Laporan kebebasan beragama AS tendensius

Rabu, 01 Agustus 2012 - 10:05 WIB
Laporan kebebasan beragama AS tendensius
Laporan kebebasan beragama AS tendensius
A A A
Sindonews.com - Laporan Kebebasan Beragama Internasional 2011, yang merupakan laporan pertama Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mengenai kebebasan beragama sejak dimulainya Revolusi Arab, dipertanyakan.

Laporan yang mengkritisi kebebasan beragama yang dipandang kian memburuk di Indonesia, Maladewa dan China, dimana umat Buddha banyak yang melakukan aksi bakar diri, dan mengecam Pakistan serta Afghanistan itu sama sekali tidak menyinggung kekerasan agama yang terjadi di Israel.

Tapi, laporan itu sama sekali tidak menyinggung aksi Israel yang berusaha menghancurkan Masjid al-Aqsa dan berusaha mempertahankan undang-undang khusus Yahudi.

Meski laporan itu menyinggung soal meningkatnya anti-semitik, tapi tidak menyinggung kekerasan Israel terhadap warga tak berdosa. “Israel telah membunuh lebih dari 400 anak di Gaza pada 2009, dalam sebuah serangan terhadap sipil,” tulis Tim King dari Salem-News.com. “Penulis laporan itu seharusnya juga menyinggung Israel, mereka bukan orang Amerika.”

Menurut King, laporan itu sebenarnya disusun bukan untuk membantu memperbaiki kebebasan beragama, tapi untuk mengadili “musuh” masa depan yang diidentifikasikan AS sebagai prospek ekonomi, atau pemerintahan yang ingin dienyahkan Israel dari muka bumi. Laporan itu juga tidak menyebutkan tindakan represif aparat keamanan di Sri Lanka terhadap kaum agama minoritas di negara itu.

Laporan itu mengecam China yang mengalami kemunduran dalam menghormati dan perlindungan kebebasan beragama, termasuk meningkatnya pembatasan praktik beragama, terutama di biara Buddha Tibet. “Campur tangan pejabat dalam praktik agama tradisional Tibet telah menyebabkan duka dan mengontribusi terhadap sedikitnya 12 aksi bakar diri di Tibet selama 2011,” tulis laporan itu.

China belum memberikan respons resmi terhadap laporan itu. Tapi, sebuah komentar di Xinhua menyebutkan, tidak ada pembenaran atas kritik itu dan menuding AS secara terbuka mengintervensi urusan dalam negeri negara lain.

“Aksi AS hanya akan menjadi bumerang dengan menimbulkan lebih banyak kecurigaan dan ketidakpercayaan bukannya membantu menciptakan saling pengertian dan memperbaiki hubungan dengan negara lain,” papar Xinhua.

Dalam laporan itu, AS juga mengkritik penggunaan undang-undang penistaan agama yang terjadi di Indonesia. Laporan itu menyoroti vonis lima tahun penjara terhadap Antonius Richmond Bawengan yang bukunya dianggap melecehkan agama. Selain itu, Washington juga menyoroti kekerasan terhadap warga Ahmadiyah.

Terkait Myanmar, AS memberikan penaksiran yang tak jelas. Laporan itu juga tidak menyinggung penyiksaan kaum minoritas Rohingya yang meningkat akhir-akhir ini. Saat menyajikan laporan itu, Duta Besar bagi lembaga International Religious Freedom Susan D Johnson Cook menyebut, pemerintah AS mengkhawatirkan kondisi Rohingya, yang tidak dianggap sebagai warga negara Myanmar itu.

Saat menerima laporan tersebut, Menteri Luar Negeri Hillary Clinton memaparkan, laporan itu adalah sinyal terhadap pelanggar terburuk yang diamati dunia. “Lebih dari semiliar orang hidup di bawah pemerintahan yang secara sistematis menindas kebebasan beragama. Ketika itu berkaitan dengan hak asasi manusia ini, dunia sedang mundur ke belakang,” ujar Hillary.
(alv)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4125 seconds (0.1#10.140)