Menolak lupa, Menteri Singapura: Usman-Harun pengecut
A
A
A
Sindonews.com – Menteri Tenaga Kerja Singapura, Tan Chuan-jin menyampaikan sikapnya atas polemik penamaan kapal perang Indonesia dengan nama KRI Usman Harun. Dia menulis di halaman Facebook-nya, pada 7 Februari 2014 lalu dengan meninggalkan pesan “menolak lupa”.
Di halaman Facebook itu, Tan menyebut sosok marinir Harun Said dan Usman Ali bukan sosok heroik, melainkan sosok pengecut dan brutal. Awalnya, menteri itu memulai ceritanya dari kisah agresi Jepang. Kemudian dilanjutkan pada momen 10 Maret 1965. “Pada hari itu , Marinir Indonesia Harun Said dan Usman Ali, menanam dan meledakkan bom di MacDonald House, menewaskan tiga warga Singapura dan melukai 33,” tulis menteri itu.
Menurutnya, pemboman itu merupakan bagian dari konfrontasi, di mana Soekarno berusaha merusak pembentukan Malaysia, dengan mengaduk ketegangan rasial, dan menimbulkan ketakutan melalui kampanye pemboman tanpa pandang bulu.
“Kedua warga Indonesia ditangkap , diadili dan dieksekusi. Mereka digantung pada 17 Oktober 1968, dan memicu serangan terhadap Kedutaan Besar Singapura di Jakarta oleh massa. Mereka kemudian menyerang kediaman konsul kami dan rumah dua diplomat Singapura lainnya,” lanjut cerita Menteri Tan.
Menurutnya, masalah itu sudah mereda ketika kedua negara memutuskan untuk berekonsiliasi, yang ditandai dengan kunjugan Perdana Menteri Lee Kuan Yew ke kuburan dua marinir Indonesia tersebut. Dia juga memuji hubungan Singapura dan Indonesia yang terus membaik ketika bekerjasama menyalurkan bantuan untuk bencana tsunami di Aceh.
”Hebatnya, Angkatan Laut Indonesia sekarang menamakan salah satu kapal mereka (dengan nama) KRI Usman Harun, untuk menghormati keduanya,” sindir menteri itu sambil menceritakan kondisi keluarga para korban bom.
”Ini adalah salah satu hal yang perlu diingat, pahlawan Anda dari perang kemerdekaan Anda, atau mereka yang telah membangun bangsa Anda. Tapi itu adalah hal lain, ketika Anda merayakan mereka yang telah bertindak secara brutal dan pengecut. Tidak ada yang heroik tentang (aksi) membunuh warga sipil tak berdosa,” imbuh Tan.
Di akhir tulisannya itu, menteri tersebut meninggalkan pesan, bahwa warga Singapura harus memaafkan dua marinir Indonesia itu. ”Tapi dengan penamaan kapal ini, pesannya jelas. Kita juga jangan penah lupa.”
Di halaman Facebook itu, Tan menyebut sosok marinir Harun Said dan Usman Ali bukan sosok heroik, melainkan sosok pengecut dan brutal. Awalnya, menteri itu memulai ceritanya dari kisah agresi Jepang. Kemudian dilanjutkan pada momen 10 Maret 1965. “Pada hari itu , Marinir Indonesia Harun Said dan Usman Ali, menanam dan meledakkan bom di MacDonald House, menewaskan tiga warga Singapura dan melukai 33,” tulis menteri itu.
Menurutnya, pemboman itu merupakan bagian dari konfrontasi, di mana Soekarno berusaha merusak pembentukan Malaysia, dengan mengaduk ketegangan rasial, dan menimbulkan ketakutan melalui kampanye pemboman tanpa pandang bulu.
“Kedua warga Indonesia ditangkap , diadili dan dieksekusi. Mereka digantung pada 17 Oktober 1968, dan memicu serangan terhadap Kedutaan Besar Singapura di Jakarta oleh massa. Mereka kemudian menyerang kediaman konsul kami dan rumah dua diplomat Singapura lainnya,” lanjut cerita Menteri Tan.
Menurutnya, masalah itu sudah mereda ketika kedua negara memutuskan untuk berekonsiliasi, yang ditandai dengan kunjugan Perdana Menteri Lee Kuan Yew ke kuburan dua marinir Indonesia tersebut. Dia juga memuji hubungan Singapura dan Indonesia yang terus membaik ketika bekerjasama menyalurkan bantuan untuk bencana tsunami di Aceh.
”Hebatnya, Angkatan Laut Indonesia sekarang menamakan salah satu kapal mereka (dengan nama) KRI Usman Harun, untuk menghormati keduanya,” sindir menteri itu sambil menceritakan kondisi keluarga para korban bom.
”Ini adalah salah satu hal yang perlu diingat, pahlawan Anda dari perang kemerdekaan Anda, atau mereka yang telah membangun bangsa Anda. Tapi itu adalah hal lain, ketika Anda merayakan mereka yang telah bertindak secara brutal dan pengecut. Tidak ada yang heroik tentang (aksi) membunuh warga sipil tak berdosa,” imbuh Tan.
Di akhir tulisannya itu, menteri tersebut meninggalkan pesan, bahwa warga Singapura harus memaafkan dua marinir Indonesia itu. ”Tapi dengan penamaan kapal ini, pesannya jelas. Kita juga jangan penah lupa.”
(mas)