Berpakaian wanita, cara para pria Kurdi kampanye feminisme
A
A
A
Sindonews.com - Pada April 2013 lalu, beredar gambar para laki-laki Kurdi di situs jejaring sosia Facebook, yang menarik perhatian. Musababnya, para pria Timur Tengah itu, mengenakan pakaian wanita.
Aksi itu bukan tindakan iseng semata, melainkan sebagai kampanye yang mereka sebut sebagai gerakan “Pria Kurdi untuk Kesetaraan”. Dalam kampanye itu, mereka begitu percaya diri membalut tubuh mereka dengan pakaian tradisional perempuan Kurdi yang warna-warni.
Tua, muda, termasuk yang berkumis pun ikut menengenakan pakaian wanita. Mereka, kini gencar mengampanyekan politik dan feminisme secara bersamaan. Bagi masyarakat kurdi, politik dan feminisme harus berjalan beriringan. ”Anda tidak bisa memisahkan keduanya,” kata Dilar Dirik, seorang aktivis Kurdi, yang studi di Universitas Cambridge.
”Ini langkah politik terhadap rezim Iran, dan rezim yang kebetulan menindas terhadap pria dan perempuan Kurdi. Bukan hanya perempuan Kurdi, tetapi semua perempuan,” lanjut Dirik, seperti dikutip CNN, Kamis (12/9/2013).
Aktivis Kurdi lainnya, Pedram Penhan mengatakan, sebagai seorang aktivis, dia akan melakukan apa pun yang memungkinkan untuk membuat dunia menjadi lebih baik bagi setiap manusia. Kampanye feminisme itu, disukai belasan ribu pengguna Facebook.
Mereka meluncurkan kampanye feminisme dengan cara seperti itu, setelah pengadilan Iran di wilayah Kurdi Marivan, menghukum seorang pria karena kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan cara diminta untuk berjalan-jalan mengenakan pakaian wanita.
”Menjadi seorang wanita bukanlah alat untuk mempermalukan atau menghukum siapa pun,” kata Fathi, seorang aktivis aktivis feminisme yang menulis kritikan terhadap rezim Iran di akun Facebook-nya.
”Wanita adalah bagian dari kepribadian kita, karakter kita. Jika kita menindas salah satu bagian dari karakter kita, kita menindas diri kita sendiri,” ujar Fathi dalam sebuah wawancara dengan Kurdistan Tribune. ”Jika salah satu bagian dari kita tidak bebas, kami seluruhnya tidak bisa bebas.”
Aksi itu bukan tindakan iseng semata, melainkan sebagai kampanye yang mereka sebut sebagai gerakan “Pria Kurdi untuk Kesetaraan”. Dalam kampanye itu, mereka begitu percaya diri membalut tubuh mereka dengan pakaian tradisional perempuan Kurdi yang warna-warni.
Tua, muda, termasuk yang berkumis pun ikut menengenakan pakaian wanita. Mereka, kini gencar mengampanyekan politik dan feminisme secara bersamaan. Bagi masyarakat kurdi, politik dan feminisme harus berjalan beriringan. ”Anda tidak bisa memisahkan keduanya,” kata Dilar Dirik, seorang aktivis Kurdi, yang studi di Universitas Cambridge.
”Ini langkah politik terhadap rezim Iran, dan rezim yang kebetulan menindas terhadap pria dan perempuan Kurdi. Bukan hanya perempuan Kurdi, tetapi semua perempuan,” lanjut Dirik, seperti dikutip CNN, Kamis (12/9/2013).
Aktivis Kurdi lainnya, Pedram Penhan mengatakan, sebagai seorang aktivis, dia akan melakukan apa pun yang memungkinkan untuk membuat dunia menjadi lebih baik bagi setiap manusia. Kampanye feminisme itu, disukai belasan ribu pengguna Facebook.
Mereka meluncurkan kampanye feminisme dengan cara seperti itu, setelah pengadilan Iran di wilayah Kurdi Marivan, menghukum seorang pria karena kasus kekerasan dalam rumah tangga, dengan cara diminta untuk berjalan-jalan mengenakan pakaian wanita.
”Menjadi seorang wanita bukanlah alat untuk mempermalukan atau menghukum siapa pun,” kata Fathi, seorang aktivis aktivis feminisme yang menulis kritikan terhadap rezim Iran di akun Facebook-nya.
”Wanita adalah bagian dari kepribadian kita, karakter kita. Jika kita menindas salah satu bagian dari karakter kita, kita menindas diri kita sendiri,” ujar Fathi dalam sebuah wawancara dengan Kurdistan Tribune. ”Jika salah satu bagian dari kita tidak bebas, kami seluruhnya tidak bisa bebas.”
(esn)