Tulang Nenek Moyang Manusia Purba Dikirim ke Luar Angkasa, Para Pakar Bertengkar

Kamis, 14 September 2023 - 11:40 WIB
Profesor Lee Berger memegang replika tengkorak spesies purba yang baru ditemukan, bernama Homo naledi, saat diperkenalkan di dekat Johannesburg, Afrika Selatan, 10 September 2015. Foto/REUTERS/Siphiwe Sibeko
JOHANNESBURG - Komunitas ilmiah berdebat setelah misi Virgin Galactic yang difasilitasi miliarder kelahiran Afrika Selatan Timothy Nash membawa pecahan sisa-sisa nenek moyang manusia purba dalam perjalanan ke tepi luar angkasa.

Sisa-sisa tulang selangka A sediba yang berusia 2 juta tahun dan tulang ibu jari dari H naledi dipilih oleh Lee Berger, penjelajah yang berperan penting dalam penemuan mereka dan direktur Pusat Eksplorasi Perjalanan Manusia di Universitas Witwatersrand, Afrika Selatan.

“Perjalanan fosil-fosil ini ke luar angkasa mewakili apresiasi umat manusia atas kontribusi seluruh nenek moyang umat manusia... Tanpa penemuan teknologi seperti api dan peralatan... kontribusi mereka terhadap evolusi... pikiran manusia, sehingga upaya luar biasa seperti penerbangan luar angkasa tidak akan terjadi," papar Berger.



Pengkritik berpendapat misi tersebut tidak memiliki pembenaran ilmiah, sehingga menimbulkan risiko kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada spesimen yang tak ternilai harganya jika terjadi kegagalan fungsi.

Permohonan izin untuk misi tersebut disetujui oleh Badan Sumber Daya Warisan Afrika Selatan (SAHRA), yang tujuan utamanya mempromosikan penelitian asal usul manusia Afrika Selatan secara global, daripada menjawab pertanyaan ilmiah.

Masalah etis seputar perjalanan itu sangat besar, dengan beberapa ilmuwan mengkategorikan fosil-fosil tersebut sebagai fosil paleontologis, bukan manusia, untuk menghindari batasan etika dan hukum.



Perdebatan ini menggarisbawahi diskusi yang sedang berlangsung mengenai definisi siapa yang kita anggap sebagai "manusia".

Meskipun Afrika Selatan mempunyai hak mengelola kawasan nasionalnya, perjalanan luar angkasa yang kontroversial ini telah menimbulkan pertanyaan tentang potensi konsekuensi dan risiko yang lebih luas terhadap warisan arkeologi.

Selain itu, ekspedisi ini telah mengungkap permasalahan hak dan keistimewaan, karena ekspedisi ini diatur oleh individu-individu dengan sumber daya dan akses besar yang tidak dimiliki sebagian besar peneliti paleoantropologi.

Kurangnya transparansi mengenai tujuan, risiko dan manfaat misi tersebut telah memicu kontroversi.

Banyak peneliti telah menyatakan keprihatinannya tentang masa depan fosil-fosil ini, mengingat penggunaannya yang tidak lazim dalam perjalanan ruang angkasa.

“Para arkeolog luar angkasa seperti saya pasti tertarik dengan pengaruh lingkungan luar angkasa terhadap benda-benda di luar angkasa,” ujar dia.

“Tapi menurut saya kita tidak akan menggunakan sepotong warisan dari Bumi ini sebagai bahan uji untuk melihat apa yang terjadi pada hal itu," papar Justin Walsh, profesor seni dan arkeologi di Universitas Chapman di California kepada media sains Amerika Serikat.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More