AS Kesal Kasus Genosida Diajukan Terhadap Israel: Ini Sangat Menyakitkan
Kamis, 11 Januari 2024 - 07:08 WIB
TEL AVIV - Amerika Serikat (AS) kesal setelah kasus genosida diajukan terhadap sekutu utamanya; Israel, oleh Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional (ICJ). Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken menyebutnya "tidak pantas" dan "sangat menyakitkan".
Menurut Blinken, pengajuan kasus genosida tersebut mengalihkan perhatian dunia dari upaya perdamaian dan keamanan.
“Dan terlebih lagi, tuduhan genosida tidak ada gunanya,” kata Blinken pada konferensi pers di Tel Aviv, Israel, tempat dia berkunjung sebagai bagian dari tur keempatnya di Timur Tengah sejak serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.
“Ini sangat menyakitkan, mengingat mereka yang menyerang Israel; Hamas, Hizbullah, Houthi, serta dukungan mereka terhadap Iran, terus secara terbuka menyerukan pemusnahan Israel dan pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi," lanjut Blinken, seperti dikutip dari Forbes, Kamis (11/1/2024).
Afrika Selatan mengajukan gugatan pada 29 Desember 2023, mengeklaim bahwa Israel melanggar Konvensi PBB tahun 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman kejahatan genosida dengan tindakannya di Gaza sejak 7 Oktober, dan meminta perintah pengadilan.
Sidang kasus ini akan berlangsung di Den Haag mulai Kamis (11/1/2023).
Afrika Selatan mengatakan tindakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza bersifat genosida, dengan alasan bahwa pasukan Zionis tersebut bermaksud untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kebangsaan, ras dan etnis Palestina yang lebih luas.
Israel, seperti dikutip AP, membantah tuduhan tersebut “dengan rasa muak".
Klaim Afrika Selatan muncul ketika Israel menghadapi penentangan keras seiring berlanjutnya perang di Gaza, di mana para pemimpin Barat mendorong penghentian pertempuran ketika jumlah korban tewas di Gaza meningkat.
Israel dan Hamas telah menyetujui gencatan senjata bersyarat selama empat hari pada bulan November 2023 yang mengharuskan Israel melepaskan tahanan Palestina dan Hamas melepaskan sandera yang mereka tangkap dalam serangan 7 Oktober.
Meskipun gencatan senjata diperpanjang dua hari lagi, pertempuran kembali terjadi setelah perpanjangan terakhir berakhir.
Pada bulan November, Afrika Selatan menjadi negara terbaru dalam daftar negara yang menarik diplomatnya dari Tel Aviv, menurut Khumbudzo Ntshavheni, juru bicara Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Ntshavheni mengatakan pada saat itu bahwa para pejabat Afrika Selatan kecewa dengan penolakan pemerintah Israel untuk menghormati hukum internasional dan resolusi PBB tanpa mendapat hukuman.
Para pakar hak asasi manusia (HAM) mengatakan bahwa serangan Israel di Gaza kemungkinan besar melanggar hukum internasional, sementara Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina mengatakan pada bulan Oktober; “Sudah ada bukti jelas bahwa kejahatan perang mungkin telah dilakukan.”
Menurut Blinken, pengajuan kasus genosida tersebut mengalihkan perhatian dunia dari upaya perdamaian dan keamanan.
“Dan terlebih lagi, tuduhan genosida tidak ada gunanya,” kata Blinken pada konferensi pers di Tel Aviv, Israel, tempat dia berkunjung sebagai bagian dari tur keempatnya di Timur Tengah sejak serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.
“Ini sangat menyakitkan, mengingat mereka yang menyerang Israel; Hamas, Hizbullah, Houthi, serta dukungan mereka terhadap Iran, terus secara terbuka menyerukan pemusnahan Israel dan pembunuhan massal terhadap orang-orang Yahudi," lanjut Blinken, seperti dikutip dari Forbes, Kamis (11/1/2024).
Baca Juga
Afrika Selatan mengajukan gugatan pada 29 Desember 2023, mengeklaim bahwa Israel melanggar Konvensi PBB tahun 1948 tentang Pencegahan dan Penghukuman kejahatan genosida dengan tindakannya di Gaza sejak 7 Oktober, dan meminta perintah pengadilan.
Sidang kasus ini akan berlangsung di Den Haag mulai Kamis (11/1/2023).
Afrika Selatan mengatakan tindakan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza bersifat genosida, dengan alasan bahwa pasukan Zionis tersebut bermaksud untuk menghancurkan warga Palestina di Gaza sebagai bagian dari kebangsaan, ras dan etnis Palestina yang lebih luas.
Israel, seperti dikutip AP, membantah tuduhan tersebut “dengan rasa muak".
Klaim Afrika Selatan muncul ketika Israel menghadapi penentangan keras seiring berlanjutnya perang di Gaza, di mana para pemimpin Barat mendorong penghentian pertempuran ketika jumlah korban tewas di Gaza meningkat.
Israel dan Hamas telah menyetujui gencatan senjata bersyarat selama empat hari pada bulan November 2023 yang mengharuskan Israel melepaskan tahanan Palestina dan Hamas melepaskan sandera yang mereka tangkap dalam serangan 7 Oktober.
Meskipun gencatan senjata diperpanjang dua hari lagi, pertempuran kembali terjadi setelah perpanjangan terakhir berakhir.
Pada bulan November, Afrika Selatan menjadi negara terbaru dalam daftar negara yang menarik diplomatnya dari Tel Aviv, menurut Khumbudzo Ntshavheni, juru bicara Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.
Ntshavheni mengatakan pada saat itu bahwa para pejabat Afrika Selatan kecewa dengan penolakan pemerintah Israel untuk menghormati hukum internasional dan resolusi PBB tanpa mendapat hukuman.
Para pakar hak asasi manusia (HAM) mengatakan bahwa serangan Israel di Gaza kemungkinan besar melanggar hukum internasional, sementara Komisi Penyelidikan Internasional Independen PBB untuk Wilayah Pendudukan Palestina mengatakan pada bulan Oktober; “Sudah ada bukti jelas bahwa kejahatan perang mungkin telah dilakukan.”
(mas)
tulis komentar anda