Media AS Soroti Polemik Jilbab di Sekolah Indonesia
A
A
A
WASHINGTON - Media Amerika Serikat, New York Times, melansir laporan perihal polemik diwajibkannya jilbab untuk siswi di sejumlah sekolah di Indonesia. Media itu bahkan menuliskan laporannya dengan judul “Sekolah Negeri di Indonesia Merasakan Tekanan Islam”.
Laporan yang dilansir Minggu kemarin (15/6/2014), New York Times memulai laporannya dengan keluh kesah orangtua siswa bernama Lies Marcoes. Lies disebut marah, ketika putrinya yang bersekolah di sebuah SMA Negeri di Bogor diwajibkan mengenakan jilbab meski hanya sekali dalam seminggu.
Lies sendiri merupakan seorang Muslim dan lulusan dari sebuah Universitas Islam di Jakarta. Namun, dia menolak ketika pakaian yang menyangkut urusan agama diwajibkan dikenakan di sekolah negeri. Protesnya berhasil, karena aturan wajib berjilbab dibatalkan, meskipun putrinya dan teman-temannya merasa tidak masalah dengan aturan itu.
Kisah lain, masih menurut media AS itu, berasal dari Yogyakarta. Di mana, orangtua siswa bernama Tri Agus Susanto Siswowiharjo, yang ingin menyekolahkan putrinya di sekolah negeri khawatir jika nantinya diwajibkan berjilbab.
Tri Agus, yang merupakan dosen komunikasi politik di sebuah perguruan tinggi mengaku menyekolahkan putrinya saat kecil di sekolah Katolik. Meskipun ia adalah seorang Muslim, ia percaya bahwa masalah agama adalah ranah privat dan tidak boleh dipaksakan.
“Jika mereka ingin belajar tentang agama mereka, mereka dapat belajar tentang hal itu di rumah,” kata Tri Agus, dalam sebuah wawancara dengan media AS tersebut. New York Times menulis kedua orangtua siswa itu berharap sekolah-sekolah umum bisa netral dan mencerminkan warisan multikultural negara yang mengakui banyak agama di Indonesia.
Yang membuat Lies dan Tri Agus keberatan dengan urusan agama dikaitkan dengan sekolah karena mereka merasa ada gejala fundamentalis agama muncul di sekolah-sekolah. ”Saya mengirim anak saya ke sekolah umum, sehingga mereka bisa belajar nilai-nilai universal, memiliki berbagai jenis teman dan belajar ide-ide pluralis,” kata Lies.
Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, yang pernyataannya dikutip media AS itu ikut berkomentar soal polemik jilbab di sekolah.”Sekolah umum telah menjadi sekolah-sekolah agama,” katanya.
Laporan yang dilansir Minggu kemarin (15/6/2014), New York Times memulai laporannya dengan keluh kesah orangtua siswa bernama Lies Marcoes. Lies disebut marah, ketika putrinya yang bersekolah di sebuah SMA Negeri di Bogor diwajibkan mengenakan jilbab meski hanya sekali dalam seminggu.
Lies sendiri merupakan seorang Muslim dan lulusan dari sebuah Universitas Islam di Jakarta. Namun, dia menolak ketika pakaian yang menyangkut urusan agama diwajibkan dikenakan di sekolah negeri. Protesnya berhasil, karena aturan wajib berjilbab dibatalkan, meskipun putrinya dan teman-temannya merasa tidak masalah dengan aturan itu.
Kisah lain, masih menurut media AS itu, berasal dari Yogyakarta. Di mana, orangtua siswa bernama Tri Agus Susanto Siswowiharjo, yang ingin menyekolahkan putrinya di sekolah negeri khawatir jika nantinya diwajibkan berjilbab.
Tri Agus, yang merupakan dosen komunikasi politik di sebuah perguruan tinggi mengaku menyekolahkan putrinya saat kecil di sekolah Katolik. Meskipun ia adalah seorang Muslim, ia percaya bahwa masalah agama adalah ranah privat dan tidak boleh dipaksakan.
“Jika mereka ingin belajar tentang agama mereka, mereka dapat belajar tentang hal itu di rumah,” kata Tri Agus, dalam sebuah wawancara dengan media AS tersebut. New York Times menulis kedua orangtua siswa itu berharap sekolah-sekolah umum bisa netral dan mencerminkan warisan multikultural negara yang mengakui banyak agama di Indonesia.
Yang membuat Lies dan Tri Agus keberatan dengan urusan agama dikaitkan dengan sekolah karena mereka merasa ada gejala fundamentalis agama muncul di sekolah-sekolah. ”Saya mengirim anak saya ke sekolah umum, sehingga mereka bisa belajar nilai-nilai universal, memiliki berbagai jenis teman dan belajar ide-ide pluralis,” kata Lies.
Retno Listyarti, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, yang pernyataannya dikutip media AS itu ikut berkomentar soal polemik jilbab di sekolah.”Sekolah umum telah menjadi sekolah-sekolah agama,” katanya.
(mas)