Mengapa Bos Hizbullah Tak Deklarasikan Perang Habis-habisan Melawan Israel?
Sabtu, 04 November 2023 - 00:02 WIB
BEIRUT - Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Hassan Nasrallah pada Jumat (3/11/2023) malam muncul berpidato untuk pertama kalinya sejak perang Israel-Hamas pecah tiga pekan lalu. Pidatonya telah ditunggu-tunggu banyak orang berharap sekaligus khawatir bahwa dia akan mendeklarasikan perang habis-habisan melawan militer Zionis.
Sepanjang pidatonya, dia tidak mendeklarasikan perang. Namun dia memperingatkan bahwa konflik yang lebih luas di Timur Tengah adalah kemungkinan yang realistis.
Sebagai kekuatan militer tangguh yang didukung oleh Iran, Hizbullah telah melawan pasukan Israel di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel dalam eskalasi paling mematikan sejak mereka berperang dengan militer Zionis pada tahun 2006.
“Hizbullah semakin meningkat dari hari ke hari, memaksa Israel untuk menempatkan pasukannya di dekat perbatasan Lebanon,” kata Nasrallah dalam pidato yang disiarkan televisi. “Apa yang terjadi di perbatasan mungkin tampak sederhana namun sangat penting.”
Nasrallah menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas perang di Gaza dan tingginya angka kematian warga sipil dan bahwa deeskalasi di daerah kantong yang terkepung itu sangat penting untuk mencegah perang regional.
Bos Hizbullah berterima kasih kepada kelompok-kelompok di Yaman dan Irak, yang merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai “Poros Perlawanan”. Kelompok ini mencakup milisi Syiah Irak, yang telah menembaki pasukan AS di Suriah dan Irak, dan kelompok Houthi di Yaman, yang bergabung dalam konflik tersebut dengan menembakkan drone ke arah Israel.
Beberapa jam sebelumnya, masyarakat Beirut, Lebanon, yang telah merasakan banyak krisis, menanti-nantikan pidato Nasrallah. Ada yang khawatir, tapi juga ada yang berharap bos Hizbullah itu mengumumkan perang terhadap Israel.
“Entah tidak akan terjadi apa-apa–atau kita semua akan pergi ke sana untuk bersama Tuhan,” kata seorang warga Lebanon yang ketakutan, sambil menunjuk ke angkasa, ketika dia berbicara tentang pidato Nasrallah yang sudah ditunggu-tunggu.
“Kami menunggu dengan tidak sabar. Kami berharap dia akan mengumumkan perang terhadap musuh Israel dan negara-negara Barat yang mendukungnya,” kata Ahed Madi (43), warga Lebanon yang berbicara dari kota perbatasan Shebaa.
Rabih Awad (41), asal kota Rashaya al-Fokhar di selatan, mengatakan perang baru antara Hizbullah dan Israel akan menjadi pukulan mematikan bagi Lebanon, yang sedang bergulat dengan krisis ekonomi yang parah.
“Saya menentang perang pemusnahan terhadap warga Palestina di Gaza,” katanya kepada AFP. “Tetapi keputusan untuk berperang harus diambil oleh negara Lebanon, bukan oleh partai atau milisi.”
Dikenal sebagai orator yang bersemangat dan berapi-api, Nasrallah adalah pemimpin faksi politik dan militer Syiah Hizbullah dan akan menyampaikan pernyataan publik pertamanya, hampir sebulan setelah Israel mulai menghancurkan Gaza dengan bom.
Pidato tersebut penting karena Sekretaris Jenderal Hizbullah itu dianggap banyak orang sebagai tokoh paling berkuasa di Lebanon yang memiliki 100.000 milisi tempur.
Hal ini juga penting karena pidatonya dapat membantu banyk orang memahami apakah Hizbullah kemungkinan akan membuka front kedua di perbatasan utara Israel dan mengubah konflik brutal yang berpusat di dalam dan sekitar Gaza menjadi perang regional yang tidak dapat diprediksi.
Hassan Nasrallah lahir pada tahun 1960 di Beirut timur, di mana dia digambarkan sebagai seorang pelajar Islam yang taat dan termotivasi.
Dia bergabung dengan Hizbullah pada tahun 1982 setelah invasi Israel dan pendudukan di Lebanon selatan.
Berkembang melalui organisasi tersebut, dia menggantikan pemimpin Hizbullah, Abbas al Musawi, pada tahun 1992 setelah dia–dan anggota keluarganya–terbunuh dalam serangan udara Israel.
Dalam sejumlah wawancara, Nasrallah berulang kali menolak mengakui negara Israel, dengan menyatakan bahwa dia menganggap keberadaan negara itu melanggar hukum dan tidak adil.
Dia pernah melontarkan komentar yang kontradiktif mengenai apakah dia akan menerima solusi dua negara bagi Israel dan Palestina, namun dia dipandang sebagai tokoh kunci dari apa yang disebut "poros perlawanan"—sebuah koalisi kelompok anti-Israel dan anti-Barat yang didukung oleh Iran.
Mungkin yang paling penting, pria berusia 63 tahun ini telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin militer yang cakap.
Dalam perang selama sebulan pada tahun 2006, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikejutkan oleh kualitas personel dan senjata Hizbullah karena mereka menggunakan apa yang disebut taktik "kerumunan" untuk menghilangkan posisi Israel.
Dengan dukungan finansial dari Iran, klaim Nasrallah, Hizbullah telah bertransisi dari kelompok gerilya menjadi menyerupai tentara konvensional, dengan drone dan roket yang dapat menyerang seluruh wilayah Israel.
Namun, relatif kuatnya brigade militer Hizbullah tidak berarti Nasrallah siap terjun ke dalam perang habis-habisan dengan Israel.
Yang terpenting, dia tahu Israel akan membalas–dan memberikan pukulan keras.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memperingatkan Hizbullah bahwa mereka akan menghadapi serangan balasan dengan kekuatan yang "tak terbayangkan" yang akan menyebabkan kehancuran di Lebanon jika membuka front kedua dalam perang saat ini.
Amerika Serikat (AS) juga berperan penting dalam hal ini.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa mereka akan "memperhatikan baik-baik" pidato Nasrallah.
“Dengan dua kelompok kapal induk yang kini diparkir di Mediterania timur, AS akan mengirimkan pesan kuat kepada pihak mana pun yang mungkin ingin memperluas konflik,” kata Kirby.
Yang juga penting adalah situasi putus asa di dalam negeri ketika pemerintah sementara di Lebanon bergulat dengan konsekuensi keruntuhan ekonomi yang melelahkan selama empat tahun.
Krisis ini, yang banyak disalahkan karena korupsi dan ketidakmampuan elite pemerintahan, telah memiskinkan mayoritas masyarakat, dengan perkiraan 80% hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam ruang politik yang ditempati Hizbullah dengan perwakilan partai-partai dari komunitas politik dan agama lainnya, banyak orang Lebanon tidak ingin terjun ke dalam perang.
Sebuah survei baru-baru ini yang diterbitkan di al-Akhbar, sebuah surat kabar yang bersimpati kepada Hizbullah, menemukan 68% warga Lebanon menentang kampanye militer sepenuhnya dengan Israel.
Apa yang dilakukan Hizbullah saat ini adalah memerangi konflik lokal di perbatasan selatan negara itu dengan para milisi mereka–dan anggota Pasukan Pertahanan Israel–saling melepaskan tembakan ke sasaran yang, sebagian besar, berada di perbatasan.
Pertempuran ini terjadi secara sporadis namun terus-menerus, dan juga berakibat fatal bagi Hizbullah.
Berdasarkan perhitungan terakhir, 48 milisinya telah tewas ketika drone canggih Israel menargetkan para milisi yang bermanuver di kebun zaitun dan semak belukar.
Hizbullah mengeluarkan surat tulisan tangan dari Nasrallah pekan lalu, mengatakan para milisi yang gugur harus disebut “martir dalam perjalanan menuju Yerusalem”.
Sepanjang pidatonya, dia tidak mendeklarasikan perang. Namun dia memperingatkan bahwa konflik yang lebih luas di Timur Tengah adalah kemungkinan yang realistis.
Sebagai kekuatan militer tangguh yang didukung oleh Iran, Hizbullah telah melawan pasukan Israel di sepanjang perbatasan Lebanon-Israel dalam eskalasi paling mematikan sejak mereka berperang dengan militer Zionis pada tahun 2006.
“Hizbullah semakin meningkat dari hari ke hari, memaksa Israel untuk menempatkan pasukannya di dekat perbatasan Lebanon,” kata Nasrallah dalam pidato yang disiarkan televisi. “Apa yang terjadi di perbatasan mungkin tampak sederhana namun sangat penting.”
Baca Juga
Nasrallah menyalahkan Amerika Serikat (AS) atas perang di Gaza dan tingginya angka kematian warga sipil dan bahwa deeskalasi di daerah kantong yang terkepung itu sangat penting untuk mencegah perang regional.
Bos Hizbullah berterima kasih kepada kelompok-kelompok di Yaman dan Irak, yang merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai “Poros Perlawanan”. Kelompok ini mencakup milisi Syiah Irak, yang telah menembaki pasukan AS di Suriah dan Irak, dan kelompok Houthi di Yaman, yang bergabung dalam konflik tersebut dengan menembakkan drone ke arah Israel.
Beberapa jam sebelumnya, masyarakat Beirut, Lebanon, yang telah merasakan banyak krisis, menanti-nantikan pidato Nasrallah. Ada yang khawatir, tapi juga ada yang berharap bos Hizbullah itu mengumumkan perang terhadap Israel.
“Entah tidak akan terjadi apa-apa–atau kita semua akan pergi ke sana untuk bersama Tuhan,” kata seorang warga Lebanon yang ketakutan, sambil menunjuk ke angkasa, ketika dia berbicara tentang pidato Nasrallah yang sudah ditunggu-tunggu.
“Kami menunggu dengan tidak sabar. Kami berharap dia akan mengumumkan perang terhadap musuh Israel dan negara-negara Barat yang mendukungnya,” kata Ahed Madi (43), warga Lebanon yang berbicara dari kota perbatasan Shebaa.
Rabih Awad (41), asal kota Rashaya al-Fokhar di selatan, mengatakan perang baru antara Hizbullah dan Israel akan menjadi pukulan mematikan bagi Lebanon, yang sedang bergulat dengan krisis ekonomi yang parah.
“Saya menentang perang pemusnahan terhadap warga Palestina di Gaza,” katanya kepada AFP. “Tetapi keputusan untuk berperang harus diambil oleh negara Lebanon, bukan oleh partai atau milisi.”
Dikenal sebagai orator yang bersemangat dan berapi-api, Nasrallah adalah pemimpin faksi politik dan militer Syiah Hizbullah dan akan menyampaikan pernyataan publik pertamanya, hampir sebulan setelah Israel mulai menghancurkan Gaza dengan bom.
Pidato tersebut penting karena Sekretaris Jenderal Hizbullah itu dianggap banyak orang sebagai tokoh paling berkuasa di Lebanon yang memiliki 100.000 milisi tempur.
Hal ini juga penting karena pidatonya dapat membantu banyk orang memahami apakah Hizbullah kemungkinan akan membuka front kedua di perbatasan utara Israel dan mengubah konflik brutal yang berpusat di dalam dan sekitar Gaza menjadi perang regional yang tidak dapat diprediksi.
Hassan Nasrallah lahir pada tahun 1960 di Beirut timur, di mana dia digambarkan sebagai seorang pelajar Islam yang taat dan termotivasi.
Dia bergabung dengan Hizbullah pada tahun 1982 setelah invasi Israel dan pendudukan di Lebanon selatan.
Berkembang melalui organisasi tersebut, dia menggantikan pemimpin Hizbullah, Abbas al Musawi, pada tahun 1992 setelah dia–dan anggota keluarganya–terbunuh dalam serangan udara Israel.
Dalam sejumlah wawancara, Nasrallah berulang kali menolak mengakui negara Israel, dengan menyatakan bahwa dia menganggap keberadaan negara itu melanggar hukum dan tidak adil.
Dia pernah melontarkan komentar yang kontradiktif mengenai apakah dia akan menerima solusi dua negara bagi Israel dan Palestina, namun dia dipandang sebagai tokoh kunci dari apa yang disebut "poros perlawanan"—sebuah koalisi kelompok anti-Israel dan anti-Barat yang didukung oleh Iran.
Mungkin yang paling penting, pria berusia 63 tahun ini telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin militer yang cakap.
Dalam perang selama sebulan pada tahun 2006, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikejutkan oleh kualitas personel dan senjata Hizbullah karena mereka menggunakan apa yang disebut taktik "kerumunan" untuk menghilangkan posisi Israel.
Dengan dukungan finansial dari Iran, klaim Nasrallah, Hizbullah telah bertransisi dari kelompok gerilya menjadi menyerupai tentara konvensional, dengan drone dan roket yang dapat menyerang seluruh wilayah Israel.
Namun, relatif kuatnya brigade militer Hizbullah tidak berarti Nasrallah siap terjun ke dalam perang habis-habisan dengan Israel.
Yang terpenting, dia tahu Israel akan membalas–dan memberikan pukulan keras.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah memperingatkan Hizbullah bahwa mereka akan menghadapi serangan balasan dengan kekuatan yang "tak terbayangkan" yang akan menyebabkan kehancuran di Lebanon jika membuka front kedua dalam perang saat ini.
Amerika Serikat (AS) juga berperan penting dalam hal ini.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa mereka akan "memperhatikan baik-baik" pidato Nasrallah.
“Dengan dua kelompok kapal induk yang kini diparkir di Mediterania timur, AS akan mengirimkan pesan kuat kepada pihak mana pun yang mungkin ingin memperluas konflik,” kata Kirby.
Yang juga penting adalah situasi putus asa di dalam negeri ketika pemerintah sementara di Lebanon bergulat dengan konsekuensi keruntuhan ekonomi yang melelahkan selama empat tahun.
Krisis ini, yang banyak disalahkan karena korupsi dan ketidakmampuan elite pemerintahan, telah memiskinkan mayoritas masyarakat, dengan perkiraan 80% hidup di bawah garis kemiskinan.
Dalam ruang politik yang ditempati Hizbullah dengan perwakilan partai-partai dari komunitas politik dan agama lainnya, banyak orang Lebanon tidak ingin terjun ke dalam perang.
Sebuah survei baru-baru ini yang diterbitkan di al-Akhbar, sebuah surat kabar yang bersimpati kepada Hizbullah, menemukan 68% warga Lebanon menentang kampanye militer sepenuhnya dengan Israel.
Apa yang dilakukan Hizbullah saat ini adalah memerangi konflik lokal di perbatasan selatan negara itu dengan para milisi mereka–dan anggota Pasukan Pertahanan Israel–saling melepaskan tembakan ke sasaran yang, sebagian besar, berada di perbatasan.
Pertempuran ini terjadi secara sporadis namun terus-menerus, dan juga berakibat fatal bagi Hizbullah.
Berdasarkan perhitungan terakhir, 48 milisinya telah tewas ketika drone canggih Israel menargetkan para milisi yang bermanuver di kebun zaitun dan semak belukar.
Hizbullah mengeluarkan surat tulisan tangan dari Nasrallah pekan lalu, mengatakan para milisi yang gugur harus disebut “martir dalam perjalanan menuju Yerusalem”.
(mas)
tulis komentar anda