Obama justru kian percaya diri
A
A
A
Sindonews.com - Barack Obama menghadapi tantangan berat dalam masa jabatan keduanya sebagai presiden Amerika Serikat (AS), yang akan dimulai secara resmi pekan depan. Sebagai persiapan,dia telah menunjuk sejumlah orang untuk menduduki jabatan dalam kabinet barunya. Beberapa nama muncul sebagai sosok kontroversial, terutama bagi Republikan.
Namun, Obama bergeming dan terus mempertahankan pilihan yang dianggapnya terbaik untuk pemerintahannya itu. Beberapa analis menilai, apa yang dilakukan Obama saat ini menunjukkan strategi pendekatan tempurnya untuk menghadapi ”jurang fiskal”dan drama anggaran belanja,yang justru mengeksploitasi kekacauan di tubuh Republikan yang mengesampingkan disfungsi legislatif Washington.
Obama juga menunjukkan strategi keras dalam tekadnya memberlakukan pengendalian senjata, setelah pembantaian massal terhadap anak sekolah di Newtown, Connecticut oleh seorang pria bersenjata. Tindakan ini memperlihatkan meningkatnya kepercayaan diri pada presiden yang sekarang merasa lebih bebas untuk berdiri di depan kongres. Masa jabatan pertamanya ditandai hujan keluhan dari basis liberalnya yang menganggap dia terlalu lunak terhadap Republikan.
Beberapa kritikus memaparkan, Obama sekarang menghadapi risiko melakukan tindakan melampaui batas ketika dia seharusnya membangun jembatan dengan Republikan untuk menyelesaikan konfrontasi anggaran. Langkah berani Obama terlihat pada Senin (7/1) lalu, saat dia menominasikan Chuck Hagel sebagai menteri pertahanan. Pilihan ini memicu debat dengan kritikus yang menyerang catatan mantan senator Republikan itu atas Israel dan Iran.
Penolakan Obama untuk tunduk pada penentang Hagel, termasuk kelompok pro-Israel, tokoh neokonservatif dan beberapa kolega Hagel di Republikan, mengisyaratkan kalau presiden itu tidak akan membiarkan kandidat kabinet kembali disingkirkan.
Sebelumnya, Obama merasa masygul setelah kandidatnya untuk menteri luar negeri, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Susan Rice,mundur dari pencalonan setelah mendapat hujan kritik dari beberapa anggota Kongres Republikan atas pernyataannya mengenai serangan terhadap konsulat AS di Benghazi, Libya, September lalu, yang menewaskan duta besar AS.
Seorang ajudan Obama memaparkan, pilihan Obama saat ini adalah peluang untuk menentukan penanda jelas masa jabatan kedua, yaitu tidak ada lagi Tuan Baik Hati, tidak ada lagi penyingkiran, sebuah pesan jelas bagi teman dan musuh politik.
”Jelas bahwa presiden yang merasa tidak dibebani politik elektoral,merasa memiliki modal politik untuk dihabiskan dan tidak membuang-buang waktu,” ujar Costas Panagopoulos, ilmuwan politik di Fordham University di New York, kepada Reuters.
Gedung Putih yakin Hagel bisa menghadapi debat dan mendapatkan persetujuan di senat yang didominasi Demokrat, apalagi pilihan presiden untuk pos keamanan senior jarang ditolak. Selain perdebatan soal pos menteri pertahanan,Obama juga akan menghadapi debat anggaran yang dapat membatasi kemampuannya untuk mendorong prioritas lain, seperti imigrasi dan kendali senjata.
Pembantaian massal di SD Sandy Hook di Newtown, Connecticut, membuat kendali senjata masuk agenda tertinggi masa jabatan kedua.Dia tampaknya bertekad memanfaatkan kemarahan publik terhadap kekerasan bersenjata. Obama juga sedang menghitung apakah dia akan mampu mewujudkan janjinya terhadap reformasi imigrasi yang komprehensif.
Dia berharap bisa menyelesaikan sentimen Republikan bahwa mereka harus merangkul kaum Latino yang memilih Obama,setelah Republikan mengeluarkan komentar keras terkait imigrasi ilegal. Obama juga telah memperlihatkan tanda mengambil langkah keras terkait masalah perang dan perdamaian.
Dalam pertemuannya dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai pada Jumat (11/1) waktu setempat di Gedung Putih, Obama menyatakan mempercepat penarikan pasukan tempur dari Afghanistan dan menyerahkan operasi perang kepada pasukan Afghanistan.
”Pada akhir 2014, transisi akan selesai,”ujar Obama dalam sebuah jumpa pers didampingi Karzai. ”Afghanistan akan mengemban tanggungjawab penuh atas keamanan, dan perang ini akan datang pada akhir yang bertanggung jawab.”
Pemerintahan Obama telah mempertimbangkan pengurangan pasukan antara 3.000– 9.000 tentara, jauh lebih sedikit ketimbang yang diusulkan para komandan AS, untuk melakukan operasi kontraterorisme, melatih dan membantu pasukan Afghanistan.
Namun, Obama bergeming dan terus mempertahankan pilihan yang dianggapnya terbaik untuk pemerintahannya itu. Beberapa analis menilai, apa yang dilakukan Obama saat ini menunjukkan strategi pendekatan tempurnya untuk menghadapi ”jurang fiskal”dan drama anggaran belanja,yang justru mengeksploitasi kekacauan di tubuh Republikan yang mengesampingkan disfungsi legislatif Washington.
Obama juga menunjukkan strategi keras dalam tekadnya memberlakukan pengendalian senjata, setelah pembantaian massal terhadap anak sekolah di Newtown, Connecticut oleh seorang pria bersenjata. Tindakan ini memperlihatkan meningkatnya kepercayaan diri pada presiden yang sekarang merasa lebih bebas untuk berdiri di depan kongres. Masa jabatan pertamanya ditandai hujan keluhan dari basis liberalnya yang menganggap dia terlalu lunak terhadap Republikan.
Beberapa kritikus memaparkan, Obama sekarang menghadapi risiko melakukan tindakan melampaui batas ketika dia seharusnya membangun jembatan dengan Republikan untuk menyelesaikan konfrontasi anggaran. Langkah berani Obama terlihat pada Senin (7/1) lalu, saat dia menominasikan Chuck Hagel sebagai menteri pertahanan. Pilihan ini memicu debat dengan kritikus yang menyerang catatan mantan senator Republikan itu atas Israel dan Iran.
Penolakan Obama untuk tunduk pada penentang Hagel, termasuk kelompok pro-Israel, tokoh neokonservatif dan beberapa kolega Hagel di Republikan, mengisyaratkan kalau presiden itu tidak akan membiarkan kandidat kabinet kembali disingkirkan.
Sebelumnya, Obama merasa masygul setelah kandidatnya untuk menteri luar negeri, Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Susan Rice,mundur dari pencalonan setelah mendapat hujan kritik dari beberapa anggota Kongres Republikan atas pernyataannya mengenai serangan terhadap konsulat AS di Benghazi, Libya, September lalu, yang menewaskan duta besar AS.
Seorang ajudan Obama memaparkan, pilihan Obama saat ini adalah peluang untuk menentukan penanda jelas masa jabatan kedua, yaitu tidak ada lagi Tuan Baik Hati, tidak ada lagi penyingkiran, sebuah pesan jelas bagi teman dan musuh politik.
”Jelas bahwa presiden yang merasa tidak dibebani politik elektoral,merasa memiliki modal politik untuk dihabiskan dan tidak membuang-buang waktu,” ujar Costas Panagopoulos, ilmuwan politik di Fordham University di New York, kepada Reuters.
Gedung Putih yakin Hagel bisa menghadapi debat dan mendapatkan persetujuan di senat yang didominasi Demokrat, apalagi pilihan presiden untuk pos keamanan senior jarang ditolak. Selain perdebatan soal pos menteri pertahanan,Obama juga akan menghadapi debat anggaran yang dapat membatasi kemampuannya untuk mendorong prioritas lain, seperti imigrasi dan kendali senjata.
Pembantaian massal di SD Sandy Hook di Newtown, Connecticut, membuat kendali senjata masuk agenda tertinggi masa jabatan kedua.Dia tampaknya bertekad memanfaatkan kemarahan publik terhadap kekerasan bersenjata. Obama juga sedang menghitung apakah dia akan mampu mewujudkan janjinya terhadap reformasi imigrasi yang komprehensif.
Dia berharap bisa menyelesaikan sentimen Republikan bahwa mereka harus merangkul kaum Latino yang memilih Obama,setelah Republikan mengeluarkan komentar keras terkait imigrasi ilegal. Obama juga telah memperlihatkan tanda mengambil langkah keras terkait masalah perang dan perdamaian.
Dalam pertemuannya dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai pada Jumat (11/1) waktu setempat di Gedung Putih, Obama menyatakan mempercepat penarikan pasukan tempur dari Afghanistan dan menyerahkan operasi perang kepada pasukan Afghanistan.
”Pada akhir 2014, transisi akan selesai,”ujar Obama dalam sebuah jumpa pers didampingi Karzai. ”Afghanistan akan mengemban tanggungjawab penuh atas keamanan, dan perang ini akan datang pada akhir yang bertanggung jawab.”
Pemerintahan Obama telah mempertimbangkan pengurangan pasukan antara 3.000– 9.000 tentara, jauh lebih sedikit ketimbang yang diusulkan para komandan AS, untuk melakukan operasi kontraterorisme, melatih dan membantu pasukan Afghanistan.
(esn)