Sebut Presiden Korsel pelacur, Korut sangkal kirim drone
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah Korea Utara (Korut) pada Senin (12/5/2014) membantah tuduhan Amerika Serikat dan Korea Selatan (Korsel), bahwa Pyongyang mengirim pesawat nirawak atau drone untuk memata-matai Seoul.
Tak hanya itu, rezim Korut kembali menyebut Presiden Korsel, Park Geun-hye sebagai “pelacur politik” yang berkomplot dengan Amerika Serikat untuk mendeskreditkan Pyongyang. (Baca: Korut sebut Presiden Park "pelacur", Korsel marah)
”Jika Washington mengindahkan tuduhan anteknya (Korsel), itu sama halnya kakek pikun yang mencoba untuk menghentikan tangisan anak kecil,” tulis Korea Central News Agency (KCNA), mengutip pernyataan juru bicara rezim Pyongyang yang tidak disebut namanya.
Sememntara itu, juru bicara Departemen Pertahanan Korsel, Kim Min – seok, mengecam pernyataan hinaan dari Korut itu. Dia menyesalkan serangan verbal Korut terhadap Presiden Park. ”Korut, apakah itu negara yang nyata? (Negara) itu tidak memiliki hak atau kebebasan manusia. Yang ada hanya untuk menopang satu orang,” kata Kim saat briefing di Seoul, seperti dilansir Reuters.
Sejak akhir Perang Korea tahun 1950-1953, dua Korea itu terus bermusuhan, meski keduanya sudah sepakat untuk gencatan senjata. Belum lama ini, Korut juga melakukan serangan verbal terhadap Presiden Korsel, Park Geun-hye dan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Pyongyang menjuluki Park sebagai “pelacur jijik” yang setia kepada Obama yang dijuluki “germo”.
Bahkan, Obama beberapa hari lalu menjadi sasaran serangan verbal media Korut. Di mana Obama disebut seperti “monyet hitam”. Hinaan itu memicu amarah Gedung Putih yang menganggap sebagai pernyataan yang tidak pantas. (Baca juga: Media Korut sebut Obama "monyet hitam", AS marah)
Terkait tuduhan Korut memata-matai Korsel dengan pesawat nirawak atau drone, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan pejabat Korsel dan AS. Mereka memeriksa tiga drone yang jatuh di dekat perbatasan Korsel dan Korut akhir Maret 2014. Hasil penyelidikan menyimpulkan ketiga drone merupakan milik rezim Korut.
Namun, Korut membantah tuduhan itu, dan menganggapnya sebagai “sandiwara” untuk mengalihkan kritik publik Korsel terhadap Pemerintah Park soal tragedi kapal feri Sewol yang menewaskan ratusan jiwa.
Tak hanya itu, rezim Korut kembali menyebut Presiden Korsel, Park Geun-hye sebagai “pelacur politik” yang berkomplot dengan Amerika Serikat untuk mendeskreditkan Pyongyang. (Baca: Korut sebut Presiden Park "pelacur", Korsel marah)
”Jika Washington mengindahkan tuduhan anteknya (Korsel), itu sama halnya kakek pikun yang mencoba untuk menghentikan tangisan anak kecil,” tulis Korea Central News Agency (KCNA), mengutip pernyataan juru bicara rezim Pyongyang yang tidak disebut namanya.
Sememntara itu, juru bicara Departemen Pertahanan Korsel, Kim Min – seok, mengecam pernyataan hinaan dari Korut itu. Dia menyesalkan serangan verbal Korut terhadap Presiden Park. ”Korut, apakah itu negara yang nyata? (Negara) itu tidak memiliki hak atau kebebasan manusia. Yang ada hanya untuk menopang satu orang,” kata Kim saat briefing di Seoul, seperti dilansir Reuters.
Sejak akhir Perang Korea tahun 1950-1953, dua Korea itu terus bermusuhan, meski keduanya sudah sepakat untuk gencatan senjata. Belum lama ini, Korut juga melakukan serangan verbal terhadap Presiden Korsel, Park Geun-hye dan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Pyongyang menjuluki Park sebagai “pelacur jijik” yang setia kepada Obama yang dijuluki “germo”.
Bahkan, Obama beberapa hari lalu menjadi sasaran serangan verbal media Korut. Di mana Obama disebut seperti “monyet hitam”. Hinaan itu memicu amarah Gedung Putih yang menganggap sebagai pernyataan yang tidak pantas. (Baca juga: Media Korut sebut Obama "monyet hitam", AS marah)
Terkait tuduhan Korut memata-matai Korsel dengan pesawat nirawak atau drone, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan pejabat Korsel dan AS. Mereka memeriksa tiga drone yang jatuh di dekat perbatasan Korsel dan Korut akhir Maret 2014. Hasil penyelidikan menyimpulkan ketiga drone merupakan milik rezim Korut.
Namun, Korut membantah tuduhan itu, dan menganggapnya sebagai “sandiwara” untuk mengalihkan kritik publik Korsel terhadap Pemerintah Park soal tragedi kapal feri Sewol yang menewaskan ratusan jiwa.
(mas)