Vonis mati pentolan partai Islam picu kekerasan di Bangladesh
A
A
A
Sindonews.com - Sesaat usai pengadilan tertinggi Bangladesh menjatuhkan vonis mati terhadap pimpinan partai Islam, Jamaat-e-Islami, Mullah Abdul Kader, negara itu langsung dilanda kekerasan massal. Bentrokan dan pembakaran sejumlah bus terjadi di Chittagong, sesaat usai vonis mati dijatuhkan pada Selasa (17/9/2013).
Negara itu juga diambang demonstrasi nasional, setelah massa Jamaat-e-Islami menyerukan demo besar-besaran sebagai reaksi atas vonis mati terhadap Kader. Mullah Abdul Kader dijatuhi hukuman mati, kemarin, atas kejahatan perang selama Perang Kemerdekaan 1971 antara Bangladesh dengan dengan Pakistan.
Seperti dikutip Reuters, Rabu (18/9/2013), sejumlah sekolah dan fasilitas bisnis, mulai ditutup, karena khawatir menjadi sasaran amukan massa. Penjaga perbatasan juga telah dikerahkan ke Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, untuk menjaga ketertiban.
Jaksa Agung Bangladesh. Mahbube Alam, mengatakan penijauan ulang tidak ada dalam konstitusi. Namun, tim pengacara Kader, mengatakan, akan mengajukan permohonan peninjauan ulang kasus tersebut. ”Keputusan ini di mana terdakwa tidak memiliki hak untuk banding atau peninjauan ulang, melanggar hukum internasional,” kata tim hukum internasional untuk Kader, dalam sebuah pernyataan.
Pengadilan tertinggi di Bangladesh telah menjatuhkan hukuman mati terhadap Mullah Abdul Kader, pimpinan utama Jamaat-e-Islami, partai Islam di negara itu, pada Selasa (17/9/2013). Dia divonis mati atas tuduhan melakukan kejahatan selama perang kemerdekaan di Pakistan tahun 1971.
Mullah Abdul Kader, yang membantah semua tuduhan, sebelumnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada Februari 2013 lalu. Dia lantas mengajukan banding, hingga akhirnya Mahkamah Agung memperberat hukumannya menjadi hukuman mati.
Dalam perang tahun 1971 kala itu, diperkirakan lebih dari 3 juta orang tewas. Vonis pengadilan untuk pemimpin utama partai Islam itu memicu protes dari pendukungnya. Menurut mereka, vonis untuk Mullah Abul Kader bermotif dendam dari pemerintah.
Pengadilan khusus pernah digelar pada tahun 2010 oleh Pemerintah Bangladesh. Mullah Abdul Kader dituduh berkomplot dengan pasukan Pakistan, untuk menghentikan pendirian negara Pakistan Timur (sekarang bernama Bangladesh).
Negara itu juga diambang demonstrasi nasional, setelah massa Jamaat-e-Islami menyerukan demo besar-besaran sebagai reaksi atas vonis mati terhadap Kader. Mullah Abdul Kader dijatuhi hukuman mati, kemarin, atas kejahatan perang selama Perang Kemerdekaan 1971 antara Bangladesh dengan dengan Pakistan.
Seperti dikutip Reuters, Rabu (18/9/2013), sejumlah sekolah dan fasilitas bisnis, mulai ditutup, karena khawatir menjadi sasaran amukan massa. Penjaga perbatasan juga telah dikerahkan ke Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, untuk menjaga ketertiban.
Jaksa Agung Bangladesh. Mahbube Alam, mengatakan penijauan ulang tidak ada dalam konstitusi. Namun, tim pengacara Kader, mengatakan, akan mengajukan permohonan peninjauan ulang kasus tersebut. ”Keputusan ini di mana terdakwa tidak memiliki hak untuk banding atau peninjauan ulang, melanggar hukum internasional,” kata tim hukum internasional untuk Kader, dalam sebuah pernyataan.
Pengadilan tertinggi di Bangladesh telah menjatuhkan hukuman mati terhadap Mullah Abdul Kader, pimpinan utama Jamaat-e-Islami, partai Islam di negara itu, pada Selasa (17/9/2013). Dia divonis mati atas tuduhan melakukan kejahatan selama perang kemerdekaan di Pakistan tahun 1971.
Mullah Abdul Kader, yang membantah semua tuduhan, sebelumnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada Februari 2013 lalu. Dia lantas mengajukan banding, hingga akhirnya Mahkamah Agung memperberat hukumannya menjadi hukuman mati.
Dalam perang tahun 1971 kala itu, diperkirakan lebih dari 3 juta orang tewas. Vonis pengadilan untuk pemimpin utama partai Islam itu memicu protes dari pendukungnya. Menurut mereka, vonis untuk Mullah Abul Kader bermotif dendam dari pemerintah.
Pengadilan khusus pernah digelar pada tahun 2010 oleh Pemerintah Bangladesh. Mullah Abdul Kader dituduh berkomplot dengan pasukan Pakistan, untuk menghentikan pendirian negara Pakistan Timur (sekarang bernama Bangladesh).
(esn)