Antisipasi penyerangan, AS ancam warganya
A
A
A
Sindonews.com - Mengantisipasi sebuah ancaman, pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak segan-segan membunuh warganya sendiri jika melakukan rencana penyerangan terhadap negaranya sendiri.
Jaksa Agung AS Eric Holder mengatakan bahwa hal ini merupakan antisipasi pertama kalinya dalam sejarah AS. Warga AS yang tinggal di luar negeri sah ditetapkan sebagai target ancaman jika berencana melakukan penyerangan yang mematikan.
Berbicara dalam sebuah sekolah Hukum Northwestern di Chicago, Holder mengatakan bahwa pengunaan kekuatan dibenarkan dalam hukum perang untuk melawan sebuah ancaman. Tetapi dalam situasi perang, meminta izin kepada pengadilan untuk melaksanakan perang dinilai sebagai sebuah tindakan yang tidak praktis. Karena pemerintah di desak untuk bertindak cepat.
"Pejabat militer dan sipil sering kali dituntut untuk membuat sebuah keputusan dalam wakut cepat tentunya dengan berbagai pertimbangan seperti kepentingan di balik ancaman tersebut. Pilihan alternatif mempertimbangkan besarnya kerusakan dan berbagi penilaian lain yang menjadi pertimbangan perang," ungkap Holder seperti dikutip dalam BBC.co.uk Selasa (6/3/2012)
Holder mengatakan, ketika seorang warga AS memutuskan untuk melawan negara ini, misalnya bergabung dengan teroris maka pemerintah AS harus menghentikan aksi mereka sesuai dengan aturan yang berlaku dalam konstitusi.
Sebelumnya, Kelompok liberal mengkritik pemeritahan AS pada tahun 2011 karena telah membunuh seorang ulama kelahiran AS Anwar al-Awlaki pada bulan September 2011.
Holder mengatakan bahwa pembunuhan tersebut legal karena kondisi As saat itu berada dalam keadaan perang, dalam situasi perang persetujuan pengadilan tidak diperlukan.(azh)
Jaksa Agung AS Eric Holder mengatakan bahwa hal ini merupakan antisipasi pertama kalinya dalam sejarah AS. Warga AS yang tinggal di luar negeri sah ditetapkan sebagai target ancaman jika berencana melakukan penyerangan yang mematikan.
Berbicara dalam sebuah sekolah Hukum Northwestern di Chicago, Holder mengatakan bahwa pengunaan kekuatan dibenarkan dalam hukum perang untuk melawan sebuah ancaman. Tetapi dalam situasi perang, meminta izin kepada pengadilan untuk melaksanakan perang dinilai sebagai sebuah tindakan yang tidak praktis. Karena pemerintah di desak untuk bertindak cepat.
"Pejabat militer dan sipil sering kali dituntut untuk membuat sebuah keputusan dalam wakut cepat tentunya dengan berbagai pertimbangan seperti kepentingan di balik ancaman tersebut. Pilihan alternatif mempertimbangkan besarnya kerusakan dan berbagi penilaian lain yang menjadi pertimbangan perang," ungkap Holder seperti dikutip dalam BBC.co.uk Selasa (6/3/2012)
Holder mengatakan, ketika seorang warga AS memutuskan untuk melawan negara ini, misalnya bergabung dengan teroris maka pemerintah AS harus menghentikan aksi mereka sesuai dengan aturan yang berlaku dalam konstitusi.
Sebelumnya, Kelompok liberal mengkritik pemeritahan AS pada tahun 2011 karena telah membunuh seorang ulama kelahiran AS Anwar al-Awlaki pada bulan September 2011.
Holder mengatakan bahwa pembunuhan tersebut legal karena kondisi As saat itu berada dalam keadaan perang, dalam situasi perang persetujuan pengadilan tidak diperlukan.(azh)
()