Assad akui berbuat salah di Suriah
A
A
A
Sindonews.com – Presiden Suriah, Bashar al-Assad, mengakui setiap orang di Suriah, termasuk dirinya berbuat kesalahan sehingga membuat negaranya kacau. Tapi, dia berkomitmen tetap berdiri di tanah airnya untuk memerangi terorisme yang mengacaukan negaranya.
Pengakuan salah Assad itu, dia sampaikan dalam wawancara dengan majalah Der Spiegel, yang dilansir Reuters, Sabtu (5/10/2013). Menurutnya, pemerintahnya mungkin telah membuat kesalahan mengambil keputusan awal yang memicu kekacauan di Suriah.
”Setiap dari kita membuat kesalahan pribadi. Kita semua membuat kesalahan. Seorang presiden juga membuat kesalaha ,” kata Assad. ”Namun, jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, keputusan yang mendasar bagi kami benar (dalam memerangi terorisme),” katanya lagi.
Assad berujar, krisis Suriah telah dirancang oleh pasukan asing, khususnya para militan al-Qaeda. Kondisi itu, lanjut Assad, diperparah dengan sokongan finansial dari Arab Saudi dan Qatar untuk pemberontak bersenjata, serta bantuan logistik dari Turki yang memperpanjang konflik.
”Kami ada di sini melawan militan al-Qaeda yang datang dari 80-an negara,” ujarnya. ”Ada puluhan ribu militan dan kita meghadapinya.”
Assad melanjutkan, dia tidak akan pernah bersedia bernegosiasi dengan oposisi bersenjata. Jika ingin bernegosiasi, katanya, oposisi harus meletakkan senjata mereka. ”Dalam pandangan saya, oposisi politik tidak membawa senjata . Jika seseorang meletakkan senjata dan ingin kembali ke kehidupan sehari-hari, maka kita bisa mendiskusikannya,” katanya.
Krisis di Suriah bermula dari demonstrasi damai pada 2011. Demonstran menuntut diakhirinya dinasti keluarga Assad yang terlalu lama berkuasa di Suriah. Namun, Pemerintah Assad menolak tuntutan mereka. Sejak itu, demonstrasi damai berubah menjadi perang sipil bersenjata.
Perang sipil itu diperparah dengan masuknya para militan yang mengobarkan perang sektarian antara kaum Sunni, dengan kaum Syiah yang pro-Assad. Data PBB, sudah lebih dari 100 ribu orang terbunuh dalam perang sipil di Suriah.
Belakangan, kubu pemberontak terpecah dan saling memerangi. Oposisi menuding, militan bersenjata telah “mencuri” revolusi yang mereka ciptakan. Sebaliknya, kelompok militan bersenjata, seperti al-Nusra, tidak mengakui oposisi Suriah, dengan alasan mereka didukung asing.
Pengakuan salah Assad itu, dia sampaikan dalam wawancara dengan majalah Der Spiegel, yang dilansir Reuters, Sabtu (5/10/2013). Menurutnya, pemerintahnya mungkin telah membuat kesalahan mengambil keputusan awal yang memicu kekacauan di Suriah.
”Setiap dari kita membuat kesalahan pribadi. Kita semua membuat kesalahan. Seorang presiden juga membuat kesalaha ,” kata Assad. ”Namun, jika ada kesalahan dalam pelaksanaannya, keputusan yang mendasar bagi kami benar (dalam memerangi terorisme),” katanya lagi.
Assad berujar, krisis Suriah telah dirancang oleh pasukan asing, khususnya para militan al-Qaeda. Kondisi itu, lanjut Assad, diperparah dengan sokongan finansial dari Arab Saudi dan Qatar untuk pemberontak bersenjata, serta bantuan logistik dari Turki yang memperpanjang konflik.
”Kami ada di sini melawan militan al-Qaeda yang datang dari 80-an negara,” ujarnya. ”Ada puluhan ribu militan dan kita meghadapinya.”
Assad melanjutkan, dia tidak akan pernah bersedia bernegosiasi dengan oposisi bersenjata. Jika ingin bernegosiasi, katanya, oposisi harus meletakkan senjata mereka. ”Dalam pandangan saya, oposisi politik tidak membawa senjata . Jika seseorang meletakkan senjata dan ingin kembali ke kehidupan sehari-hari, maka kita bisa mendiskusikannya,” katanya.
Krisis di Suriah bermula dari demonstrasi damai pada 2011. Demonstran menuntut diakhirinya dinasti keluarga Assad yang terlalu lama berkuasa di Suriah. Namun, Pemerintah Assad menolak tuntutan mereka. Sejak itu, demonstrasi damai berubah menjadi perang sipil bersenjata.
Perang sipil itu diperparah dengan masuknya para militan yang mengobarkan perang sektarian antara kaum Sunni, dengan kaum Syiah yang pro-Assad. Data PBB, sudah lebih dari 100 ribu orang terbunuh dalam perang sipil di Suriah.
Belakangan, kubu pemberontak terpecah dan saling memerangi. Oposisi menuding, militan bersenjata telah “mencuri” revolusi yang mereka ciptakan. Sebaliknya, kelompok militan bersenjata, seperti al-Nusra, tidak mengakui oposisi Suriah, dengan alasan mereka didukung asing.
(mas)