Ini, kisah penjual senjata di Suriah yang untung besar

Rabu, 25 September 2013 - 15:47 WIB
Ini, kisah penjual senjata di Suriah yang untung besar
Ini, kisah penjual senjata di Suriah yang untung besar
A A A
Sindonews.com - Ribuan bahkan jutaan orang di Suriah ramai-ramai mengungsi untuk menyelamatkan diri dari bahaya perang sipil yang mengancam nyawa mereka. Tapi tidak bagi Abu Mohammad, pria yang berbisnis senjata di Aleppo. Momen perang sipil, baginya justru menjadi ladang untuk meraup untung.

Di tokonya, Abu Mohammad, menjual berbagai senjata. Di antaranya, granat roket, amunisi, bahkan pedang. ”Perang adalah bisnis yang besar,” kata satu-satunya pemilik toko senjata di wilayah Suriah utara itu, sembari meletakkan beberapa granat tangan di tokonya, seperti dikutip al-Arabiya, Rabu (25/9/2013).

”Saya ingin membantu para pemberontak, karena mereka tidak punya senjata atau amunisi,” ucap penjual sennjata berusia 39 tahun itu kepada AFP. Dari bisnis yang memanfaatkan momen perang ini, ia meraup untung USD370 per hari.

Abu Mohammad membuka toko senjata di lingkungan yang dikuasai pemberontak Fardos, awal tahun. Dia sebelumnya bergabung dengan Tentara Pembebasan Suriah, dan mengalami luka yang membuat kakinya dipotong.

Beberapa senjata top yang dipamerkan di dinding tokonya, di antaranya, senjata api berkaliber 9mm dan AK- 47. ”Senjata-senjata itu, dibuat di Irak dan Rusia. Harga berkisar dari USD1.500 sampai USD2 ribu, tergantung pada kualitasnya,” kata putra Abu Mohamad yang berusia 20 tahun. Pemuda itu juga bergabung dengan pemberontak Suriah, dan sesekali meminjamkan senjata yang ada di toko ayahnya.

”Kami juga memiliki seragam militer, sepatu bot, masker gas dan walkie-talkie. Sebagian besar material berasal dari Turki,” ungkapnya.

Salah satu pemberontak Suriah, Mohammad Assi, 43, yang menenteng beberapa senapan, tampak menghitung segepok uang di tangannya. Asi mengatakan, ia ingin membeli senjata baru.

”Tetapi model ini tidak sangat baik, dan mereka menjualnya terlalu mahal,” ujarnya sembari menyerahkan USD110. ”Amunisi sangat langka. Itulah mengapa itu menjadi hal yang paling mahal untuk dibeli.”

Abu Mohammad pun memaklumi kekurangan uang dari para kliennya. Dia pun membuat kesepakatan dengan para pemberontak yang membeli senjatanya, jika uang mereka tidak cukup. ”Ketika para pemberontak merebut sebuah pangkalan militer, mereka datang ke toko saya,” ujar Abu Mohammad.
(esn)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6536 seconds (0.1#10.140)