Dunia Kutuk Kudeta Militer Thailand
A
A
A
BANGKOK-Aksi militer Thailand yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan saat ini menuai kutukan internasional. Amerika Serikat dan negara-negara Eropa menyatakan, tindakan militer Thailand tidak bisa dibenarkan.
“Saya kecewa dengan keputusan militer Thailand untuk menangguhkan konstitusi dan mengambil kendali pemerintah setelah periode panjang dari kekacauan politik, dan tidak ada pembenaran untuk kudeta militer ini,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews. (Baca: Militer Ambil Alih Pemerintahan Thailand)
“Sementara kita menghargai persahabatan panjang kami dengan rakyat Thailand, tindakan ini akan memiliki implikasi negatif bagi hubungan AS danThailand , terutama untuk hubungan kita dengan militer Thailand. Kami meninjau bantuan sesuai hukum AS,” lanjut Kerry.
Kerry, seperti dikutip Reuters, Jumat (23/5/2014), menyatakan bantuan untuk Thailand yang ditunda mencapai USD10 juta. Perancis dan Jerman juga mengutuk kudeta militer Thailand. Sedangkan PBB menyatakan keprihatinan serius.
Kamis kemarin, militer Thailand mengambil alih kontrol pemerintahan, setelah pembicaraan antara kubu pemerintah dan oposisi mengalami kebuntuan. Militer juga menyensor ketat media, dan melarang pertemuan para politisi. Kudeta militer itu diumumkan panglima militer Thailand, Jenderal Prayuth Chan – ocha.
Sementara itu, Perdana Menteri sementara Thailand, Niwatthamrong Boonsongphaisan, tidak diketahui keberadaannya. “Kita yang berada di luar, masih baik-baik saja dan di tempat-tempat yang aman,” kata penasihat Niwatthamrong, Paradorn Pattanathabutr yang merahasiakan keberadaan PM sementara Thailand itu.
Indonesia, Jepang dan Uni Eropa juga prihatin dengan situasi di Thailand. Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan, tanpa bermaksud ikut campur urusan dalam negeri Thailand, Indonesia sebagai negara tetangga menyerukan pemulihan situasi politik setempat.
“Indonesia menyerukan kepada Angkatan Bersenjata Thailand dan berbagai elemen sipil terkait, agar bekerjasama dalam suasana rekonsiliatif untuk segera memulihkan situasi politik di Thailand,” kata Menlu Marty.
“Saya kecewa dengan keputusan militer Thailand untuk menangguhkan konstitusi dan mengambil kendali pemerintah setelah periode panjang dari kekacauan politik, dan tidak ada pembenaran untuk kudeta militer ini,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews. (Baca: Militer Ambil Alih Pemerintahan Thailand)
“Sementara kita menghargai persahabatan panjang kami dengan rakyat Thailand, tindakan ini akan memiliki implikasi negatif bagi hubungan AS danThailand , terutama untuk hubungan kita dengan militer Thailand. Kami meninjau bantuan sesuai hukum AS,” lanjut Kerry.
Kerry, seperti dikutip Reuters, Jumat (23/5/2014), menyatakan bantuan untuk Thailand yang ditunda mencapai USD10 juta. Perancis dan Jerman juga mengutuk kudeta militer Thailand. Sedangkan PBB menyatakan keprihatinan serius.
Kamis kemarin, militer Thailand mengambil alih kontrol pemerintahan, setelah pembicaraan antara kubu pemerintah dan oposisi mengalami kebuntuan. Militer juga menyensor ketat media, dan melarang pertemuan para politisi. Kudeta militer itu diumumkan panglima militer Thailand, Jenderal Prayuth Chan – ocha.
Sementara itu, Perdana Menteri sementara Thailand, Niwatthamrong Boonsongphaisan, tidak diketahui keberadaannya. “Kita yang berada di luar, masih baik-baik saja dan di tempat-tempat yang aman,” kata penasihat Niwatthamrong, Paradorn Pattanathabutr yang merahasiakan keberadaan PM sementara Thailand itu.
Indonesia, Jepang dan Uni Eropa juga prihatin dengan situasi di Thailand. Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa, mengatakan, tanpa bermaksud ikut campur urusan dalam negeri Thailand, Indonesia sebagai negara tetangga menyerukan pemulihan situasi politik setempat.
“Indonesia menyerukan kepada Angkatan Bersenjata Thailand dan berbagai elemen sipil terkait, agar bekerjasama dalam suasana rekonsiliatif untuk segera memulihkan situasi politik di Thailand,” kata Menlu Marty.
(mas)