Dosa-dosa Pemred Charlie Hebdo Versi Sang Pendiri
A
A
A
PARIS - Henri Roussel, 80, salah satu pendiri majalah Charlie Hebdo menyalahkan pemimpin redaksi (Pemred) majalah satir itu, Sthephane Charbonnier (Charb) sehingga teror berdarah terjadi.
Roussel pun menungkap "dosa-dosa" Charb yang dia anggap sebagai tindakan kebodohan.
Menurut Roussel, Pemred Charlie Hebdo melakukan kebodohan dengan menyeret kru majalah itu menjadi korban pembantaian para pria bersenjata pada 7 Januari 2015. Charb sendiri ikut tewas dalam pembantaian itu. (Baca: Provokasi Teror, Pendiri Salahkan Pemred Charlie Hebdo)
“Saya benar-benar menyalahkan Anda,” tulis Roussel dalam kolomnya di sebuah majalah Prancis, yang dilansir Telegraph, Jumat (16/1/2015). Roussel ikut mendirikan majalah itu pada tahun 1970. Kala itu, majalah satir tersebut bernama Hara-Kiri Hebdo.
Kata Roussel, kebodohan Charb yang fatal adalah nekat menerbitkan kartun provokatif Nabi Muhammad. Parahnya, Charb melakukan hal itu dua kali, yakni tahun 2011 dan 2012. Jika saat ini Charb masih hidup, maka dia menerbitkan tiga kali kartun Nabi Muhammad.
“Apa yang membuatnya merasa perlu untuk menyeret tim (Charlie Hebdo) ke tindakan yang berlebihan?,” tanya dia.
Tahun 2011, Charb menerbitkan Charlie Hebdo dengan sampul kartun Nabi Muhammad. Dalam kartun itu, Nabi seolah-olah mengatakan;”100 cambukan cambuk jika Anda tidak mati tertawa!". Kalimat itu digunakan majalah satir itu untuk mengkritik hukum syariah.
Ulah Charb tahun 2011 itu membuat kantor majalah tersebut diserang bom. Pelakunya hingga kini tidak terindentifikasi.
Menurut Roussel, Charb tidak tindakan yang memicu teror itu. Karena tahun 2012, Charb mengulanginya dengan kembali menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Pada tahun itu, kartun Nabi digambarkan sedang duduk di kursi roda dengan tulisan;”Anda tidak harus mengejek”.
Di bagian lain, majalah itu semakin lancang menghina Nabi dengan membuat kartun Nabi dalam kondisi tanpa busana. Pada puncaknya, 7 Januari 2015 lalu, Said dan Cherif Kuoachi membantai Charb dan 11 orang lain di kantor majalah itu.
“Saya percaya bahwa kita adalah orang-orang bodoh yang mengambil risiko yang tidak perlu. Itu dia. Kami pikir, kami kebal. Selama bertahun-tahun, bahkan satu dekade. Itu provokasi dan kemudian suatu hari provokasi itu berbalik melawan kami,” kata Roussel, yang menganggap Charb keras kepala.
”Dia seharusnya tidak melakukan itu, tapi Charb melakukannya lagi setahun kemudian, pada bulan September 2012,” imbuh Roussel.
Roussel pun menungkap "dosa-dosa" Charb yang dia anggap sebagai tindakan kebodohan.
Menurut Roussel, Pemred Charlie Hebdo melakukan kebodohan dengan menyeret kru majalah itu menjadi korban pembantaian para pria bersenjata pada 7 Januari 2015. Charb sendiri ikut tewas dalam pembantaian itu. (Baca: Provokasi Teror, Pendiri Salahkan Pemred Charlie Hebdo)
“Saya benar-benar menyalahkan Anda,” tulis Roussel dalam kolomnya di sebuah majalah Prancis, yang dilansir Telegraph, Jumat (16/1/2015). Roussel ikut mendirikan majalah itu pada tahun 1970. Kala itu, majalah satir tersebut bernama Hara-Kiri Hebdo.
Kata Roussel, kebodohan Charb yang fatal adalah nekat menerbitkan kartun provokatif Nabi Muhammad. Parahnya, Charb melakukan hal itu dua kali, yakni tahun 2011 dan 2012. Jika saat ini Charb masih hidup, maka dia menerbitkan tiga kali kartun Nabi Muhammad.
“Apa yang membuatnya merasa perlu untuk menyeret tim (Charlie Hebdo) ke tindakan yang berlebihan?,” tanya dia.
Tahun 2011, Charb menerbitkan Charlie Hebdo dengan sampul kartun Nabi Muhammad. Dalam kartun itu, Nabi seolah-olah mengatakan;”100 cambukan cambuk jika Anda tidak mati tertawa!". Kalimat itu digunakan majalah satir itu untuk mengkritik hukum syariah.
Ulah Charb tahun 2011 itu membuat kantor majalah tersebut diserang bom. Pelakunya hingga kini tidak terindentifikasi.
Menurut Roussel, Charb tidak tindakan yang memicu teror itu. Karena tahun 2012, Charb mengulanginya dengan kembali menerbitkan kartun Nabi Muhammad. Pada tahun itu, kartun Nabi digambarkan sedang duduk di kursi roda dengan tulisan;”Anda tidak harus mengejek”.
Di bagian lain, majalah itu semakin lancang menghina Nabi dengan membuat kartun Nabi dalam kondisi tanpa busana. Pada puncaknya, 7 Januari 2015 lalu, Said dan Cherif Kuoachi membantai Charb dan 11 orang lain di kantor majalah itu.
“Saya percaya bahwa kita adalah orang-orang bodoh yang mengambil risiko yang tidak perlu. Itu dia. Kami pikir, kami kebal. Selama bertahun-tahun, bahkan satu dekade. Itu provokasi dan kemudian suatu hari provokasi itu berbalik melawan kami,” kata Roussel, yang menganggap Charb keras kepala.
”Dia seharusnya tidak melakukan itu, tapi Charb melakukannya lagi setahun kemudian, pada bulan September 2012,” imbuh Roussel.
(mas)