AUKUS Dibentuk Untuk Perang, Pemerintah Diminta Tolak Akses Kapal Selam Australia
Selasa, 14 Maret 2023 - 16:35 WIB
JAKARTA - Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang bereaksi terhadap rencana pembelian kapal selam nuklir oleh Australia senilai USD368 miliar, dengan Perdana Menteri Anthony Albanese berusaha untuk melunakkan pukulan dengan panggilan telepon awal ke Presiden Indonesia Joko Widodo.
“Indonesia telah mengamati dengan seksama kerja sama kemitraan keamanan AUKUS, khususnya pengumuman mengenai jalur yang akan ditempuh AUKUS untuk mencapai tingkat kemampuan AUKUS yang kritis,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
“Menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah tanggung jawab semua negara. Sangat penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya ini," sambung Kemlu.
“Indonesia mengharapkan Australia untuk tetap konsisten dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir) dan perlindungan IAEA, serta mengembangkan mekanisme verifikasi yang efektif dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional), transparan dan tidak diskriminatif,” demikian pernyataan Kemlu seperti dikutip dari The Age, Selasa (14/3/2023).
Kecemasan Indonesia menunjukkan keinginannya untuk tidak memihak dalam persaingan geopolitik antara China dan Amerika Serikat (AS) beserta sekutunya, dan kewaspadaan yang terkait dengan lokasi fisiknya, yang berarti kapal selam pasti harus melewati perairannya.
Jakarta belum memutuskan apakah kapal selam akan diizinkan melakukan perjalanan di dalam wilayah lautnya. Jika memungkinkan, diharapkan hanya di permukaan, tidak terendam, tetapi ada dorongan yang kuat terhadapnya.
Menanggapi itu, anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P), Tubagus Hasanuddin menegaskan jika jalur laut Indonesia tidak boleh digunakan oleh kapal selam bertenaga nuklir Australia karena AUKUS dibentuk untuk berperang.
“Posisi Indonesia jelas bahwa (jalur laut kepulauan kita) tidak dapat digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan perang atau persiapan perang atau kegiatan non-damai,” katanya dalam wawancara dengan The Age dan Sydney Morning Herald.
“Indonesia telah mengamati dengan seksama kerja sama kemitraan keamanan AUKUS, khususnya pengumuman mengenai jalur yang akan ditempuh AUKUS untuk mencapai tingkat kemampuan AUKUS yang kritis,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
“Menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah tanggung jawab semua negara. Sangat penting bagi semua negara untuk menjadi bagian dari upaya ini," sambung Kemlu.
“Indonesia mengharapkan Australia untuk tetap konsisten dalam memenuhi kewajibannya berdasarkan NPT (Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir) dan perlindungan IAEA, serta mengembangkan mekanisme verifikasi yang efektif dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional), transparan dan tidak diskriminatif,” demikian pernyataan Kemlu seperti dikutip dari The Age, Selasa (14/3/2023).
Kecemasan Indonesia menunjukkan keinginannya untuk tidak memihak dalam persaingan geopolitik antara China dan Amerika Serikat (AS) beserta sekutunya, dan kewaspadaan yang terkait dengan lokasi fisiknya, yang berarti kapal selam pasti harus melewati perairannya.
Jakarta belum memutuskan apakah kapal selam akan diizinkan melakukan perjalanan di dalam wilayah lautnya. Jika memungkinkan, diharapkan hanya di permukaan, tidak terendam, tetapi ada dorongan yang kuat terhadapnya.
Menanggapi itu, anggota Komisi I DPR dari Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P), Tubagus Hasanuddin menegaskan jika jalur laut Indonesia tidak boleh digunakan oleh kapal selam bertenaga nuklir Australia karena AUKUS dibentuk untuk berperang.
“Posisi Indonesia jelas bahwa (jalur laut kepulauan kita) tidak dapat digunakan untuk kegiatan yang berkaitan dengan perang atau persiapan perang atau kegiatan non-damai,” katanya dalam wawancara dengan The Age dan Sydney Morning Herald.
tulis komentar anda