyatakan bahwa mereka sendiri yang menyebabkan diri mereka seperti itu.
Dia mengatakan ketika para tahanan tiba di lapangan eksekusi—yang terletak di pusat ibu kota; Riyadh, yang secara lokal dikenal sebagai "Chop Chop Square" sebelum dia memenggal kepala mereka.
Al-Beshi mengatakan dia juga akan melakukan amputasi anggota tubuh, sebuah hukuman yang menurutnya diuraikan dalam Al-Qur'an untuk pencuri.
Dia akan memotong tangan atau tangan dan kaki, dan terpidana hanya menerima anestesi lokal."Saya menggunakan pisau tajam khusus, bukan pedang. Ketika saya memotong tangan, saya memotongnya dari persendiannya. Kalau kaki-kakinya pihak berwenang tentukan mau lepas di mana, makanya saya ikuti saja,” jelasnya.
Ayah tujuh anak ini secara mengejutkan mengungkap bahwa keluarganya dilibatkan dalam pekerjaan tersebut, di mana anak-anaknya membersihkan pedangnya yang berlumuran darah setelah pemenggalan.
Dia mengaku bangga putranya mengikuti jejaknya setelah menjalani pelatihan menjadi algojo.
Al-Beshi mengatakan kepada Arab News tentang eksekusi pertamanya pada tahun 1998, yang mana dia menggunakan pedang ayahnya. "Penjahat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan satu pukulan pedang saya memenggal kepalanya. Itu berguling beberapa meter jauhnya," katanya.
"Banyak orang pingsan saat menyaksikan eksekusi. Saya tidak tahu mengapa mereka datang dan menonton jika mereka tidak berminat," ujarnya.
Arab Saudi tetap menerapkan hukuman mati untuk berbagai pelanggaran dalam tiga kategori hukum Islam: Qisas (retributif), Had (wajib) dan Ta'zir (diskresi).
Dalam kategori-kategori ini, hakim di Arab Saudi mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan perilaku apa yang dapat dianggap sebagai tindak pidana dan hukuman yang diakibatkannya, termasuk hukuman mati.
(mas)
tulis komentar anda