Teroris dari 83 negara bantai rakyat Suriah
A
A
A
Sindonews.com - Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al-Moualem, menyebut kondisi di Suriah tak ubahnya dengan invasi teroris asing pada serangan 11 September 2001 yang menyasar Amerika Serikat. Suriah, kata al-Moulem, diserbu banyak teroris asing dari 83 negara.
Hal itu dikatakan al-Moulem dalam pidatonya di forum Sidang Majelis Umum PBB, di New York. ”Teroris yang berasal lebih dari 83 negara terlibat dalam pembunuhan orang-orang kami, dan tentara kita, di bawah panji ‘jihad’ global,” katanya, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/10/2013).
”Tidak ada perang sipil di Suriah, tetapi merupakan perang melawan teror yang tidak mengenal nilai-nilai moral, keadilan, atau kesetaraan, dan mengabaikan hukum,” lanjut dia.
Data PBB menyatakan, lebih dari 100 ribu warga Suriah tewas, dalam konflik yang berlangsung 2,5 tahun ini. Konflik bermula dari demonstrasi damai yang menentang dominasi rezim keluarga Assad selama beberapa periode di Suriah.
Demonstrasi damai itu berubah menjadi perang sipil antara tentara loyalis Assad dengan kubu pemberontak. Konflik diperparah dengan masuknya kelompok-kelompok garis keras yang mengobarkan konflik sektarian antara kaum Sunni dengan kaum Syiah di Suriah.
Pekan lalu, pimpinan oposisi atau pemberontak mengatakan, kelompok ekstremis telah ‘mencuri’ momen revolusi yang mereka luncurkan di Suriah. Sebaliknya, kubu kelompok ekstremis dalam sebuah pernyataan, tidak mengakui pimpinan atau pun kelompok oposisi Suriah, karena didukung pihak asing.
Bagi al-Moulem, tindakan Pemerintah Suriah yang keras terhadap kelompok teroris sudah tepat. Dia menyindir Amerika Serikat yang mengecam Pemerintah rezim Bashar al-Assad dalam memerangi teroris, karena tindakan yang sama juga dilakukan AS terhadap kelompok teroris yang melakukan serangan 11 September 2001.
Hal itu dikatakan al-Moulem dalam pidatonya di forum Sidang Majelis Umum PBB, di New York. ”Teroris yang berasal lebih dari 83 negara terlibat dalam pembunuhan orang-orang kami, dan tentara kita, di bawah panji ‘jihad’ global,” katanya, seperti dikutip Reuters, Selasa (1/10/2013).
”Tidak ada perang sipil di Suriah, tetapi merupakan perang melawan teror yang tidak mengenal nilai-nilai moral, keadilan, atau kesetaraan, dan mengabaikan hukum,” lanjut dia.
Data PBB menyatakan, lebih dari 100 ribu warga Suriah tewas, dalam konflik yang berlangsung 2,5 tahun ini. Konflik bermula dari demonstrasi damai yang menentang dominasi rezim keluarga Assad selama beberapa periode di Suriah.
Demonstrasi damai itu berubah menjadi perang sipil antara tentara loyalis Assad dengan kubu pemberontak. Konflik diperparah dengan masuknya kelompok-kelompok garis keras yang mengobarkan konflik sektarian antara kaum Sunni dengan kaum Syiah di Suriah.
Pekan lalu, pimpinan oposisi atau pemberontak mengatakan, kelompok ekstremis telah ‘mencuri’ momen revolusi yang mereka luncurkan di Suriah. Sebaliknya, kubu kelompok ekstremis dalam sebuah pernyataan, tidak mengakui pimpinan atau pun kelompok oposisi Suriah, karena didukung pihak asing.
Bagi al-Moulem, tindakan Pemerintah Suriah yang keras terhadap kelompok teroris sudah tepat. Dia menyindir Amerika Serikat yang mengecam Pemerintah rezim Bashar al-Assad dalam memerangi teroris, karena tindakan yang sama juga dilakukan AS terhadap kelompok teroris yang melakukan serangan 11 September 2001.
(mas)