Merasa Diintai Maut, Kejiwaan Bocah-bocah Gaza Terganggu

Senin, 14 Juli 2014 - 14:56 WIB
Merasa Diintai Maut,...
Merasa Diintai Maut, Kejiwaan Bocah-bocah Gaza Terganggu
A A A
BETLEHEM - Invasi militer Israel yang sedang berlangsung di Jalur Gaza, sudah membuat kondisi kejiwaan warga Gaza, terutama anak-anak terganggu. Mereka dirundung ketakutan, karena merasa kematian ada di depan mata.

Invasi Israel di Jalur Gaza, sejak Selasa pekan lalu hingga sekarang tercatat sudah menewaskan 170-an warga Palestina di Jalur Gaza. Lebih dari 1.000 warga lainnya terluka.

Jalur Gaza yang dihuni 1,8 juta jiwa, kini benar-benar dilanda bencana. Mereka kebingungan mencari tempat berlindung, ketika drone dan pesawat-pesawat jet tempur Israel menembakkan rudal di wilayah padat penduduk.

Rana Nashashibi, seorang psikolog di Pusat Konseling Palestina, mengatakan kepada kantor berita Ma'an, bahwa dia tidak tahu kapan, atau bagaimana, orang-orang di Jalur Gaza setiap saat bisa tewas akibat invasi Israel.

Menurutnya, Israel sengaja menggunakan strategi perang psikologis untuk melemahkan rakyat Gaza.”Itu selalu koheren dengan perang konvensional dengan kekuatan militer, yakni dengan menggunakan perang psikologis pada orang-orang. Tujuan utamanya adalah untuk membuat orang merasa tidak berdaya dan lemah, dengan cara (Israel) akan mengatakan; 'Kami kuat dan kami melakukan ini untuk Anda',” kata Rana, yang dilansir kantor berita Palestina itu, semalam (13/7/2014).

”Blokade Israel di Gaza, yang diberlakukan pada tahun 2007, telah membuat sumber daya dan energi warga Gaza habis dalam menghadapi tantangan berat dari serangan militer,” lanjut Rana. ”Hanya bertahan dan mampu menghadapi tantangan setiap hari adalah orang-orang yang lelah.

Gangguan psikologis yang dialami warga Gaza, Rana melanjutkan, sebenarnya sudah terjadi sejak perang Israel di Jalur Gaza November 2012. Menurut Badan Penanganan Pengungsi PBB (UNRWA) tingkat gangguan psiokologis rakyat Gaza usai 2012 justru meningkar 100 persen.

Setop Pemboman!

UNICEF sendiri merilis temuan usai konflik, bahwa 91 persen anak-anak di Gaza mengalami gangguan tidur, dan 85 persen orang dewas kehilangan nafsu makan. Gejala lain adalah kecemasan, mengompol dan ketakutan tiada henti yang memicu serangan jantung, tekanan darah tinggi hingga kanker.

“Israel bertujuan untuk membuat orang merasa tak berdaya, mereka berharap bahwa orang tidak berubah menjadi lebih baik,” imbuh Rana.

Dokter Mads Gilbert asal Norwegia mengatakan, sebagian besar anak-anak menjadi saksi hidup atas kematian orang-orang di Gaza. Mereka juga hidup dalam trauma. ”Ada cara yang sangat sederhana untuk menghentikan anak-anak dari trauma, yakni berhenti melakukan pemboman , dan mengakhiri blokade,” kata Gilbert.

“Saya telah di sini pada tahun 2006, 2008, dan 2012 dan setiap kali saya memiliki pengalaman yang sama. Rasa yang paling mengesankan jika Anda mampu mengatasi mereka tidak roboh di bawah tekanan, mereka membungkuk tapi tidak mengubah situasi untuk kembali menemukan diri sebagai manusia normal,” ucapnya.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0974 seconds (0.1#10.140)