Bocah di Tacloban jelang ajal: Ma, biarkan aku pergi...
A
A
A
Sindonews.com – Bernadette Tenegra, 44, seorang guru sekolah di Kota Tacloban, tidak akan pernah melupakan kata-kata terakhir putrinya, saat topan Haiyan meluluh lantakkan kota di Filipina itu. Putrinya tewas tertusuk serpihan kayu yang melesat dibawa topan ganas tersebut.
”Ma, biarkan pergi....Selamatkan dirimu,” kata Tenegra, menirukan kata-kata terakhir putrinya, Rabu (13/11/2013), seperti dikutip media Filipina, Inquirer.net. Dia menyebut topan Haiyan sebagai topan Yolanda.
”Saya memeluknya dan saya terus menyuruhnya untuk bertahan, bahwa saya akan membawanya naik (mengungsi). Tapi dia menyerah,” rintihTenegra.
Dia menceritakan kondisi mengerikan saat topan ganas itu menerjang Tacloban. Menurutnya, matahari bersinar hanya beberapa jam setelah topan besar mendarat. Dia mengibaratkan topan Haiyan seperti sabit yang sangat tajam dan menumbangkan banyak bangunan, tiang listrik, mobil dan membunuh banyak orang.
Puluhan mayat tertimbun tumpukan puing-puing bangunan. Banyak juga yang tergeletak di jalan, dan darah mengotori trotoar.
Menurut Tenegra, banyak orang mendekati mayat-mayat dengan penuh keraguan, apakah korban tersebut kerabat mereka atau bukan. Beberapa wajah dilihat.
Seorang pria, lanjut dia, menangis menggeleng, dan bergumam. Dua remaja laki-laki menangis ketika gagal menemukan ayah mereka. ”Bukan dia ,” ujar salah satu remaja ditirukan Tenegra.
Presiden Filipina Benigno Aquino III telah menetapkan status darurat untuk negaranya. Status darurat ditetapkan, karena banyak korban yang selamat mengalami kelaparan dan aksi penjarahan merajalela.
Selain Indonesia, sejumlah negara juga telah mengirimkan bantuan untuk para korban. Di antaranya, Amerika Serikat, Uni Eropa, Asutralia, dan Selandia Baru. Korban tewas versi para relawan mencapai puluhan ribu jiwa. Namun, versi pemerintah baru sekitar ribuan jiwa
”Ma, biarkan pergi....Selamatkan dirimu,” kata Tenegra, menirukan kata-kata terakhir putrinya, Rabu (13/11/2013), seperti dikutip media Filipina, Inquirer.net. Dia menyebut topan Haiyan sebagai topan Yolanda.
”Saya memeluknya dan saya terus menyuruhnya untuk bertahan, bahwa saya akan membawanya naik (mengungsi). Tapi dia menyerah,” rintihTenegra.
Dia menceritakan kondisi mengerikan saat topan ganas itu menerjang Tacloban. Menurutnya, matahari bersinar hanya beberapa jam setelah topan besar mendarat. Dia mengibaratkan topan Haiyan seperti sabit yang sangat tajam dan menumbangkan banyak bangunan, tiang listrik, mobil dan membunuh banyak orang.
Puluhan mayat tertimbun tumpukan puing-puing bangunan. Banyak juga yang tergeletak di jalan, dan darah mengotori trotoar.
Menurut Tenegra, banyak orang mendekati mayat-mayat dengan penuh keraguan, apakah korban tersebut kerabat mereka atau bukan. Beberapa wajah dilihat.
Seorang pria, lanjut dia, menangis menggeleng, dan bergumam. Dua remaja laki-laki menangis ketika gagal menemukan ayah mereka. ”Bukan dia ,” ujar salah satu remaja ditirukan Tenegra.
Presiden Filipina Benigno Aquino III telah menetapkan status darurat untuk negaranya. Status darurat ditetapkan, karena banyak korban yang selamat mengalami kelaparan dan aksi penjarahan merajalela.
Selain Indonesia, sejumlah negara juga telah mengirimkan bantuan untuk para korban. Di antaranya, Amerika Serikat, Uni Eropa, Asutralia, dan Selandia Baru. Korban tewas versi para relawan mencapai puluhan ribu jiwa. Namun, versi pemerintah baru sekitar ribuan jiwa
(mas)