Ratusan wanita Suriah gabung dengan milisi pro pemerintah
A
A
A
Sindonews.com - Seorang wanita Seuriah berusia 40 tahun, Abir Ramadhan memutuskan menjadi bagian dari Fedaya Abir, sebuah unit wanita dalam Pasukan Pertahanan Suriah yang didirikan di Pusat Kota Homs.
Dengan dukungan dari sang suami, Abir memutuskan berjanji bersetia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mengangkat senjata melawan pemberontak yang berniat menjatuhkan rezim pemerintahan Suriah.
Menurut Abir, suaminya mendorong untuk menjadi bagian dari pasukan wanita untuk membela negara. Abir lantas mendatangi pusat perekrutan pasukan dan diterima masuk dalam kesatuan itu.
Abir tidak sendirian, dia merupakan salah satu dari 450 wanita yang bergabung dengan Fedaya Abir.
Dalam bahasa Arab, Fedaya berarti orang-orang yang mengorbankan diri untuk suatu tujuan. "Pada awalnya saya sama sekali tidak mengetahui bagaimana cara untuk menggunakan pistol dan saya memutuskan untuk tinggal di rumah karena takut diserang,” jelasnya.
“ Tapi, kini saya ingin belajar dan ingin membantu tentara. Saya melakukan ini secara sukarela demi negara dan saya ingin ikut merasakan penderitaan rakyat Suriah," tutur Abir, seperti diberitakan dalam NDTV, Rabu (23/1/2013).
Wanita yang berprofesi sebagai seorang teknisi di laboratorium radiologi itu, saat ini tengah mengikuti latihan persiapan perang bersama ratusan wanita lainya di sebuah stadion di pusat Kota Homs. "Allah, Suriah, Bashar," teriak para wanita di sela-sela latihan.
Nada Jahjah, seorang pensiunan komandan yang menjadi pemimpin latihan pasukan Fedaya Abir mengatakan, di pusat pelatihan ini para wanita tersebut akan menjalani latihan selama 4 jam di pagi atau sore hari. Di luar waktu tersebut, Fedaya Abir memengizinkan para wanita itu menjani profesi normal mereka.
Di pusat pelatihan, sejumlah wanita berusia 18 -50 tahun saling menjaga keselamatan selama proses latihan berlangsung. Di luar stadion, para wanita bersenjata menjaga pintu masuk dan memeriksa setiap mobil yang datang
"Di sini mereka berlatih menembak menggunakan senjata laras panjang, senapan mesin, menangani granat, menyerang pos pemeriksaan kelompok oposisi, mengontrol pos pemeriksan militer Suriah, serta melancarkan taktik penggerebekan dan taktik militer," ungkap Jahjah.
Jahja menuturkan, unit pasukan ini terbentuk karena kondisi tragis yang terjadi di Kota Homs. Sebab, pemberontak Suriah memutuskan untuk menjadikan Homs sebagai pusat gerakan revolusi mereka.
Di kota ini sudah tidak ada lagi Combattant (warga sipil yang tidak boleh di serang), yang memberitahu asal mereka karena dua kelompok yang bertikai akan mencari tahu identitas sekertarian mereka.
"Ini bukan perang yang normal, tidak seperti yang terjadi pada Oktober 1972 saat Suriah melawan Israel. Musuh yang kami hadapi saat ini adalah negara tentangga kami, mereka adalah pemasok senjata dan juga penyebar pemikiran fundamentalis. Mereka terus dan terus melakukan pembunuhan. Ini adalah perang yang sangat biadab," tutur Jahjah.
Dengan dukungan dari sang suami, Abir memutuskan berjanji bersetia kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad untuk mengangkat senjata melawan pemberontak yang berniat menjatuhkan rezim pemerintahan Suriah.
Menurut Abir, suaminya mendorong untuk menjadi bagian dari pasukan wanita untuk membela negara. Abir lantas mendatangi pusat perekrutan pasukan dan diterima masuk dalam kesatuan itu.
Abir tidak sendirian, dia merupakan salah satu dari 450 wanita yang bergabung dengan Fedaya Abir.
Dalam bahasa Arab, Fedaya berarti orang-orang yang mengorbankan diri untuk suatu tujuan. "Pada awalnya saya sama sekali tidak mengetahui bagaimana cara untuk menggunakan pistol dan saya memutuskan untuk tinggal di rumah karena takut diserang,” jelasnya.
“ Tapi, kini saya ingin belajar dan ingin membantu tentara. Saya melakukan ini secara sukarela demi negara dan saya ingin ikut merasakan penderitaan rakyat Suriah," tutur Abir, seperti diberitakan dalam NDTV, Rabu (23/1/2013).
Wanita yang berprofesi sebagai seorang teknisi di laboratorium radiologi itu, saat ini tengah mengikuti latihan persiapan perang bersama ratusan wanita lainya di sebuah stadion di pusat Kota Homs. "Allah, Suriah, Bashar," teriak para wanita di sela-sela latihan.
Nada Jahjah, seorang pensiunan komandan yang menjadi pemimpin latihan pasukan Fedaya Abir mengatakan, di pusat pelatihan ini para wanita tersebut akan menjalani latihan selama 4 jam di pagi atau sore hari. Di luar waktu tersebut, Fedaya Abir memengizinkan para wanita itu menjani profesi normal mereka.
Di pusat pelatihan, sejumlah wanita berusia 18 -50 tahun saling menjaga keselamatan selama proses latihan berlangsung. Di luar stadion, para wanita bersenjata menjaga pintu masuk dan memeriksa setiap mobil yang datang
"Di sini mereka berlatih menembak menggunakan senjata laras panjang, senapan mesin, menangani granat, menyerang pos pemeriksaan kelompok oposisi, mengontrol pos pemeriksan militer Suriah, serta melancarkan taktik penggerebekan dan taktik militer," ungkap Jahjah.
Jahja menuturkan, unit pasukan ini terbentuk karena kondisi tragis yang terjadi di Kota Homs. Sebab, pemberontak Suriah memutuskan untuk menjadikan Homs sebagai pusat gerakan revolusi mereka.
Di kota ini sudah tidak ada lagi Combattant (warga sipil yang tidak boleh di serang), yang memberitahu asal mereka karena dua kelompok yang bertikai akan mencari tahu identitas sekertarian mereka.
"Ini bukan perang yang normal, tidak seperti yang terjadi pada Oktober 1972 saat Suriah melawan Israel. Musuh yang kami hadapi saat ini adalah negara tentangga kami, mereka adalah pemasok senjata dan juga penyebar pemikiran fundamentalis. Mereka terus dan terus melakukan pembunuhan. Ini adalah perang yang sangat biadab," tutur Jahjah.
(esn)