PBB: Dalam 4 tahun, 3.600 warga Kongo diperkosa
A
A
A
Sindonews.com - PBB menyatakan, lebih dari 3.600 wanita, anak perempuan dan anak laki-laki menjadi korban pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya di Kongo selama empat tahun. Pelakunya adalah pasukan keamanan dan para pemberontak bersenjata.
Para korban menjadi “senjata” atau strategi perang dalam konflik di negara itu. Laporan PBB itu berdasarkan dokumentasi sejak Januari 2010 hingga Desember 2013. Tiga perempat dari korban adalah kaum perempuan.
Skala besar pemerkosaan, menurut laporan PBB menjadi senjata perang untuk menghukum warga sipil yang dituduh berkomplot dengan kubu saingan, baik dari kelompok bersenjata maupun pasukan keamanan Kongo.
Para korban berusia beragam. Mulai usia dua tahun hingga 80 tahun. Laporan PBB itu menyebut, 73 persen korban adalah kaum perempuan, 25 persen anak-anak perempuan dan 2 persen anak laki-laki.“Insiden kekerasan seksual yang sangat serius karena berskala besar, dan sistematis,” bunyi laporan PBB, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (10/4/2014).
Kejahatan seksual tersebut dilakukan, ketika terjadi serangan terhadap desa-desa di Kongo. Tidak hanya itu, pembunuhan, penculikan dan perampokan juga masuk dalam laporan PBB.
Sebelum laporan PBB dirilis, tahun 2011 silam, American Journal of Public Health melaporkan lebih dari 400.000 perempuan dan anak perempuan di Kongo diperkosa dalam periode 12 bulan, dari tahun 2006 hingga 2007.
Kepala HAM PBB, Navi Pillay mengatakan kepada pihak berwenang di Kongo memiliki impunitas atau kekebalan hukum. Untuk itu, dibutuhkan tuntutan yang kuat terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas komando pasukan.
”Tidak semua otoritas Kongo siap atau siap untuk melakukan penyelidikan menyeluruh ke semua kasus kekerasan seksual dan untuk mengadili para perwira paling senior,” kata Pillay. Menurut PBB sebagian besar kasus tidak pernah diinvestigasi apalagi dituntut. ”Sangat sedikit yang dilaporkan.”
Para korban menjadi “senjata” atau strategi perang dalam konflik di negara itu. Laporan PBB itu berdasarkan dokumentasi sejak Januari 2010 hingga Desember 2013. Tiga perempat dari korban adalah kaum perempuan.
Skala besar pemerkosaan, menurut laporan PBB menjadi senjata perang untuk menghukum warga sipil yang dituduh berkomplot dengan kubu saingan, baik dari kelompok bersenjata maupun pasukan keamanan Kongo.
Para korban berusia beragam. Mulai usia dua tahun hingga 80 tahun. Laporan PBB itu menyebut, 73 persen korban adalah kaum perempuan, 25 persen anak-anak perempuan dan 2 persen anak laki-laki.“Insiden kekerasan seksual yang sangat serius karena berskala besar, dan sistematis,” bunyi laporan PBB, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (10/4/2014).
Kejahatan seksual tersebut dilakukan, ketika terjadi serangan terhadap desa-desa di Kongo. Tidak hanya itu, pembunuhan, penculikan dan perampokan juga masuk dalam laporan PBB.
Sebelum laporan PBB dirilis, tahun 2011 silam, American Journal of Public Health melaporkan lebih dari 400.000 perempuan dan anak perempuan di Kongo diperkosa dalam periode 12 bulan, dari tahun 2006 hingga 2007.
Kepala HAM PBB, Navi Pillay mengatakan kepada pihak berwenang di Kongo memiliki impunitas atau kekebalan hukum. Untuk itu, dibutuhkan tuntutan yang kuat terhadap orang-orang yang bertanggungjawab atas komando pasukan.
”Tidak semua otoritas Kongo siap atau siap untuk melakukan penyelidikan menyeluruh ke semua kasus kekerasan seksual dan untuk mengadili para perwira paling senior,” kata Pillay. Menurut PBB sebagian besar kasus tidak pernah diinvestigasi apalagi dituntut. ”Sangat sedikit yang dilaporkan.”
(mas)