Abaikan Ancaman Mesir, PM Israel Janjikan Operasi Kuat di Rafah
Kamis, 15 Februari 2024 - 11:26 WIB
TEL AVIV - Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu berjanji bahwa pasukan Israel akan melakukan operasi yang kuat di Rafah, wilayah Gaza selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Pemimpin Zionis itu telah mengabaikan ancaman Mesir, di mana Kairo mengancam akan menangguhkan perjanjian damai dengan Tel Aviv jika Israel nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah.
Selain Mesir, beberapa negara Arab lainnya termasuk Arab Saudi sudah memperingatkan bahwa invasi darat tentara Zionis ke Rafah akan menimbulkan konsekuensi yang sangat berbahaya.
“Kami akan berjuang sampai kemenangan penuh dan ini termasuk tindakan yang kuat juga di Rafah setelah kami mengizinkan penduduk sipil meninggalkan zona pertempuran,” kata Netanyahu dalam pernyataan pada Rabu yang dirilis dalam bahasa Ibrani di akun Telegram resminya, Kamis (15/2/2024).
Dalam pernyataan video terpisah, dia mengatakan satu-satunya cara untuk menjamin pembebasan sandera yang masih ditahan oleh militan Hamas adalah dengan terus melakukan tekanan militer.
“Sejauh ini kami telah membebaskan 112 orang yang diculik melalui kombinasi tekanan militer yang kuat dan negosiasi yang tegas,” katanya, yang dilansir AFP.
“Ini juga merupakan kunci pembebasan sebagian besar korban penculikan kami: tekanan militer yang kuat dan negosiasi yang sangat tegas.”
Selama serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober, militan Hamas menculik sekitar 250 sandera dan dibawa ke Jalur Gaza sebagai sandera.
Para pejabat Israel mengatakan sekitar 130 sandera masih ditahan, termasuk 29 orang yang diyakini telah terbunuh.
Serangan Hamas pada 7 Oktober mengakibatkan kematian sekitar 1.160 orang di Israel, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel.
Dalam invasi brutal Israel di Gaza, setidaknya 28.576 orang, sebagian besar wanita, anak-anak dan remaja telah terbunuh. Angka ini menurut kementerian kesehatan di Gaza.
Pemimpin Zionis itu telah mengabaikan ancaman Mesir, di mana Kairo mengancam akan menangguhkan perjanjian damai dengan Tel Aviv jika Israel nekat meluncurkan invasi darat ke Rafah.
Selain Mesir, beberapa negara Arab lainnya termasuk Arab Saudi sudah memperingatkan bahwa invasi darat tentara Zionis ke Rafah akan menimbulkan konsekuensi yang sangat berbahaya.
“Kami akan berjuang sampai kemenangan penuh dan ini termasuk tindakan yang kuat juga di Rafah setelah kami mengizinkan penduduk sipil meninggalkan zona pertempuran,” kata Netanyahu dalam pernyataan pada Rabu yang dirilis dalam bahasa Ibrani di akun Telegram resminya, Kamis (15/2/2024).
Dalam pernyataan video terpisah, dia mengatakan satu-satunya cara untuk menjamin pembebasan sandera yang masih ditahan oleh militan Hamas adalah dengan terus melakukan tekanan militer.
“Sejauh ini kami telah membebaskan 112 orang yang diculik melalui kombinasi tekanan militer yang kuat dan negosiasi yang tegas,” katanya, yang dilansir AFP.
“Ini juga merupakan kunci pembebasan sebagian besar korban penculikan kami: tekanan militer yang kuat dan negosiasi yang sangat tegas.”
Selama serangan ke Israel selatan pada 7 Oktober, militan Hamas menculik sekitar 250 sandera dan dibawa ke Jalur Gaza sebagai sandera.
Para pejabat Israel mengatakan sekitar 130 sandera masih ditahan, termasuk 29 orang yang diyakini telah terbunuh.
Serangan Hamas pada 7 Oktober mengakibatkan kematian sekitar 1.160 orang di Israel, menurut penghitungan AFP berdasarkan angka-angka Israel.
Dalam invasi brutal Israel di Gaza, setidaknya 28.576 orang, sebagian besar wanita, anak-anak dan remaja telah terbunuh. Angka ini menurut kementerian kesehatan di Gaza.
(mas)
tulis komentar anda