Demo besar landa Mesir, setelah Morsi dijebloskan ke penjara
A
A
A
Sindonews.com – Demonstrasi besar-besaran terjadi di Kairo dan sejumlah wilayah lain di Mesir, sejak Jumat, dan berlanjut pada Sabtu (27/7/2013). Demontrasi besar itu pecah, setelah hakim di Mesir memerintahkan agar Mohamed Morsi (Presiden Mesir yang dilengserkan militer) dijebloskan ke penjara.
Demonstrasi melibatkan dua kubu, yakni penentang Morsi dan pendukung Morsi. Pasukan keamanan yang berupaya meredam demonstrasi ikut larut dalam aksi kerusuhan dan kekerasan. Seperti dikutip CNN, Sabtu, setidaknya lima orang tewas dan 72 lainnya luka-luka saat demonstrasi rusuh terjadi di kota Alexandria.
Para demonstran yang terluka bergegas menuju Nasr City, sebuah daerah tidak jauh dari pusat kota Kairo, di mana para pendukung Morsi meluapkan kemarahannya. Sejumlah saksi mata mengatakan, pasukan keamanan menembakkan gas air mata melalui udara.
Demonstrasi besar itu, sebelumnya sudah diprediksi pihak militer Mesir yang lebih dulu mengeluarkan ultimatum kepada kelompok Ikhwanul Muslimin agar bergabung dalam rekonsiliasi politik. Tak hanya ultimatum yang memicu demonstrasi besar, tapi juga instruksi hakim untuk memenjarakan Morsi selama 15 hari untuk penyelidikan kasus dugaan berkomplot dengan kelompok Hamas saat pelengseran Hosni Mubarak 2011.
Pada tahun 2011, seperti dikuitip EGYNews, 19 anggota Ikhwanul Muslimin, termasuk Morsi yang ditahan, telah melarikan diri. Jaksa mencurigai Morsi berkomplot dengan Hamas dalam pelarian tersebut.
Demonstrasi di wilayah Sinai, orang-orang bersenjata menyerang sebuah pos pemeriksaan militer dan kantor polisi di kota Sheikh Zweid. Ahmed Abu Eita, warga setempat mengatakan, setidaknya satu kendaraan militer lapis baja dihantam granat berpelucur roket.
”Kita tidak bisa meninggalkan rumah. Kami tidak tahu siapa yang menembak siapa," kata Eita. "Mobil-mobil ambulans tidak bisa bergerak untuk menolong orang-orang yang terluka."
Juru bicara Ikhwanul Muslimin, Mona al Qazzaz, kepada CNN, menuduh militer dan oposisi, bersama-sama, "membunuh demokrasi terbesar di Timur Tengah." ”Militer melangkah masuk, dan oposisi yang gagal menang melalui pemilihan suara, datang di belakang tank (militer)," katanya.
Namun aktivis oposisi, Ahmed Hawary, mengatakan, meski Morsi terpilih secara demokratis, tapi ia tidak memberikan ruang bagi penentangnya."Demokrasi adalah proses politik,” katanya. ”Tapi tidak pernah ada suatu proses politik (di bawah kepemimpinan Morsi)."
Demonstrasi melibatkan dua kubu, yakni penentang Morsi dan pendukung Morsi. Pasukan keamanan yang berupaya meredam demonstrasi ikut larut dalam aksi kerusuhan dan kekerasan. Seperti dikutip CNN, Sabtu, setidaknya lima orang tewas dan 72 lainnya luka-luka saat demonstrasi rusuh terjadi di kota Alexandria.
Para demonstran yang terluka bergegas menuju Nasr City, sebuah daerah tidak jauh dari pusat kota Kairo, di mana para pendukung Morsi meluapkan kemarahannya. Sejumlah saksi mata mengatakan, pasukan keamanan menembakkan gas air mata melalui udara.
Demonstrasi besar itu, sebelumnya sudah diprediksi pihak militer Mesir yang lebih dulu mengeluarkan ultimatum kepada kelompok Ikhwanul Muslimin agar bergabung dalam rekonsiliasi politik. Tak hanya ultimatum yang memicu demonstrasi besar, tapi juga instruksi hakim untuk memenjarakan Morsi selama 15 hari untuk penyelidikan kasus dugaan berkomplot dengan kelompok Hamas saat pelengseran Hosni Mubarak 2011.
Pada tahun 2011, seperti dikuitip EGYNews, 19 anggota Ikhwanul Muslimin, termasuk Morsi yang ditahan, telah melarikan diri. Jaksa mencurigai Morsi berkomplot dengan Hamas dalam pelarian tersebut.
Demonstrasi di wilayah Sinai, orang-orang bersenjata menyerang sebuah pos pemeriksaan militer dan kantor polisi di kota Sheikh Zweid. Ahmed Abu Eita, warga setempat mengatakan, setidaknya satu kendaraan militer lapis baja dihantam granat berpelucur roket.
”Kita tidak bisa meninggalkan rumah. Kami tidak tahu siapa yang menembak siapa," kata Eita. "Mobil-mobil ambulans tidak bisa bergerak untuk menolong orang-orang yang terluka."
Juru bicara Ikhwanul Muslimin, Mona al Qazzaz, kepada CNN, menuduh militer dan oposisi, bersama-sama, "membunuh demokrasi terbesar di Timur Tengah." ”Militer melangkah masuk, dan oposisi yang gagal menang melalui pemilihan suara, datang di belakang tank (militer)," katanya.
Namun aktivis oposisi, Ahmed Hawary, mengatakan, meski Morsi terpilih secara demokratis, tapi ia tidak memberikan ruang bagi penentangnya."Demokrasi adalah proses politik,” katanya. ”Tapi tidak pernah ada suatu proses politik (di bawah kepemimpinan Morsi)."
(esn)