Brunei terapkan hukum rajam, kelompok gay ketakutan

Senin, 21 April 2014 - 14:04 WIB
Brunei terapkan hukum...
Brunei terapkan hukum rajam, kelompok gay ketakutan
A A A
Sindonews.com – Pemerintah Kerajaan Brunei Darussalam, resmi menerapkan hukum rajam bagi kelompok homoseksual, pezina dan pelaku "kejahatan" seksual lain, mulai besok (22/4/2014).

Kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) yang sedianya menggelar konferensi di hotel milik Sultan Brunei pun ketakutan dan memboikot hotel itu.

Semula kelompok LGBT akan menggelar konferensi di Hotel Beverly Hills, milik Sultan Hassanal Bolkiah pada akhir tahun ini. Namun dengan diterapkannya hukum rajam itu, kelompok tersebut memindah lokasi konferensi.

Pemboikotan hotel milik sultan kaya raya itu, disampaikan The Gill Action Fund, kelompok advokasi untuk LGBT. Penerapan hukum rajam yang mengacu pada Syariah Islam itu sejatinya sudah disampaikan Sultan Bolkiah setahun lalu, dan sempat disorot PBB.

”Mengingat kebijakan anti-gay yang mengerikan, yang disetujui oleh Pemerintah Brunei, Gill Action membuat keputusan untuk memindah lokasi konferensinya dari Beverly Hills Hotel ke hotel lain,” kata kata Direktur Eksekutif Gill Action, Kirk Fordham, seperti dilansir Mail Online, semalam (20/4/2014).

Dalam penerapan hukum Syariah Islam itu, Sultan Bolkiah mengatakan, eksekusi berlaku bagi siapa pun melakukan berbagai “kejahatan” seksual, termasuk sodomi, perzinahan dan pemerkosaan.

”Dengankarunia Tuhan, undang-undang ini berlaku. Tugas kita kepada Tuhan telah terpenuhi,” ucap Bolkiah pada konferensi hukum di Brunei setahun silam.

Namun, hukum itu hanya akan berlaku untuk umat Islam, yang jumlahnya penganutnya sekitar dua per tiga dari total penduduk di negara itu. Sedangkan umat agama lain, seperti Kristen dan Budha akan diatur oleh aturan adat.

PBB sudah mengkritik adopsi hukum Syariah Islam oleh Brunei. Mereka menganggap hukum rajam seperti itu tidak memenuhi standar hak asasi manusia internasional. ”Di bawah hukum internasional, merajam orang sampai mati merupakan penyiksaan atau perlakuan kejam, tidak manusiawi atau merendahkan perlakuan hukum,” kata juru bicara Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Rupert Colville.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5943 seconds (0.1#10.140)