Dalam 2 pekan terakhir, 52 tahanan Guantanamo gabung aksi mogok makan
A
A
A
Sindonews.com - Juru Bicara Penjara Guantanamo, Kapten Robert Duran mengatakan, dalam dua pekan terakhir, jumlah tahanan yang menggelar aksi mogok makan di penjara itu telah meningkat pesat.
Aksi mogok makan ini digelar sebagai bentuk protes terhadap pengelola penjara Amerika Serikat (AS) yang terletak di Teluk Guantanamo, Kuba. Dilaporkan, pelaku aksi mogok makan telah bertambah 52 orang.
Dengan demikian, jumlah tahanan yang telah melancarkan aksi mogok makan di penjara tersebut dalam hampir dua bulan terakhir sudah menyentuh angka 182 orang. "Sebanyak 52 orang tahanan menolak untuk makan. Sementara itu, 15 di antaranya dipaksa menerima asupan makanan lewat tabung makanan," ungkap Duran.
"Tiga tahanan terpaksa mendapatkan asupan makanan di rumah sakit. Namun, kondisi mereka sampai saat ini masih tidak mengancam nyawa mereka," imbuh Duran.
Duran mengatakan, pemberian asupan makanan dengan bantuan tabung makanan dilakukan setelah komandan Guantanamo menyetujui permintaan para pengacara. Mereka khawatir dengan kondisi para tahanan yang terus melancarkan aksi mogok makan dan mengingatkan hal itu pada Departemen Kehakiman.
"Prosedur baru ini memungkinkan para pengacara terus melakukan pemantauan atas kondisi kesehatan para klien dan mengurangi intensitas para pengacara untuk melakukan panggilan darurat pada pihak penjara,"terang Duran.
Sejumlah laporan mengatakan, aksi mogok makan yang digelar para tahanan ini telah membuat mereka kekurangan berat bedan secara drastis. Awal bulan ini, sekelompok pengacara federal di Washington menyatakan kondisi darurat. Sebab, pengelola penjara telah menolak menyediakan air minum dan juga membiarkan suhu dalam tahanan menjadi sangat dingin.
Hal ini memperparah kondisi fisik para tahahan dan dapat mempengaruhi kondisi ginjal, kantung kemih, serta perut para tahahanan.
Aksi mogok makan dimulai sekitar tujuh pekan lalu. Perwira militer, pengamat Hak Asasi Manusia, dan pengacara yang mewakili para tahanan mengatakan, aksi mogok makan ini mencerminkan frustrasi pada kegagalan untuk menyelesaikan nasib mereka. Maklum saja, sebagian besar tahanan telah berada di Guantanamo selama 11 tahun tanpa tuduhan jelas dan lebih dari setengahnya telah dibebaskan.
Aksi mogok makan ini digelar sebagai bentuk protes terhadap pengelola penjara Amerika Serikat (AS) yang terletak di Teluk Guantanamo, Kuba. Dilaporkan, pelaku aksi mogok makan telah bertambah 52 orang.
Dengan demikian, jumlah tahanan yang telah melancarkan aksi mogok makan di penjara tersebut dalam hampir dua bulan terakhir sudah menyentuh angka 182 orang. "Sebanyak 52 orang tahanan menolak untuk makan. Sementara itu, 15 di antaranya dipaksa menerima asupan makanan lewat tabung makanan," ungkap Duran.
"Tiga tahanan terpaksa mendapatkan asupan makanan di rumah sakit. Namun, kondisi mereka sampai saat ini masih tidak mengancam nyawa mereka," imbuh Duran.
Duran mengatakan, pemberian asupan makanan dengan bantuan tabung makanan dilakukan setelah komandan Guantanamo menyetujui permintaan para pengacara. Mereka khawatir dengan kondisi para tahanan yang terus melancarkan aksi mogok makan dan mengingatkan hal itu pada Departemen Kehakiman.
"Prosedur baru ini memungkinkan para pengacara terus melakukan pemantauan atas kondisi kesehatan para klien dan mengurangi intensitas para pengacara untuk melakukan panggilan darurat pada pihak penjara,"terang Duran.
Sejumlah laporan mengatakan, aksi mogok makan yang digelar para tahanan ini telah membuat mereka kekurangan berat bedan secara drastis. Awal bulan ini, sekelompok pengacara federal di Washington menyatakan kondisi darurat. Sebab, pengelola penjara telah menolak menyediakan air minum dan juga membiarkan suhu dalam tahanan menjadi sangat dingin.
Hal ini memperparah kondisi fisik para tahahan dan dapat mempengaruhi kondisi ginjal, kantung kemih, serta perut para tahahanan.
Aksi mogok makan dimulai sekitar tujuh pekan lalu. Perwira militer, pengamat Hak Asasi Manusia, dan pengacara yang mewakili para tahanan mengatakan, aksi mogok makan ini mencerminkan frustrasi pada kegagalan untuk menyelesaikan nasib mereka. Maklum saja, sebagian besar tahanan telah berada di Guantanamo selama 11 tahun tanpa tuduhan jelas dan lebih dari setengahnya telah dibebaskan.
(esn)