Turki buka tawaran baru untuk sistem anti rudal
A
A
A
Sindonews.com – Pemerintah Turki mengaku membuka tawaran baru dalam rencana untuk mengakuisisi sistem anti rudal jangka panjang pertama mereka. Sebelumnya, Turki sempat menjadi sorotan karena mengaku akan membeli sistem rudal dari China.
"Ini masalah yang belum diselesaikan. Jika perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengajukan tawaran yang lebih baik, kami akan terus berbicara dengan mereka," kata Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu, Sabtu (16/10/2013).
Bulan lalu, Turki mengambil sebuah langkah yang membuat jengkel sekutu mereka di NATO, khususnya AS, setelah Ankara mengumumkan sedang memasuki pembicaraan dengan China Precision Machinery Export - Import Corporation (CPMIEC) untuk membeli sistem anti rudal jarak jauh.
AS bahkan telah mengungkapkan "keprihatinan serius" tentang kesepakatan yang diperkirakan bernilai USD4 miliar. Selama satu dekade terakhir, AS telah memukul perusahaan Cina dengan serangkaian sanksi karena menjual senjata dan teknologi rudal ke Iran dan Suriah.
CPMIEC, yang membuat sistem rudal HQ-9, mengalahkan saingan mereka, perusahaan kemitraan AS Raytheon dan Lockheed Martin, Rosoboronexport Rusia, dan konsorsium Italia-Perancis Eurosam.
Seperti dilaporkan AFP, Davutoglu mengatakan, Turki telah mengesampingkan perusahaan dari Rusia, tetapi tidak dua lainnya. "Jika tawaran mereka lebih cocok untuk kita rumuskan, kami akan mengevaluasi mereka," pungkasnya.
Sementara Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada pertengahan pekan lalu membela keputusan negaranya untuk melakukan pembicaraan dengan China. "Tak seorang pun memiliki hak untuk campur tangan dalam keputusan (Turki) yang independen," katanya.
"Ini masalah yang belum diselesaikan. Jika perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) dan Eropa mengajukan tawaran yang lebih baik, kami akan terus berbicara dengan mereka," kata Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu, Sabtu (16/10/2013).
Bulan lalu, Turki mengambil sebuah langkah yang membuat jengkel sekutu mereka di NATO, khususnya AS, setelah Ankara mengumumkan sedang memasuki pembicaraan dengan China Precision Machinery Export - Import Corporation (CPMIEC) untuk membeli sistem anti rudal jarak jauh.
AS bahkan telah mengungkapkan "keprihatinan serius" tentang kesepakatan yang diperkirakan bernilai USD4 miliar. Selama satu dekade terakhir, AS telah memukul perusahaan Cina dengan serangkaian sanksi karena menjual senjata dan teknologi rudal ke Iran dan Suriah.
CPMIEC, yang membuat sistem rudal HQ-9, mengalahkan saingan mereka, perusahaan kemitraan AS Raytheon dan Lockheed Martin, Rosoboronexport Rusia, dan konsorsium Italia-Perancis Eurosam.
Seperti dilaporkan AFP, Davutoglu mengatakan, Turki telah mengesampingkan perusahaan dari Rusia, tetapi tidak dua lainnya. "Jika tawaran mereka lebih cocok untuk kita rumuskan, kami akan mengevaluasi mereka," pungkasnya.
Sementara Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada pertengahan pekan lalu membela keputusan negaranya untuk melakukan pembicaraan dengan China. "Tak seorang pun memiliki hak untuk campur tangan dalam keputusan (Turki) yang independen," katanya.
(esn)